➤ ; 28 ‧ Iblis ‧ 🍀 -

618 100 18
                                    

[Name] masih berdiri melihat sekitar. Sementara samar-samar, suara radio terdengar merambat ke telinga gadis itu.

"Kamu terjebak dalam Void."

"Despair dalam Ray yang mengunci manamu."

"Hei, [Name] andai kau bisa merubah seisi dunia ini dengan mengorbankan nyawamu, apa kau mau?"

Alih-alih suara dari radio, yang terdengar justru kalimat yang dilontarkan Jevan tadi, setelah mereka menyelesaikan makan malam. [Name] menghela napas, deru napasnya terdengar di tempat yang sepi itu.

"Aku tak mau, tentu saja. Aku gak bakal naif dengan melakukan hal itu dan mengorbankan nyawaku. Itu sama saja melempar beban dari bahuku ke orang lain yang mengenal dan menyayangiku,"

"Tapi.."

"Tapi?"

"Orang lain pasti setuju. Siapa yang tidak ingin merubah dunia jika hanya satu manusia yang dikorbankan?"

[Name] mengepalkan tangannya. Kuku jari gadis itu menembus kulit telapak tangannya sendiri. Alih-alih merasa sakit pada tangannya, ia merasa dadanya jauh lebih sakit. Seperti ada yang mencengkeram paru-parunya dari dalam.

[Name] merasa aura gelap dan titik pusat mana berkumpul di belakangnya. Tipis, tipis sekali. [Name] takkan menyadari hal itu jika dia lengah. Bahunya menegang, [Name] buru-buru menengok. Dia kenal aura ini. Matanya membelalak ketika menyadari netra Ray─yang sudah bukan hijau lagi─ menatapku dengan tatapan kosong dan tajam di saat yang bersamaan.

"Despair!"

[Name] berhasil menyingkir sehingga pukulan dari Despair tidak mengenai dirinya. Despair menyeringai melihatnya. Gigi [Name] bergemeletuk semasa dia merasakan tubuhnya bergetar. Procella Arctus dia genggam, Zephyra Spical di bidik olehnya. Namun cepat-cepat dia turunkan kedua benda itu.

[Name] menyadari sesuatu, dia menoleh ke tempat mereka menyetel radio. Sudah hilang.

"Kau mencari teman-temanmu? Jangan khawatir, mereka sudah masuk."

[Name] sekali lagi menghindar dari lemparan kunai milik Despair. Pipinya tergores sedikit. Darah segar menetes menjadi bulir ke ujung dagunya.

"Ayo~ Apa kau tidak akan menyerangku?"

"Aku menyukai rasa putus asa karena terkena skill roh hebat sepertimu,"

"Ayo, Peace!"

Dia tahu, menggunakan skill tak akan berguna. Meski menghasilkan damage pada Despair, kerusakan dan sakit yang di terima Ray sebagai wadah lebih besar. Jauh lebih besar. Di sisi lain, dia belum terdaftar sebagai roh dosa atau roh kebajikan. Dia tak bisa menyucikan Despair.

[Name] menghela napas. 'Tenang, [Name].' batinnya dalam hati. Iris Raspberrynya kembali pada Despair. Meski sakit melihat Ray dikendalikan oleh roh kasar tak tahu diri, meski rasanya seseorang telah menyumbat semua jalur pembuluh darahnya, dia harus bisa berdiri tegak, menatap Despair.

Skill Activated : Sanctrus Lustrum
Achievement : Destiny

Tangannya mengeluarkan angin biru yang berputar memelintir dengan sebuah angin putih tipis. Dia menghampiri Ray dengan cepat, memacu kakinya sehingga tangannya mendapat tempat tepat di tengah dada Ray, tempat jantungnya berada. Despair tertawa sebelum auranya menyusut dan tubuh Ray kehilangan keseimbangannya. Begitu pula [Name], terjatuh di samping tubuh Ray. Lalu membuat gerakan kecil, menautkan jari keduanya.

🔮🔮🔮

"Iblis!"

"Pengejar..!"

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang