ENAM

1.3K 95 2
                                    

Deven menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya sedang kacau sekarang. Perkataan Anneth terngiang-ngiang di kepalanya.

"Kamu kenal Ucha sejak kelas 3. Aku kenal Ucha sejak 1 bulan. Bahkan kami dilahirin di rumah sakit yang sama. Kamu bisa nyimpulin sendiri lah jawabannya."

Deven menghela nafas gusar. Ia jelas tau apa yang ia rasakan. Bagaimana ia merindukannya. Bagaimana ia selalu ingin berada di sampingnya. Deven tau pasti perasaannya sekarang ini. Dan Deven juga tau alasan ia menyukainya.

"Kalau mereka sedeket itu, gimana caranya gue ngedeketin dia?"

Deven berpikir keras. Hingga terlelap dalam tidurnya.

***

"Semangat Neth! Lupakan tentang perasaan kamu! Kamu harus coba ngilangin rasa itu! Ganbatte!!!" gadis cantik itu sedang menyemangati dirinya sendiri.

Anneth sedang menatap saudara kembarnya di cermin. (baca : pantulan dirinya )

Namun, nihil.

Seberapa pun usaha Anneth menguatkan dirinya, hati Anneth terus membantah. Seolah hatinya betah dengan perasaan itu. Anneth menghembuskan nafas kasar. Ia tidak tau harus apa sekarang.

"Neth! Udah siap?" Terdengar teriakan maminya dari bawah.

"Iya, mi!" balas Anneth lemas.

Anneth keluar dari kamarnya. Berjalan menuju lantai bawah.

"Hati hati ya," pesan mami.

Anneth mengangguk. Ia keluar rumah. Lalu memasuki mobil. Anneth berangkat dengan pikiran yang kacau.

"Hai Neth!" sapa Charisa begitu melihat Anneth memasuki kelas.

"Hai juga, Cha!" Anneth tersenyum.

Tidak. Ia tidak tersenyum terpaksa. Anneth tersenyum tulus karena tidak ingin membuat Charisa sedih. Perasaan ini, biar Anneth sendiri yang ngurus.

"Lo halo Nethii!"

"La hola Joaa!" balas Anneth.

"Tumben lo dateng telat," timpal seseorang.

Sumber suara itu berasal dari pojok kelas. Kalau kalian duga itu Deven, seratus buat kalian. Deven berjalan mendekati mereka bertiga.

"Kenapa telat?" tanya nya.

Anneth terdiam. Jujur, ia malas bertemu dengan lelaki yang satu ini. Lelaki yang beberapa hari terakhir sudah mengusik pikirannya.

"Gak papa," jawab Anneth seadanya.

"Kata orang sih..., kalau cewek bilang 'gak papa' berarti ada apa apa," balas Deven tersenyum tipis.

"Lah, terus?" ucap Anneth lalu menghiraukan Deven.

Anneth duduk di kursi lalu menelungkupkan kepalanya di kedua tangannya yang berada di meja.

Joa dan Charisa saling tatap.

Apa Anneth ada masalah?

Kalau Joa dan Charisa cemas terhadap Anneth, beda dengan Deven. Lelaki itu menatap Anneth dengan tatapan aneh.

"Kenapa dia?" gumamnya.

Deven mengangkat bahunya tidak peduli. Berhubung sudah bel masuk, semua murid berhamburan memasuki kelas. Deven pun berjalan kembali ke asalnya. Pojok kelas.

Suara langkah kaki Bu Gina terdengar. Kelas yang awalnya rame kayak pasar malam, seketika senyap bagai kuburan. Semenit kemudian, pelajaran berlangsung.

Ada yang memperhatikan, ada yang sibuk sendiri, bahkan ada yang diam diam makan jajan. Namun berbeda dengan Anneth. Lagi-lagi, ia melamun. Sibuk memikirkan sesuatu. Dan itu membuat Charisa khawatir.

Setau Charisa, Anneth bukan tipe murid yang malas mendengar penjelasan guru. Untuk yang kemarin, Charisa memaklumi nya. Mungkin Anneth hanya badmood aja. Tapi, untuk yang kali ini, di luar batas.

Sekarang pelajaran Fisika. Dan Charisa tau, Fisika adalah pelajaran favorit Anneth sejak kelas 7. Tidak mungkin ia badmood saat pelajaran ini. Charisa menatap Anneth cemas.

Nanti aku tanya deh

Charisa berusaha fokus ke pelajaran. Namun, nyatanya tidak segampang itu. Matanya selalu mengawasi Anneth. Dan gadis itu tetap tidak menggubris. Sibuk menatap jendela.

Di jendela ada apa sih Neth?

Rencana Charisa untuk bertanya pada Anneth saat istirahat batal. Karena Anneth pergi ke perpustakaan, dan sedang tidak ingin diganggu. Dan itu membuat Charisa semakin bingung.

Neth, what is wrong with you?

***

"Neth."

"Hm?" Anneth menatap Deven yang berada di hadapannya.

"Lo gak pulang?"

"Pulang. Tapi-"

"Tapi ngindarin keramaian aja," potong Deven.

Anneth tersenyum tipis. "Tuh tau, ngapain nanya?" Anneth mencibir.

"Basa basi doang sih. Gue duluan ya," kekeh Deven.

Anneth mengangguk. Melihat anggukan Anneth, Deven menatap Anneth lekat. Lalu, melangkah keluar dari kelas. Meninggalkan Anneth sendirian.

Sepeninggal Deven, Anneth tidak tau harus apa. Ia hanya menatap kosong kedepan. Perlahan tapi pasti air matanya membendung. Anneth mencoba untuk tidak berkedip. Namun, pandangannya mulai kabur. Nafasnya mulai tidak beraturan. Hingga akhirnya, air mata itu jatuh dengan sendirinya.

" Nahan nangis itu kayak mendung. Gak bisa lama lama. Pasti akhirnya tumpah juga. Walaupun itu cuma sedikit "

-The One And Only-

Anneth menelungkupkan wajahnya di meja. Rambutnya yang indah, dibiarkan berantakan. Anneth menangis dalam kesendirian. Ia tau pasti nanti matanya akan bengkak karena ini. Tapi, biarlah itu terjadi.

Anneth hanya ingin menumpahkan segala keresahannya akhir-akhir ini. Ini hal terbodoh yang pernah Anneth lakukan. Menyukai seseorang tanpa alasan

Anneth tidak peduli air matanya terus mengalir. Ia juga tidak peduli matanya sembab. Ia hanya peduli satu. Suara langkah kaki yang mendekat ke arah kelasnya.

Sontak Anneth mendongak. Pikirannya makin kacau sekarang.

Siapa itu?
____________________________

Hai semuanya!
Maafkan kemaren gak boompart.
Soalnya, tadi malam saya keluar rumah, jadi ya.... gak sempat.
Btw, ini part pendek yak?
Ya sudahlah. Dah terlanjur :v
Babay! See you again =)

- Minggu, 13/01/2019 -

The One And Only [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang