DELAPAN BELAS

726 70 5
                                    

"Neth!"

Anneth tersenyum melihat siapa yang memanggilnya. "Kenapa, Dev?"

"Ada waktu?" tanya Deven berbasa-basi.

"Hari ini?" tanya Anneth yang dibalas anggukan Deven.

"Enggak sibuk sih kayaknya, kenapa emang?"

Deven menghembuskan nafas lega. "Habis pulsek, ke cafe yok!"

***

"Yul lah!"

Charisa tersenyum melihat Joa kembali bahagia. Baru saja Anneth menceritakan kejadian yang dialami Anneth dan Joa, kepadanya. Untuk menghibur Joa, Charisa mengusulkan mengajak Joa menginap di rumahnya hari ini. Sekalian menemani Charisa yang ditinggalkan orang tuanya ke luar kota sepekan kedepan.

"Btw, Anneth kemana, Cha?" sepertinya Joa baru menyadari ketidakberadaan Anneth.

"Ke kantin tadi, haus katanya," balas Charisa ringan.

Joa hanya manggut-manggut mengiyakan.

***

"Jadi gimana, Neth?"

"Aku ke cafe dulu, Cha. Abis itu baru ke rumah kamu. Baju aku masih ada kan? Nah, aku pake itu aja dulu," jelas Anneth saat Charisa menanyainya.

Anneth memang sudah beberapa kali menginap di rumah Charisa. Sebagian besar karena mendadak. Oleh karena itu, maminya Charisa mengusulkan untuk menyimpan beberapa pakaian Anneth di rumahnya. Agar kalau Anneth mendadak menginap, ia tidak akan repot lagi.

"Ya udah kalau gitu."

"Aku nitip Joa ya, Cha," pesan Anneth.

"Iya, kamu bisa mercayain Joa ke aku," balas Charisa sambil menepuk pundak Anneth.

"Tuh! Deven udah nungguin." Charisa menunjuk Deven yang sedang bersandar di motor ninjanya.

Anneth tersenyum. "Duluan, Cha," pamit nya.

Charisa mengangguk, senyumnya belum pudar hingga motor Deven sudah meninggalkan parkiran sekolah.

"Ucha!"

***

"Iya, Dev?"

Anneth sedikit mencondongkan badannya agar bisa mendengar suara Deven. Maklum, kondisi mereka saat ini masih sedang berada di atas motor. Ditambah Anneth memakai helm, kemampuan pendengaran nya sedikit menurun.

"Ngobrol apaan tadi dengan Ucha?"

"Bukan apa apa," balas Anneth seadanya.

Deven menghela nafas. "Dibalik bukan apa apa, ada apa apa loh, Neth."

"Iya deh, nanti aku ceritain, tapi fokus ngendarain dulu, jangan ngobrol, kalau kecelakaan, tau rasa."

Deven terkekeh. "Siap laksanakan."

***

Charisa menatap penuh selidik seseorang yang berada di depannya.

"Mau ngomong apaan, Den?"

Friden masih diam, sibuk menyusun kata.

"Mau bahas kejadian kemaren di Cafe?" tanya Charisa to the point.

Ia muak dengan Friden yang dari tadi terdiam. Bahkan tidak menatap matanya sama sekali. Friden terperangah. Bagaimana Charisa tau hal yang ingin Friden bahas?

"Iya, Cha"

"Kalau gitu, jelaskan." Charisa sama sekali tidak berniat menolak penjelasan Friden. Menurutnya, dalam suatu masalah, harus di lihat dalam 2 sisi yang berbeda. Jangan hanya terpatok ke salah satu sisi. Itu tidak akan adil.

"Itu sepupu gue, Cha. Dia sepupu gue yang paling dekat dengan gue. Sayangnya, kami terpisah pulau beberapa tahun lalu."

Charisa mendengar dengan seksama.

"Kemaren, dia pindah ke kota kita, Cha. Bunda gue nyuruh gue nemenin dia keliling kota. Gue gak bakal bisa nolak. Gimana pun juga, gue ama dia udah dekat sejak umur dua tahun."

"Kalau gitu, kenapa lo gak jelasin ke Joa langsung di Cafe kemaren?" potong Charisa.

"Bentar bentar, gue selesaiin cerita gue dulu, baru gue jawab pertanyaan lo."

Charisa mengangguk setuju. 2 menit berlalu. Namun Friden belum juga melanjutkan ceritanya. Charisa menyerngitkan dahinya heran.

"Den?"

"Eh, tadi sampai mana, Cha?" tanya Friden sambil cengengesan.

Charisa menghembuskan nafasnya. "Sampai kenal dari umur 2 tahun," ingat Charisa.

"Nah iya, waktu gue nemenin dia keliling, dia bilang kalau dia haus, ya gue tawarin mampir sebentar di cafe terdekat. Yaa, kebetulan itu cafe yang Anneth dan Joa kunjungi beberapa menit kemudian."

"Terus kok dia kayak ngedeketin lo gitu?" potong Charisa lagi.

Rasa penasarannya sudah berada di ubun ubun.

"Entah karena baru ketemu setelah 1 tahun, atau karena dia emang kangen gue, dia jadi manja ke gue. Otomatis gue gak bisa nolak dong. Gimana pun juga, gue gak bisa boongin diri sendiri kalau gue juga kangen ama dia."

Charisa manggut-manggut mengerti. Kalau Charisa dengan Deven yang notabene nya hanya sahabat saja bisa bertingkah seperti pasangan, bagaimana dengan Friden dengan sepupunya itu yang memang memiliki hubungan darah?

"Gue baru nyadar kalau ada Joa saat Joa sudah membuka pintu cafe. Gue yakin dia ngeliat semuanya. Sebenarnya, gue pengen langsung ngejelasin ke dia. Tapi gue gak bisa, Nashwa masih gak bisa ditinggal."

"Nashwa?" ulang Charisa.

Friden mengangguk. "Iya, Nashwa. Sepupu gue yang gue bilang tadi."

***

"Mau pesen apa, Neth?"

"Ikut kamu aja, Dev."

Deven memanggil pelayan yang berada tidak jauh darinya. Seusai memesan, Deven menatap Anneth yang berada di hadapannya.

"Kenapa, Dev?" tanya Anneth. Jujur, ia salah tingkah saat ditatap oleh Deven seperti sekarang ini.

"Cantik."

"Eh-" Anneth yakin, pipinya sudah seperti kepiting rebus sekarang. Sementara Deven hanya terkekeh melihat Anneth yang tersipu karena perbuatannya.

"Tadi katanya ada yang mau ditanyain," ingat Anneth.

"Oh iya." Deven mengeluarkan HP nya.

"Kamu kenal nomor ini?" tanya Deven sambil menunjukkan nomor yang kemaren menelponnya di HP.

Anneth membaca nomor yang disodorkan Deven dengan seksama. Sepertinya ia mengetahui 4 angka terakhir dari nomor tersebut. Anneth segera mengambil HP nya. Membuka kontak seseorang, lantas mencocokkannya. Tidak salah lagi.

"Tau, Dev."

Deven terus menatap Anneth. Menunggu lanjutan perkataan gadis itu.

"Dia temen aku di Florida. Andrew."
_________________________________________

Heyyo guys!!!
apa kabar nih kalian semua?
Enjoy reading!!ii
Hwhw

- Kamis, 04/07/2019 -

The One And Only [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang