Clara menutup bukunya dan membaringkan diri ke atas ranjang miliknya, menolehkan kepalanya ke arah Levina yang masih berkutat pada buku pelajaran. Sudah lama sekali rasanya, mereka tidak kembali ke sekolah. Meski masa skors mereka sudah lewat beberapa hari yang lalu, tetapi tetap saja rasanya seperti berbulan-bulan.
"Apa kau sudah selesai belajar?" tanya Clara dengan sebelah tangan menopang kepalanya seperti posisi Buddha tidur.
"Sedikit lagi, kau tidurlah dulu." Levina membalikkan buku cetaknya dan membaca paragraf demi paragraf.
Siapa yang tidak iri dengan mereka yang bisa menguasai materi hanya dalam satu dua hari membaca bahkan dalam semalam. Walaupun mereka tengah sibuk di luar sekolah tetapi pelajaran mereka sama sekali tidak ada yang ketinggalan satu pun.
"Baiklah, cepat tidur." Clara pun mematikan lampu kamarnya dan menyisakan lampu meja belajar milik Levina.
Tak lama kemudian, ia pun menutup buku juga lampu dan menarik selimutnya menutupi tubuhnya menyisakan kepalanya agar ia bisa menghirup oksigen dengan baik. Ia memejamkan matanya tetapi setelah beberapa menit, ia mengubah posisi tidurnya dan membuka matanya. Itu terjadi beberapa kali.
Levina mengeluarkan kalungnya dan merabanya, "Ayah, ibu aku kangen," ucapnya lalu meneteskan air matanya dalam diam dan memejamkan matanya.
Malam yang sulit untuk dilewati karena Levina tahu setelah ini dirinya akan menghadapi sesuatu hal yang jauh lebih menantang, seperti hidup dan mati.
Keesokan harinya, semua siswa-siswi menuju ke ruangan yang berbeda dan sudah ditetapkan sebelumnya. Kali ini, mereka akan menghadapi ujian akhir semester dan setelah ini Levina sudah bisa bebas mengikuti kelas manapun. Ia hanya akan melakukan yang terbaik.
Levina mengamati sekelilingnya, semua bangku dan meja yang menyatu diletakkan secara terpisah dengan jarak satu keramik. Satu kelas lebih kurang terdiri dari 30 meja, dalam ujian kali ini ia tidak sekelas dengan Rafael, Defa, juga Clara. Mereka berempat berada di kelas yang berbeda.
Ujian pun dimulai setelah guru pengawas masuk ke dalam kelas dan membagikan soal. Mereka mengerjakannya dengan tertib, tidak ada yang bersuara dan mata mereka berfokus pada lembaran soal juga kertas ujian.
Setelah sekitar dua jam dengan dua pelajaran yang mana tiap satu jam satu pelajaran yang diuji. Mereka keluar dari ruang ujian, ada yang berwajah lesu, ceria, dan biasa saja.
"Di sini!" teriak Clara melambaikan tangannya saat melewati ruang ujian Rafael yang ternyata hanya di seberang ruangan Defa.
Mereka berdua melihat Clara lalu menghampirinya, "Sepertinya ujian kali ini gampang, ya?" tanya Defa.
"Ye, dasar sombong!" ejek Clara menjitak Defa kemudian lari menjauhi mereka.
"Hey!" teriak Defa lalu berlari menyusul Clara. "Jangan kabur, kau!"
Rafael terdiam menatap kepergian mereka, "Mereka kira aku ini apa?"
"Cie, jadi nyamuk," ujar Levina yang tiba-tiba berada di samping Rafael.
Sontak jantung Rafael melompat, dengan cepat Rafael mengontrolnya dan berjalan beriringan dengan Levina.
"Gimana ujiannya?"
"Bisa, kok!" jawab Levina.
Rafael mangut-mangut, "Baguslah."
Tiba-tiba, sebuah nada dering menghentikan langkah mereka. Levina mengeluarkan ponselnya dan mengangkat panggilan yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Mystery / Thriller[Drama-Misteri] Levina Tiara Maghency, seorang gadis rupawan, putri seorang konglomerat harus kehilangan kedua orang tua nya pada sebuah kecelakaan yang menimpa keluarganya. Hal itu membuatnya harus mengganti identitas dan bersembunyi guna mencari t...