"ANNETH! KOK GAK BILANG KELASNYA DISINI?!"
"UCHA! SUARA LO BISA DIKECILIN GAK SIH?!" Joa tampak stress menghadapi sahabatnya ini.
"LAH? LO JUGA NGEGAS KAN?" protes Charisa.
"Ucha! Joa! Diam atau gue tulis nama kalian di buku pelanggaran? " ancam seseorang. Cowok yang mengantar Anneth tadi.
"Yah jangan dong Dev, sorry ya...," Charisa terkekeh.
Deven mendengus kesal, lalu melangkahkan kakinya keluar kelas.
Charisa hanya tersenyum maklum. Ia tau sahabatnya yang satu ini sedang badmood. Kalau tidak, ngapain juga dia negur Charisa yang teriak? Biasanya juga dia yang membuat Charisa ngegas. Dia, Deven. Satu satunya sahabat cowok yang Charisa punya.
Wait, sahabat? Iya, sahabat. Satu yang belum kalian tau. Charisa dan Deven telah mengenal sejak kelas 3. 1 tahun setelah Anneth pindah.
Charisa yang enggan berteman setelah Anneth pindah, dan Deven yang dijauhi oleh temannya, membuat mereka cocok satu sama lain. Cocok sebagai sahabat maksudnya. Sejak saat itu, mereka bersahabat dekat. Deven membuat Charisa sadar, bahwa masih ada yang peduli dengannya. Dan Charisa membuat Deven sadar, bahwa masih ada yang mau dengannya.
Sementara Charisa mengenal Joa sejak kelas 7. Dan alasan badmood Deven sekarang, sama dengan alasan badmood nya saat Charisa dekat dengan Joa. Deven cemburu. Ia cemburu melihat Charisa dekat dengan yang lain. Walaupun itu cewek.
Deven pikir itu hanya naluri seorang sahabat yang tidak suka sahabatnya akrab dengan yang lain. Kalau kalian deket ama orang, pasti cemburu kan ngeliat orang itu akrab dengan yang lain. Namun, Deven belum menyadari satu hal. Satu hal yang akan membuat persahabatan 3 gadis itu tidak sama lagi.
"Kalau sama Deven aja, nurut," ucap Joa dengan nada meledek.
"Gimana pun juga dia sahabat kedua ku setelah Anneth," balas Charisa tenang. Tidak terpancing sama sekali.
"Kalau sama Clinton?" ledek Joa lagi. Ia menyenggol bahu Charisa.
Joa jelas tau rahasia terbesar Charisa. Yang tidak diketahui Deven. Charisa terbelalak.
"Joa! Apaan sih!" Untuk kali ini, tidak mungkin Charisa tidak terpancing.
Charisa mendorong kasar bahu Joa. Hingga gadis itu terjatuh dari kursinya.
"Santai dong, Cha." Joa bangkit, lalu memperbaiki posisi duduknya.
Anneth yang dari tadi diam, buka suara. "Hey, kayaknya aku ketinggalan banyak cerita nih."
Joa terkekeh. Sementara Charisa masih memasang wajah kesalnya.
"Ululu, Ucha kesayangan Joa jangan ngambek dong," timpal Joa. Ia berusaha meredakan kekesalan Charisa.
"Joa!" Charisa merasa risih dengan perlakuan Joa.
"Elah, Cha, jangan ngambek dong. Kan Joa cuma bercanda, " bujuk Anneth.
Mendengar Anneth membujuknya, Charisa tersenyum.
"Ok. Kalau mau aku gak ngambek lagi, turutin dulu kemauan ku"
"Apa?" tanya Joa penasaran.
"Sabtu ini, jam dua belas 'teng', kita ngumpul di rumah Anneth. Sekalian nginep. Hari minggunya, kita ke Mall. Kalian harus traktir aku nonton, sekalian traktir makan juga. Gimana? Aku gak menerima penolakan." Charisa tersenyum puas.
Anneth dan Joa terbelalak. Bukan karena rencana yang dadakan. Melainkan karena mereka harus traktir Charisa makan. Bayar sendiri aja dia makan satu kulkas, apalagi kalau di traktir. Bisa habis uang tabungan mereka 5 tahun terakhir ini.
"Inget, aku gak menerima penolakan."
"CHARISA!"
***
Kini, sudah jam pulang. Semua murid di kelas Anneth auto bubar. Walaupun kelas unggulan, mereka tetaplah murid pada umumnya. Yang terlanjur cinta pada istirahat, bel pulang, dan jam kosong.
Namun tidak bagi Anneth. Biasanya, ia menunggu sekitar 30 menit setelah bel pulang. Bukannya gak mau pulang. Ia hanya menghindari keramaian.
Anneth mengisi waktunya dengan membaca novel kesayangannya. Ia begitu larut dalam ceritanya. Hingga tak sadar ada yang memanggilnya sedari tadi.
"Eh, kenapa Dev?"
"Lo gak pulang?" tanya Deven sambil mengacak lacinya.
"Pulang kok. Cuma lagi ngindarin keramaian aja," jawab Anneth. Ia menyudahi aktivitasnya.
"That's weird," gumam Deven.
Anneth terkekeh. Ia memasukkan bukunya kedalam tas. Hendak pulang.
"Cari apa Dev?" tanya Anneth heran.
"Buku kecil," jawab Deven singkat, padat, tidak jelas.
Anneth teringat sesuatu. Ia merogoh kantong bajunya.
"Yang ini?" tanya Anneth sambil menunjukkan buku kecil bersampul polos berwarna biru dongker, bertuliskan 'Ma Bro'.
"Lo dapet dari mana? Gak bilang." Deven mengambil buku itu dari Anneth.
"Sorry," kekeh Anneth.
"It's okay." Deven tersenyum.
Perlakuannya kini sangat kontras dengan perlakuannya tadi pagi. Setelah mengambil buku, Deven tidak beranjak dari posisinya. Kini, Anneth dan Deven berhadapan. Deven tersenyum pada Anneth. Senyum yang bisa melelehkan semua cewek jika melihatnya.
"Maaf ya atas sikap gue tadi pagi," ucap Deven ramah. Senyumnya masih terukir di wajahnya.
"Makasih juga udah nemuin buku gue."
Anneth mengalihkan pandangannya ke lantai. Jika ia menatap Deven lebih lama, sudah dipastikan jantungnya akan bermasalah.
"Gue pulang dulu ya."
Deven mendekati telinga Anneth.
"See you again," bisiknya lalu berlari meninggalkan Anneth yang diam terpaku.
Sontak, pipi Anneth memanas. Jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat.
Kalau maksudmu ingin membuatku terbang, kau berhasil.
____________________________Lo halo! Ni chapter gak kependekan kan?
Semoga enggak lah.
Siapa yang pengen ikut MnG nya Deven ama Ucha?
Aku sih pengen, tapi apalah daya ku yang beda pulau ama mereka :'(
Dah lah ya...
See you in Chapter selanjutnya!- Jumat, 04/01/2019 -
KAMU SEDANG MEMBACA
The One And Only [END]
FanfictionKisah tentang 2 manusia yang terjebak dalam kesalahpahaman dan tidak mau mengakui keadaan. Cerita tentang 2 manusia yang bimbang dalam memilih keputusan. Mencintai atau dicintai? Mana yang lebih baik? . . . Story about Neth.Dev.Cha ________________...