DUA PULUH LIMA

246 28 1
                                    

"Gimana-gimana, Clin? Jogging? Besok?"

Diseberang sana, Clinton mengangguk. Sedikit terkekeh mendengar suara Charisa yang terdengar antusias.

"Iya, Cha. Bisa nggak?"

Wajah Charisa seketika berseri. "Iya, bisa! Jam enam kan?"

"Iya."

"Oke, see you..."

Pip.

Senyum Charisa tak memudar sejak 5 menit yang lalu. Padahal sekarang sudah jam 12.30.

Kalau Deven mengetahui bahwa ia belum tidur, sudah bisa dipastikan sahabatnya itu akan mengamuk. Yah, Charisa tidak ingin membayangkannya.

Setelah mulai menormalkan suasana hatinya, ia melangkahkan kakinya menuju lemari pakaian yang berada di pojok kamar. Berniat memilih pakaian yang ingin ia pakai besok.

Butuh sekitar 7 menit untuk Charisa memilih baju.

Pilihannya pun jatuh pada celana training hitam, beserta kaos abu-abu dengan sablon berlengan pendek. Tak lupa sepatu nike kesayangannya.

Setelah dirasa siap, Charisa memakai skincare, lantas bersiap tidur.

Ah ya, ia lupa membalas ucapan 'Good night' dari Deven tadi.

Gadis itu meraih handphonenya. Mengetik sebuah pesan.

Send.

"Let's sleep!" Charissa menaruh handphone nya di meja sebelah ranjangnya. Lantas mencari posisi yang nyaman. Terlelap.

Charissa sudah masuk ke alam mimpi, menyisakan seseorang di ruangan lain dengan harapan yang tak bisa terealisasikan.

***

"Mau kemana, Cha?"

Charissa menoleh ke arah Deven yang baru saja keluar dari kamar -tamu- nya. Gadis itu berusaha menelan roti yang baru saja ia lahap, lantas menjawab pertanyaan Deven.

"Mau jogging bareng Clinton, lo ga ada rencana mau ngapain gitu hari ini?"

Deven berpikir sejenak. "Nggak ada. Gabut doang lah gue di rumah."

Charisa terkekeh. Tiba-tiba terlintas sebuah ide di otak gadis itu. "Nggak mau jalan-jalan sama Anneth, Dev?"

Deven yang terlihat mempertimbangkan saran Charisa, akhirnya mengangguk. Tidak ada salahnya juga, kan?

"Oke deh, nanti gue kasih tahu Anneth deh, lo siap-siap aja. Gue pamit dulu ya? Byee..."

Deven melambaikan tangannya pada Charisa yang terlihat tergesa-gesa memakai sepatunya. Lantas berlari ke luar rumah, menyusuri jalan raya.

Sepeninggalan Charisa, Deven terduduk di kursi yang berada tak jauh darinya. Pikirannya sibuk menerawang.

Kalau gue nembak Ucha, bakal diterima nggak ya?

Atau gue nyerah aja? Anneth keknya sabi kalau dijadiin pacar.

Eh, mikir apa sih lu Dev! Ya kali lu nyerah gitu aja. Harus perjuangin pokoknya.

Tring!

Deven meraih handphone-nya yang berada di meja, lantas membaca pesan yang baru masuk. Dari Anneth.

'Mau kemana, Dev?'

Deven menghela nafas, ia pun tak tahu ingin membawa Anneth kemana.

Tadi ia hanya mengangguk menyetujui karena Charisa yang menyarankan, bukan karena bener-bener tahu ingin mengajak Anneth jalan-jalan kemana.

The One And Only [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang