ENAM BELAS

1.2K 94 17
                                    

"Gimana, Neth?"

"Gimana apanya?"

"Si itu. Masih gangguin kamu?"

"Oh. Enggak kok, Drew. Dia gak berulah lagi."

Diseberang sana, Andrew mengangguk. Wajah yang awal nya cemas berubah menjadi lega.

"Eh, Neth. Aku dipanggil Mama. Udah dulu ya...."

"Iya. Titip salam buat Mama ya."

"Sip! Bakal ku sampaikan."

Anneth mengangguk. Lantas, memutuskan sambungan telponnya.

"Siapa yang nelpon, Neth?" tanya Joa.

"Andrew, Jo," balas Anneth sembari memainkan HP nya.

"Oh. Andrew sahabat kamu di Florida itu?" tanya Joa memastikan.

"Iya," jawab Anneth singkat.

"Oh iya Jo," pandangan Anneth kini beralih pada Joa.

"Apa, Neth?"

"Kamu ama Friden gimana?"

"Gak gimana-gimana," jawab Joa. Dari ekspresinya, terlihat ia tidak ingin membahas itu.

"Dia belum jedor kamu?" tanya Anneth lagi.

Joa mendecak kesal.

"Ish! Tanya aja sama dia!" Joa bangkit, lantas pergi meninggalkan Anneth sendiri di kelas.

Kelas? Iya, kelas. Sebenarnya, hari ini sekolah mereka libur, karena guru-guru ada acara di sekolah lain. Tapi, karena terlalu rajin, Anneth dan Joa berangkat ke sekolah. Lumayan, numpang wifi kan?

Ada yang pernah kayak gini? Aku sih sering....

"Lah? Joa! Masa aku ditinggal sih? Ish!"

Dengan situasi mood yang buruk, Anneth lari menyusul Joa entah kemana. Sembari mengutuk temannya yang satu itu.

"Kenapa sih?" tanya Anneth pada Joa yang sedang duduk di taman.

Yang ditanya tidak menggubris.

***

"Lo kenapa, Dev?"

Deven hanya melirik gadis di sampingnya. Charisa hampir frustasi menghadapi sahabatnya.

"Jalan, yuk!" ajak Charisa.

Deven menoleh ke Charisa. Dengan tatapan datar.

"Kenapa sama gue?"

Mendengarnya , Charisa menyerngit heran.

"Kenapa gak sama Clinton?"

Seketika, Charisa tersenyum paham. Ia mengerti mengapa Deven mendiamkannya sejak 30 menit yang lalu.

"Lo marah karena ucapan gue kemaren?" tanya Charisa.

Deven diam. Namun, Charisa tau. Jawabannya adalah 'Iya'. Sontak, tawa Charisa meledak.

"Baperan amat sih!" Charisa menepuk bahu Deven. Tidak keras, namun cukup untuk membuat Deven semakin kesal.

"Jadi jalan gak?" tanya Deven.

Yang ditanya sedang berusaha menghentikan tawanya.

Dasar!

Deven bangkit, lantas meninggalkan Charisa. Bergegas pergi menuju kamarnya. Untuk bersiap siap. Sepeninggalan Deven, Charisa sudah bisa mengendalikan tawanya. Ia tersenyum simpul menatap pintu rumah Deven yang belum ditutup sejak dia datang kemari.

Sepuluh menit berlalu. Kini, Deven telah siap. Jangan ditanya alasan Deven lama. Dari pagi, Deven belum mandi. Itulah mengapa, dia membutuhkan waktu yang lama hanya untuk siap-siap.

"Udah?" tanya Charisa basa-basi.

"Gak usah basa-basi," ketus Deven.

Charisa menghela nafas.

Masih marah ternyata.

"Ayo!" ucap Deven yang sudah siap di atas motor ninjanya.

Charisa segera menyusul Deven. Lantas, menaiki motor sahabat laki-laki satu-satunya.

"Masih jauh?"

***

"Enggak kok, Jo. Udah dekat," jawab Anneth.

Sesekali, ia menengok ke arah Joa yang berada di belakangnya.

"Capek, Neth," keluh Joa.

Anneth berhenti berjalan. Ia membalikkan badannya.

"Kalau kamu capek, kamu tunggu aja disini. Biar aku yang beli," usul Anneth.

Sebenarnya, itu ide yang baik. Namun, jelas akan ditolak mentah-mentah oleh Joa. Dia yang dari tadi berhenti aja capek, apa kabar Anneth yang tidak ada berhenti sama sekali?

"Enggak! Kita jalan lagi!" Joa tidak main-main dengan ucapannya. Ia segera berdiri, lalu berjalan dengan semangat.

Anneth tersenyum melihat semangat Joa. Ia mempercepat langkahnya, menyusul Joa yang sudah berada didepan.

***

"Masih marah, Dev?" tanya Charisa.

Kini, Charisa dan Deven sedang berada di danau. Tempat ini memang menjadi tempat favorit keduanya. Sejak mereka kecil.

"Enggak. Kecewa aja."

"Jangan gitu dong. Kamu tetap jadi yang terbaik kok," hibur Charisa.

Seutas senyum terukir di wajah Deven. Lantar, ia mengangkat tangannya. Memutuskan merangkul Charisa. Sebagai balasan, Charisa menyenderkan kepalanya di bahu Deven.

➰➰➰

"Enak kan, Jo?" tanya Anneth.

"Iya, Neth! Enak banget malah. Gak sia-sia aku kesini," balas Joa. Lantas, kembali menyantap makanan dihadapannya.

Anneth terkekeh. Ia pun memutuskan mengikuti Joa. Turut menyantap makanannya.

"Eh, Neth."

Anneth menoleh.

"Itu Friden ya?"
______________________________________

"Itu Friden ya?" ______________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Rabu, 03/04/2019

The One And Only [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang