18

15 14 0
                                    

Seorang gadis bersandar pada sebuah kasur empuk berukuran king size miliknya, dengan telunjuknya ia membalikkan halaman novel kemudian melanjutkan bacaanya. Kedua temannya yang ikut diskors kini berada di kamarnya dan sibuk sendiri.

Levina sedang menikmati hidangan kecil yang pelayan Clara sajikan untuk mereka. Sudah lama sekali ia tidak memakan makanan yang lezat. Lidahnya sudah merindukan rasa-rasa yang manis juga asin. Sedangkan Rafael sedang menatap layar laptopnya dengan sebelah tangan yang berada di dagunya.

Ia terlihat sangat serius sesekali terus mengetikkan kata-kata untuk dicari di kolom pencarian dan membaca berbagai artikel. Jarinya terus bergerak kecil ke atas sampai tiba-tiba gerakan jarinya berhenti pada sebuah artikel.

"Lev!" panggil Rafael tanpa melihat di mana Levina berada.

Levina yang sedang mengunyah kue itu pun meliriknya sebentar sebelum akhirnya menjawab dan menelan makanannya.

"Ya?" sahut Levina menatap Rafael dengan tanda tanya.

"Kemari," perintah Rafael.

Levina segera menghampirinya dan menatap layar laptopnya. Matanya masih menyiratkan tanda tanya dan menatap Rafael dengan sebelah tangan di pinggangnya.

"Kenapa?"

"Kau baca dulu artikel ini."

"Larita Clinton, untuk sementara menjabat sebagai direktur perusahaan Maghency." Levina membaca headline pada berita itu lalu membulatkan matanya. Clara yang juga mendengar suara Levina dengan jelas kemudian menoleh pada mereka.

"Apa maksudnya? Bukannya dalam surat wasiat itu akulah penerusnya?" tanya Levina sambil memegang dahinya dan berkedip beberapa kali.

Rafael menurunkan artikel itu sampai pada bagian akhir, "Lihat."

Levina kembali menoleh pada layar dan melihat penulis artikel itu.

Larita Clinton.

"Tante yang menulisnya? Meskipun itu tidak benar? Aku tidak percaya ini!" Levina menggeleng dan mundur perlahan. "Aku harus cari tante!"

Levina berjalan cepat ke arah pintu, tapi di tahan oleh Rafael. Clara menutup novelnya dan turun dari kasurnya. Kemudian ia berjalan mendekati Levina dan menariknya pelan untuk duduk terlebih dahulu.

"Jangan gegabah," usul Clara. "Kau bisa bertanya pada tantemu nanti."

"Sebelumnya ada hal yang harus aku beri tahu ke kalian," ucap Rafael lalu duduk kembali di sofa panjang yang terletak di depan kasur Clara.

"Apa?" tanya Levina tak sabar.

"Defa tidak bisa membantu kita lagi."

"Kenapa?" Hanya Levina yang bertanya, Clara menutup rapat mulutnya membuat Levina curiga dan menoleh padanya.

"Ra, kau sudah tahu?"

"Iya." Clara meliriknya sebentar lalu memandang ke arah lain.

"Apa lagi? Rahasia apalagi yang kalian sembunyikan dariku? Ini yang kalian sebut membantuku? Kalian sama sekali tidak memberikan aku informasi apapun! Aku percaya dengan kalian tapi kalian?" teriak Levina dengan amarahnya yang meletup-letup.

Ia kemudian keluar dari kamar Clara dan membanting pintu. Clara menghela napas dalam lalu menatap Rafael. Rafael berlari keluar kamar dan menyusul Levina.

"Lev! Tunggu! Jangan gitu ..." Rafael berhasil menyusul Levina yang berada di pintu dan menariknya.

Levina memutarkan bola matanya, "Apa lagi? Bukannya kau sendiri yang bilang untuk tidak percaya dengan siapapun? Ya! Aku sudah tidak percaya lagi dengan kalian. Aku akan bertanya pada Defa sendiri dan aku akan memecahkan ini sendiri!"

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang