"Dev, can I ask you something?"
Deven mengerutkan dahinya. "Boleh, Jo. Apa emang?"
"Lo sukanya sama siapa sih?"
Nafas Deven tercekat. Hatinya bertanya-tanya mengapa Joa meneleponnya hanya untuk bertanya tentang itu.
"Privacy. Gue nggak bisa jawab."
Di seberang sana, Joa menyunggingkan senyum miringnya. "Nggak bisa atau nggak mau?"
"Berisik, gue sibuk." Tepat setelah Deven berkata demikian, ia memutuskan panggilan tersebut secara sepihak. Lelaki itu menghempaskan badannya di atas kasur kesayangannya. Pikirannya mulai berkecamuk. Sejujurnya, ia juga mempunyai pertanyaan yang sama. Sebenarnya ia suka siapa?
Sontak Deven mengusir pertanyaan tersebut dari pikirannya. Yang benar saja! Saat ia sudah ingin mendekati Charisa mengapa pertanyaan tersebut tiba tiba menghampirinya?
Tak dapat dipungkiri, hati Deven menghangat ketika berada di dekat Anneth. Ah, Deven jadi teringat ucapan Anneth saat di kantin tadi. 'Kamu ganteng. Aku sudah pernah bilang belum?'
Oh ayolah, kenapa Deven menjadi bimbang seperti ini?
Merasa pusing, akhirnya Deven memutuskan untuk berkunjung ke alam mimpi.
Sementara itu, di sisi lain, Joa menghela napas. Ia mulai tau siapa yang Deven sukai. Dugaannya tertuju pada Charisa. Seketika rasa bersalahnya menguak. Membanjiri setiap sudut relung hatinya. Bayang-bayang saat Anneth bersedih karena perasaannya muncul di kepalanya. Apakah dengan begini, Joa seakan-akan membuat sahabatnya sendiri sakit hati?
***
Charisa tersenyum. Ia menatap seporsi sate di depannya dengan mata berbinar. Lantas menolehkan kepalanya pada Clinton. Tersenyum. "Makasih, Clinton!"
Clinton membalas senyuman tersebut. Ia menguyel pipi Charisa sekilas. "Iya, sama-sama, Cha," balasnya gemas.
Setelah itu keduanya melahap santapan di hadapannya dengan lahap. Terutama Charisa.
Namun ada satu hal yang gadis itu tak sadari. Charisa salah tingkah. Pipinya memerah. Ia merasa ada kupu-kupu beterbangan di perutnya. Terlebih ketika Clinton mengusap saus kacang yang belepotan di sekitar mulut gadis itu. Tolong siapa pun, beri Charisa ruang untuk bernapas sekarang.
Tentu saja tingkah Charisa tak luput dari pandangan Clinton. Ia menyadari pipi gadis di hadapannya ini semerah tomat. Hal itu membuatnya lega. Setidaknya, itu membuktikan Charisa masih menyimpan perasaan padanya.
"Setelah ini mau kemana, Cha?"
Charisa tampak berpikir. Mulutnya masih sibuk mengunyah, namun di otaknya sudah muncul beberapa destinasi yang mungkin bisa mereka kunjungi. "Mau beli boneka, boleh ya?"
Mendengarnya, Clinton tertawa. Sungguh, Charisa tampak seperti anak kecil sekarang. "Mau boneka yang gimana, hm?"
Mata Charisa membulat. Tak menyangka idenya di respon dengan baik. "Mau yang besar! Biar bisa gue peluk," pintanya.
"Yaudah, nanti gue beliin," jawab Clinton akhirnya. Tangannya terangkat untuk merapikan rambut Charisa. Ia terkekeh melihat gadis-nya yang lagi-lagi tampak salah tingkah.
"Pelan-pelan makannya, Cha. Nanti keselek."
***
"Kamu kenapa sih, Neth?"
Anneth menghiraukan pertanyaan Andrew. Pikirannya sedari tadi tertuju pada pesan Aland yang dia dapat tadi pagi. Sungguh, Anneth takut!
Ia menatap jam dinding di rumah nya dengan khawatir. Pukul 14.30. Haruskah ia datang menemui Aland?
![](https://img.wattpad.com/cover/171964547-288-k566937.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The One And Only [END]
FanfictionKisah tentang 2 manusia yang terjebak dalam kesalahpahaman dan tidak mau mengakui keadaan. Cerita tentang 2 manusia yang bimbang dalam memilih keputusan. Mencintai atau dicintai? Mana yang lebih baik? . . . Story about Neth.Dev.Cha ________________...