➤ ; 06 ‧ Magic ‧ 🍀 -

1.7K 260 18
                                    

Mata Vidia kini tertuju pada pintu. Seakan tau pintu itu akan diketuk, dan benar saja. Sepersekian detik kemudian suara itu datang disusul suara pintu yang berkerit pelan.

"Lihat, siapa yang datang. [Name], aku pergi dulu. Aku akan datang untuk membawa makan siang, jangan lupa minum obat, ya!" kata Vidia seraya melengos pergi.

Dilihat anak manis bersurai putih datang melangkahkan kaki mendekat kearahku. Ya, Norman yang kecerdasannya tak berujung datang.

"Hai, Norman." sapaku seraya tersenyum tipis.

"Hai [Name]." sapanya balik dengan senyum manis.

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya.

"Tentu saja. Ayolah, aku tidak akan mati karena demam ringan." jawabku menggerutu.

"Jangan meremehkan demam. Kamu sudah makan?" tanyanya lagi.

"Sudah, bagaimana denganmu?" tanyaku balik.

Norman melirik kearah jam didinding. "Belum, masih jauh sebelum jam makan tiba,"

Aku ikut melihat kejam yang dilirik Norman. "Wah, baru pukul lima pagi." kataku.

"Umm, [Name] aku ingin bertanya,"

"Ada apa?"

"Saat aku akan masuk kesini aku tidak sengaja mendengar sesuatu dari dalam kamar ini. Suara kau bicara dengan Vidia, benar?" ujarnya terdengar serius.

"Iya," jawabku sedikit tegang.

"Aku dengar kalian bicara dengan bahasa asing. Bahasa apa itu? Bisa kau mengajariku?" sambungnya.

Aku mengembuskan napas lega pelan. "Huft. Itu bahasa Indonesia. Ah, aku tidak bisa mengajarimu tapi.. er.. aku bisa memberimu kamus? Aku tidak pandai mengajari orang."

"Tidak apa-apa, terimakasih [Name]."

Aku membalasnya dengan senyum. Tak sengaja mataku menangkap sebuah gelas kecil, berisi cairan berwarna hijau yang jernih. Disampingnya ada kertas notes dengan tulisan berisi, Ini obat, minum ya dengan emoticon wajah tersenyum.

"Ah, obat.."

Kuambil gelas kecil itu, lalu kuminum semua isinya. Rasanya manis.

"Oh iya, ada satu lagi yang ingin aku tanyakan,"

"Vidia itu, tidak sedang mengancammu atau apapun, 'kan?" tanya Norman.

"Tidak kok. Aku bisa bilang dia ada dipihak kita." kataku meyakinkan.

Aku mengerti sih, dari pertama melihat Vidia itu sudah terasa licik dan jahat seperti peranan antagonis.

"Ah, aku hanya khawatir karena tak sengaja mendengar percakapan aneh antara Mama dan Vidia,"

"Vidia bilang semacam, memanggang otak kita, dan membumbuinya,"

"Aku curiga dia semacam iblis berwujud manusia sempurna atau semacam kanibal." jelas Norman.

"Oke, itu seram. Akan kucoba tanyakan saat nanti aku bertemu dengannya lagi. Aku harap aku tidak dimakan duluan olehnya, jika dia menggigit kepalaku nanti, artinya selamat tinggal."

"[Name], tidak lucu."

🔮🔮🔮

Huwah, setelah minum obat, aku mengobrol sebentar dengan Norman dan tidur. Saat bangun kepalaku rasanya ringan sekali! Demamku seakan menguap tanpa bekas.

Aku lekas turun dari kasur. Kulihat sekarang sudah pukul 8, anak-anak lain seharusnya sudah selesai sarapan. Aku lalu berganti baju seperti biasa. Saat melalui ruang makan, aku melihat ada Isabella, Vidia, Krone, dan beberapa anak yang sedang mencuci piring.

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang