➤ ; 37 ‧ Pulang [END] ‧ 🍀 -

1.3K 86 11
                                    

Aku menggeram melihat Curse yang tertawa sinis melihatku dan Lily tidak berdaya. Serangan kami tadi bukan apa-apa memang, tapi sepertinya kami agak lambat dalam penyerangan.

"Sialan, Curse.."

"Sebenarnya aku ingin berbelas kasih kepada roh ketenangan dan kedamaian kita yang baru mendapat dua kepingan rohnya." Curse menunjukkan ekspresi iba palsu. "Tapi bukankah akan menyenangkan menghancurkanmu menjadi kepingan yang lebih kecil? Tidak mati, tetapi harus menyusun semua dari awal dengan luka abadi. Reset."

Aku membelalak. Kata itu, "Reset", terus terngiang di kepalaku. Perutku tiba-tiba merasa mulas, ada yang mendesak keluar dari tenggorokan. "Akh.. Hoek!" Paku dan darah semakin banyak keluar dari rongga mulutku.

Lily menatap Curse kesal. Iris Ruby tajamnya seakan menolak untuk pergi dari Curse. Lily mengepalkan tangan. Dia menggumamkan sesuatu berulang-ulang.

Tanpa aba-aba, Lucy mengeluarkan satu panah emas dan melemparnya ke perut Curse, seperti dart. Tepat sasaran. Asap hitam keluar dari tubuh Curse. Lily menghela napas, lalu jatuh pingsan.

"Pintar sekali gadis itu, menggunakan sisa mananya untuk menghentikan pergerakanku dan melempar panah ya?" Curse menyeringai. "Sayangnya, bukan seperti panah biasanya yang memiliki kekuatan penuh, panah ini akan membuatku musnah perlahan."

Curse mendekatiku. Tangannya menarik daguku sehingga aku dapat melihat jelas Curse dengan latar belakang pertempuran. Aku mendesis sebal.

"Kalau begitu, ayo mati bersama, secara perlahan dan menyakitkan." Curse menarik beberapa helai rambutku dan melepas paksa kuku dari tiga jariku. Ujung jemari tanpa kuku berdenyut kala darah segar mengalir dari ketiganya. Membuatku mengerang tertahan. Dia mengikat kuku dengan helai rambut [haircolour]ku dan menelannya. Seringainya tidak pupus dari wajah.

Skill : Black Magic : Malka Moma

Darah mengalir dari mulut Curse yang tengah menyenandungkan lagu. Lagu yang terdengar indah dan menyakitkan dalam waktu yang sama. Jemari tanpa kuku berdenyut, kepalaku seperti ditusuk ribuan jarum.

Rasa sakit yang membuatku menjerit sangat keras, sehingga pita suaraku terasa akan putus. Curse tertawa, teriakanku dan teriakan dari medan perang dirasa lucu baginya.

Air mata mengalir dari pelupuk netra Raspberryku. Darah keluar dari mulutku ketika seisi organku sedang perlahan-lahan, sedikit demi sedikit hancur. Kesadaranku mulai lenyap mengawang. Aku menggeram. "Curse.."

"Aku akan mengalahkanmu di pertarungan berikutnya!"

Setelah itu, gelap.

🔮🔮🔮

Mainkan Lagu di Media, Loop : On

Di sebuah pantai, terdengar suara ombak berdebur lembut. Luasnya laut yang biru, dan pasir putih yang halus. Juga langit keemasan dengan matahari di ufuk barat. Berada di ujung garis cakrawala yang membatasi laut dan langit. Golden Hour.

Aku terduduk dengan gaun tipis putih di atas pasir yang juga putih. Di antara semua pemandangan itu, yang paling kusukai adalah lukisan itu. Keluarga yang sedang bermain. Berlarian menyisir bibir pantai. Mereka yang sudah kurindukan tiga- tidak, tujuh bulan ini.

Aku berlari mendekati mereka. Ingin rasanya memeluk mereka. Tetapi.. tidak. Aku tak dapat meraih mereka. Tubuhku semakin transparan, kala tanganku menembus tubuh mereka.

Tidak..

"Tidak!"

Aku mengerjap. Ditelingaku terdengar alunan melodi dari piano. Aku menengok sekeliling. Kamar di istana kebajikan. Kamarku yang sama. Meski aku tidak ingat pernah ada grand piano dan bonus ikemen didalamnya.

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang