➤ ; 36 ‧ The Great War ‧ 🍀 -

521 73 12
                                    

- [Name]'s POV -

Aduh, sial. Aku bingung. Siapa "Chastity"-nya?

Aku sekali lagi melihat ke dalam aura mereka, berusaha supaya bisa menembus glamournya. 'Dapat!'

Si Ruby memakai glamour yang lebih tebal, sementara Si Diamond memakai glamour yang lebih tipis. Artinya Si Diamond-lah yang palsu! Karena roh yang terkutuk auranya lebih tipis.

Aku mendorong Diamond ke tembok, mengunci pergerakannya. Menarik paksa kutukan dari tubuh gadis itu.

"Hei, apa-apaan!-"

Bruk! Tubuh gadis bernetra berlian itu jatuh. Kurasakan seseorang menepuk pundakku.

"Hebat. Padahal sebenarnya kau tak perlu melakukannya lho, aku bisa menyucikannya sendiri." ujar Lily.

"Jadi.. Kamu Chastity 'kan?" tanyaku memastikan.

"Betul. Panggil saja Lily." jawab Lily seraya tersenyum.

Senyum Lily seakan menguap tanpa bekas, ekspresinya berubah serius. Dia mengoper vial ramuan mana ke tanganku. "Kita harus bergegas. The Great War sudah di mulai sejak sehari lalu."

🔮🔮🔮

Aku sudah meneguk dua vial ramuan mana yang diberikan Lily. Kuharap manaku cukup. Kami sedang menuju pusat medan perang. Di perjalanan, ada banyak jejak mana, panah, dan sobekan-sobekan kain. Ada juga tenda yang dibuat untuk istirahat dan pengobatan. Aku dapat melihat bintang redup di langit.

"Benar 'kan? Perang baru berlalu dua hari?" tukasku bingung.

"Benar. Kaum roh, mau kubu dosa ataupun kebajikan, keduanya sama-sama memiliki jiwa kompetitif besar." ujar Lily.

"Jujur, aku lebih suka dunia damai. Seperti dalam dunia dongeng. Kita dapat meraih 'Happily Ever After' hanya dengan cinta. Dengan pelukan dan ciuman." Netra Ruby gadis bersurai ivory itu mengawang ke langit.

"Aku juga." Aku mengerjap. Di tanganku sekarang ada Procella Arcus dan Zephyro Spical yang aku genggam erat. "Sayangnya dunia ini tidak seindah itu. Euphoria, serendipity. Bahkan dengan banyaknya hal yang bisa membuat bahagia, akhir dari cerita kita hanyalah.. 'kematian', hanyalah kepergian."

"Namun itulah 'keseimbangan'. Seperti roh Happiness dan Sadness yang dulu sekali mempersatukan kedua kubu." ucap Lily.

"Lalu, kenapa mereka berpecah lagi?" tanyaku.

"Ada yang berkhianat." Lily menghela napas. Suaraya terdengar lirih. "Mereka memberontak, mengubah kepercayaan kedua kubu. Aku kesal. Kak Humility memilih mengikuti norma yang sudah di rusak daripada membuat yang baru."

Boom! Suara ledakan merambat ke telinga. Didepan kami sekarang, pemandangan tak mengenakkan terlihat. Para roh yang saling melukai, ada pula yang terkapar tak berdaya. Terlihat merah. Seakan ada api yang membara di balik layar.

"The Great War." lirihku.

"Kita akan menggantikan Happiness dan Sadness, [Name]. Kita harus meluruskan benang yang kusut." Lily mengeluarkan busur cantik putih-emas berkilau. Di tangan kirinya juga terdapat panah emas.

"Oke." Aku menghela napas panjang. Mataku terfokus sekarang pada ke mana arah busurku membidik.

"Semoga Curse bisa tenang sampai dia menata kembali pecahannya." ucapku dan Lily.

Ctak! "Keluar! Jangan jadi pecundang, Curse!"

Ctak! "Kakak-kakakku bukan bonekamu!"

Siluet perempuan tinggi muncul dan menghilang di kejauhan. Lalu siluet itu berkelip-kelip di depan kami. Surai hitam yang helaiannya diterbangkan angin, dan mata biru dingin yang terkesan tajam, Curse datang.

"Wah wah, siapa ini? Dua gadis manis yang tersesat ke medan pertempuran? Di mana orangtua kalian?" Perempuan itu menyeringai lebar.

Aku menggeram. Kulihat tangan Curse meraih tanganku dan Lily, mengusap kuku jemari pada kedua tangan kami. "Cantiknya jari-jari kecil ini. Andai kalian tidak tahu, kalau potongan kuku mungil kalian dapat membawa malapetaka besar,"

Aku menarik paksa tanganku dan tangan Lily dari genggaman Curse. "Jangan menyentuhku, kamu kotor," ketus Lily.

"Kalian tidak tertarik dengan basa-basi? Aku juga sebenarnya membencinya." Curse mengeluarkan boneka kecil, paku dan palu.

"Kalian pernah merasakan muntah paku?" tanyanya.

"Tidak dan tidak akan!" seruku.

Ctak! Panahku melesat, namun Curse menghindar. Membuat panah itu hanya bisa menggores pipinya. Curse membuat wajah kesakitan yang dibuat-buat. "Aku berdarah lho! Sakit~"

Lily berdecak. Dari tangannya bola cahaya keluar, dilemparkan ke penyihir hitam yang dengan gesit menghindari serangan Lily. Curse terlihat terkejut ketika satu bola cahaya mengenai bahunya.

"Kau meremehkanku? Memakai bola kecil yang tak ada apa-apanya," sarkas Curse.

Aku tersenyum. "Kerja bagus Lily."

"Lagi!"

Lily memperbanyak bola yang dikeluarkan. Beberapa mengenai tubuh Curse, ujung bahu, ujung jari. Lama-lama, gerakan Curse melambat dan terlihat semakin ketara.

Ctak! Ctak! Satu dua panah melesat mengenai Curse. Dia meringis. "Sakit.." lirihnya.

Tangannya menggenggam boneka, palu, dan paku erat. Dia memukulkan paku pada kedua boneka itu dengan keras. "Sakit lho, [Name], Lily," dia menyeringai.

Tenggorokanku berasa di isi sesuatu. 'Sesuatu' itu mendesak, meminta dikeluarkan. "Hoek! Uhuk, uhuk!"

Yang keluar dari sana bukan isi perut yang menjijikkan, tetapi sesuatu yang lebih lebih menjijikkan dan.. Mengerikan. Netraku membola melihatnya. Paku dan darah. Keluar dari tenggorokanku.

Skill : Black Magic : Santet

"[Name]!- Uhuk-" Lily berjalan ke arahku, sembari berusaha menahan apapun itu yang ada di tenggorokannya.

Curse memukulkan palunya sekali lagi. "Jangan pikir hanya sampai situ saja~ Kalian sudah menggores tubuhku lho,"

Energiku berasa dikuras habis, seakan ada yang menyedot semua manaku dari tubuh. Aku jatuh berlutut sementara Lily terkapar di sampingku.

Sialan.

🔮🔮🔮

- Vidia
8 Juli 2021 , 12 : 52 siang
785 words

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang