20

15 14 0
                                    

Seorang perempuan yang memakai celana denim juga bolong-bolong dengan atasan berwarna cream menutup payungnya sebelum ia masuk ke lobby apartemen. Lalu, melangkahkan kakinya menuju lift kemudian menekan tombol atas dan menunggu pintu lift itu terbuka.

Setelah menunggu beberapa detik, pintu lift terbuka dan tidak ada siapapun di dalam. Lantas ia segera masuk ke dalam dan pintu pun tertutup. Ia menekan tombol 25 lalu getaran pada kepalanya dapat ia rasakan bahwa lift sedang bergerak ke atas.

Ting!

Ia berjalan keluar setelah pintu terbuka secara otomatis. Kemudian mendekati pintu yang bertuliskan nomor 2501, artinya apartemen yang ia tinggali berada di lantai 25 dan merupakan kamar pertama dan dekat dengan lift.

Ia mengeluarkan kunci apartemen dari tas ransel lalu membukanya. Saat ia masuk ke dalam, lampu terang benderang dan terlihat seorang wanita sedang duduk di sofa sambil melipatkan tangannya di depan dada.

Dengan pelan, ia melepaskan sepatunya lalu menghampiri wanita itu.

"Tante, Levi pulang!" sahutnya pelan.

Wanita itu bukannya membalas sahutan keponakkannya, tetapi berdiri dan ...

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Levina, reflek tanga kirinya langsung memegang pipi kirinya dan perlahan melirik tantenya yang sedang dilanda amarah.

"Tan-tante?" panggil Levi ragu.

"Kamu sudah hebat, hah!" bentak Larita. "Surat apa ini? Kenapa diskors?"

Larita melemparkan surat itu di hadapan Levina sebelum akhirnya mendarat di lantai. Levina melirik surat itu lalu tersenyum kecut.

"Kenapa? Karena sekolah itu gak aman!" Levina menatap Larita dengan tajam dan berani. "Sekarang aku tanya sama tante, mengapa tante ngotot buat menyembunyikan identitasku tapi tante sendiri yang membongkarnya kepada pihak sekolah. Bisa jelaskan?" Levina meletakkan kedua tangannya di depan dada dan menatap lurus Larita.

Larita membulatkan matanya, ia tidak menyangka keponakkannya memliki nyali yang begitu besar, sampai bisa bertindak tidak sopan seperti itu.

"Aku terpaksa ... lagipula kau seharusnya tidak usah ikut campur dengan urusan sekolah! Mau aman atau tidak, kau belajar saja dengan baik!" Larita menarik tangan Levina dan menghempaskannya ke kamar. Levina terkejut kemudian terjatuh saat Larita melemparnya.

Larita segera menutup pintu dan hendak menguncinya dari luar. Levina yang menyadari apa yang akan tantenya lakukan, segera berdiri dan menghalangi Larita.

"Tante! Ja-jangan kunci pintunya!"

Levina berusaha menahan pintunya agar tidak terkunci, begitu juga dengan Larita yang berusaha untuk menarik pintu itu. Kemudian, ia mendorong Levina lalu dengan cepat menguncinya.

"Karena kau diskors, sebaiknya diam di kamar dan introspkesi diri!"

Levina mengedor-ngedor pintu kamarnya sambil berteriak, "Tante! Tante bukain!"

Larita tidak mengubrisnya lalu meninggalkanya, Levina berhenti berteriak karena itu hanya akan membuang tenaga dan suaranya saja.

"Sial!" umpatnya dengan satu tangan berkacak pinggang, lainnya memegang dahi.

Levina kemudian mengeluarkan hp nya hendak menelepon Rafael. Namun, jarinya terhenti sebentar lalu ia mematikan layar hp nya. Ia melemparkan tubuhnya di kasur dan matanya menatap langit-langit kamarnya.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang