DUA PULUH SATU

596 46 2
                                    

"Woi, bangun! Udah pagi nih." Joa mengguncang badan Anneth dan Charisa. Berharap kedua sahabatnya itu terbangun dari tidur lelapnya.

Perlahan mata Anneth mulai terbuka. Ia beranjak duduk, lalu menatap sekeliling. Mengumpulkan nyawa. Joa tersenyum lega saat Anneth sudah terbangun. Sekarang, ia harus fokus pada tujuannya. Membangunkan Charisa yang kini tengah senyum-senyum sambil bermimpi.

"Gesrek emang," gumam Joa.

"Ucha! Bangun woi, udah jam 7 nih!" teriak Joa tepat ditelinga Charisa.

Seketika Charisa terbangun. Matanya langsung terbuka sempurna.

"Ha? Jam 7?" mata Charisa menatap jam yang berada tpat di dinding di hadapannya.

Sesaat kemudian, ia menatap Joa datar. "Jam 7 pala lu! Masih jam setengah 6, Joa," kesalnya.

"Biarin. Kalau gak kayak gitu, lo gak bangun bangun."

"Berisik banget sih," ucap Anneth yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Sontak, Joa menyerngitkan dahinya. "Loh, Neth, kapan mandinya?"

"Barusan," jawab Anneth enteng.

"Ihh, gue masih ngantuk, Joa! Lo ganggu mimpi indah gue tau gak?" kesal Charisa yang kembali membaringkan badannya.

"Gue gak tau, dan gue gak mau tau! Cepet bangun!"

Anneth menyentuh pundak Joa. Ia tersenyum seolah memberi isyarat, 'Aku aja yang urus.' Joa menghela nafas pasrah. Ia kemudian beranjak mengambil handuk, bergegas mandi.

"Cha, bangun yuk. Katanya mau berangkat pagi?" ucap Anneth dengan lembut.

"Iya-iya, gue bangun."

➰➰➰

"Nah, gitu dong!"

Anneth yang merasa sebal dengan Charisa hanya bisa menghela nafas gusar.

"Welcome, Neth," sapa Deven sembari terkekeh melihat wajah kusut dari sahabatnya.

"Udah ah, gak usah cemberut gitu."

Anneth hanya menatap Deven datar. Ia masih kesal karena Charisa memintanya untuk bertukar tempat duduk bersama Clinton.

"Kamu gak ngerti gimana rasanya," balas Anneth jutek sembari duduk di sebelah Deven.

"Iya deh, aku iya-in aja ya Neth? Biar kelar."

Bugh!

"Aw! Sakit Neth!" ringis Deven ketika mendapat pukulan dari Anneth menggunakan buku tulis yang sedang Anneth pegang.

"Masa?"

"Iya lah! Kamu gak ngerti gimana rasanya," kesal Deven sembari mengusap kepalanya yang menjadi korban pemukulan itu.

"Iya deh, aku iya-in aja ya Dev? Biar kelar." ucap Anneth sarkas. Ia tersenyum puas karena bisa membalikkan perkataan Deven tadi.

"Ih, dasar!"

***

"Joa! Tolong, dengerin gue dulu ya?"

Joa membalikkan badannya, menghadap seseorang yang sedari tadi mengejarnya, Friden. "Silahkan."

Friden menarik nafas sejenak, lalu menjelaskan semuanya. Persis seperti yang ia jelaskan kepada Charisa. Tidak lebih, tidak kurang.

"Maaf ya?"

Joa berfikir sejenak, "Oke."

Friden tergelak, begitu saja?

"Lo maafin gue?"

Bukannya menjawab, Joa tersenyum miring. Lalu beranjak meninggalkan Friden yang sedang dilanda kebingungan.

"Joa! Makasih ya!" teriak Friden begitu Joa sudah berjalan meninggalkannya.

Sementara Joa hanya tersenyum kecil mendengarnya.

***

"Sama-sama, Cha," balas Clinton tulus.

"Makan dulu yuk!" ajak Charisa begitu makanan mereka sudah berada di hadapan keduanya.

Clinton mengangguk setuju, lalu melahap makanan yang tadi ia pesan.

"Cha."

Charisa menoleh ke arah Clinton yang memanggilnya seraya menyeruput minuman yang berada dihadapannya.

"Kenapa, Clin?"

"Anneth marah ya kalau tempat duduk gue sama dia dituker?"

Charisa cengengesan mendengar pertanyaan Clinton. "Santai aja lah, gue yakin dia pasti ngerti, kok."

Clinton akhirnya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Udah lah, gak usah dipikirin."

"Iya deh."

Dua menit kemudian diisi oleh keheningan. Hanya suara sendok dan garpu yang menemani kesunyian suasana itu.

"Oh ya Cha, Joa sama Friden ada masalah ya?"

Pertanyaan Clinton kali ini, sukses membuat Charisa tersedak. Ia segera meminum minumannya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan tadi.

"Kenapa lo menyimpulkan seperti itu?" tanya Charisa dengan tatapan penuh selidik.

"Tadi gue liat mereka ngobrol serius gitu."

Charisa menyerngitkan dahinya. Hey, bukankah selama ini Joa menghindari Friden? Lantas, bagaimana bisa Joa dan Friden bercakap-cakap? Aneh.

***

"Kamu kenapa Neth? Diem-diem aja."

Anneth melirik sekilas kearah Deven yang berada di sampingnya. "Kamu inget orang yang nyapa aku di taman kemaren?"

Deven berpikir sejenak. "Oh, yang kamu sampai takut itu?"

Anneth mengangguk.

"Emang dia siapa, Neth?" tanya Deven penasaran.

Anneth menunduk dalam. Sungguh, ia tak pernah ingin mengingat kejadian itu lagi.

"Neth?"
______________________________________________

Hai semuaaa!!!
Pakabar nihhh? Hehe:v
Oh iya, maap yak saya ngilang bagai ditelan bumi:v
Saya mo nanya ni.
Mending cerita ini diapus, atau dilanjutin tapi bakal lamaaaaaaaaa banget lanjutinnya??
Aku mo nanya aja si:v
Mana tau dari kalian ada yang gak betah nunggu lama lama kan?
Hehehe:))

Bayy, lop yuuu~

- Senin, 23/12/2019 -

The One And Only [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang