➤ ; 10 ‧ Memories ‧ 🍀 -

1.4K 256 13
                                    

Pagi. Saat aku bangun tadi, kepalaku seakan ditusuk seribu jarum. Sakit sekali. Setelah rasa sakitnya berangsur-angsur hilang, mimpiku semalam menelisik masuk secara paksa kedalam kepalaku. Membuatku ingat tanpa terlewat satupun detail kecil dalam mimpi itu. Apa yang terjadi tujuh tahun lalu, saat aku pergi kesini.

Setelah sarapan, aku tanpa babibu langsung pergi kekamar Vidia. Yang tidak terlihat sama sekali pagi ini. Setelah kuketuk pintu, dan pemilik kamar mempersilakan masuk, aku mendapati Vidia sedang duduk bersama seorang perempuan berambut pirang keemasan menikmati teh.

"Hai, bagaimana tidurmu? Tidak nyenyak, ya?" tanya Vidia dengan senyum tanpa dosa.

Aku mendengus. "Kau tau itu."

Vidia menjentikkan jarinya, muncul kursi kayu yang sama dengan kursi yang didudukinya maupun yang diduduki perempuan asing itu.

"Duduklah. Maaf tentang semalam. Aku agak emosional, karena cewek ini." ucap Vidia seraya menyodorkan secangkir teh yang entah datang darimana kepadaku.

"Hai! Aku Amora! Kamu bisa tebak aku adalah roh memori dan masa lalu. Sepertinya skill pasifku mempengaruhi ingatan lamamu yang sudah terkubur, ya." kata si perempuan seraya menyesap tehnya.

"Oke, Amora."

"Apa yang mau kaulakukan?" tanya Vidia.

"Merajut." jawabku sekenanya.

"Wah! Anak sekecilmu bisa merajut?" tanya Amora menunjukkan antusiasme yang cenderung berlebihan.

"Iya? Maksudku, aku belajar." Kuambil alat merajutku dan untaian syal yang belum selesai.

"Itu untuk apa? Sendiri atau hadiah?" tanyanya lagi.

"Hadiah." jawabku.

"Baik sekali kamu. Hei, hei, Vidia! Buatkan aku syal juga!"

"Kamu ini!"

Aku mengabaikan kericuhan yang dibuat oleh Vidia dan temannya. Mataku tertuju sebentar keluar jendela. Ada Don dan Gilda berdiri dibawah pohon. Dipikir-pikir lagi, aku seperti menghindari mereka. Bukan. Bukan seperti. Aku memang menghindari mereka. Entah kenapa.

"[Name], Isabella mencariku. Amora, kalo ada aura random atau aura Despair atau Knowledge minggat cepetan kalo bisa bawa si [Name] sekalian." kata Vidia.

Amora mengacungkan jempol sebagai balasan dan aku hanya mengangguk. Vidia memutar kenop pintu dan keluar. Aku diam saja melanjutkan aktivitasku.

🔮🔮🔮

Tepat 2 jam setelah Vidia meninggalkan ruangan. Amora yang tadinya sibuk memakan manisan diatas meja dan menyesap teh, tiba-tiba terdiam lalu menaruh garpunya.

"Eh, dibilang cuma Despair atau Knowledge sih. Kindness kagak, 'kan?" ujar Amora tiba-tiba bermonolog.

"Yaudeh lah. Dadah [Name]! Sampai ketemu lagi!" Amora melambaikan tangan dan berkelip sebentar lalu menghilang.

"Aneh." gumamku.

Tok! Tok! Tok!

Aku tidak berkata apapun, tetapi membuka pintu. Terlihat Emma berdiri dibalik pintu itu.

"Emma? Jika kamu mencari Vidia dia tidak ada dikamarnya." kataku.

"Yappari! Kamu disini, [Name]. Ayo kita siapkan makan siang, sore nanti sebelum makan malam ada yang ingin kubicarakan."

"O-oke, tapi, apa?"

"Lihat saja nanti."

Aku menghela napas pendek lalu tersenyum. "Yasudah, ayo."

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang