17

18 17 5
                                    

Defa bersandar di kasur kamarnya, di sampingnya ada Rafael yang duduk di kasur miliknya, Levina duduk di kursi meja belajar Rafael, sedangkan Clara duduk di ujung kasur Defa.

Defa tidak banyak bicara setelah kejadian kemarin, luka-luka di tubuhnya belum pulih sepenuhnya. Mereka bertiga tampaknya sangat serius menangani kasus kali ini. Tidak ada yang tahu siapa pelakunya.

"Entahlah, aku merasa pelakunya itu sama seperti orang yang membakar sekolah ini." Rafael menerangkan sambil terus menatap lurus ke depan.

"Sudahlah, itu kita bahas nanti saja, Def ... kau sudah mendingan?" tanya Clara sembari menyentuk kaki Defa.

Defa meliriknya kemudian tersenyum dan mengangguk. Defa tidak ingin berbicara sejak kemarin, entah apa yang terjadi padanya. Clara sudah membujuknya untuk cerita tapi ia tetap saja membungkam mulutnya. Akhirnya Clara pasrah, dan tidak lagi bertanya padanya.

"Guys, aku beli makanan dulu ya, kalian mau makan apa? Defa ... bubur dulu ya?" tanya Levina berdiri hendak keluar dari kamar.

"Nasi goreng biasa aja." Rafael memesan yang dibalas anggukan oleh Levina.

"Aku roti aja, gak mood makan," ucap Clara.

Defa lagi-lagi mengangguk, setelah menerima semua pesanan mereka, Levina segera keluar dari kamar dan menuju kantin untuk membelinya. Setelah ia kembali ke kamar dengan makanan yang mereka pesan.

"Ini ..." Levina mengeluarkan bungkusan makanan mereka dari plastik dan memberikannya pada mereka.

"Def bisa makan sendiri?" tanya Levina memberikan semangkok bubur padanya.

Defa menerimanya dan memakannya dalam diam, lalu mereka semua juga memakannya tidak ada yang mengeluarkan suara. Sampai akhirnya Rafael keluar dari kamar selesai menghabiskan nasi gorengnya. Levina menyusulnya setelah menaruh bungkusannya ke dalam plastik. Meninggalkan Defa dan Clara berduaan di dalam kamar.

"Rafa!" teriak Levina setelah menyusulnya sampai di balkon lantai asrama lelaki.

Rafael yang menatap pemandangan dari balkon itu membalikkan badannya dan menatap Levina yang menghampirinya.

"Apa ini perasaanku saja ya? Kalau kalian semua sepertinya punya rahasia masing-masing?" Levina mengatakan pertanyaanya tanpa menatap Rafael.

"Apa maksudmu?"

Levina memutarkan badannya dan berjalan menjauhi Rafael, Rafael menatapnya dengan tatapan bingung dan menunggu jawaban darinya.

Levina tersenyum kemudian berbalik kembali dan menatap Rafael, "Entahlah, aku mencurigai kalian semua. Apa aku sungguh bisa percaya dengan kalian?"

"Percaya atau tidak itu pilihanmu."

"Kau masih belum bilang mengapa waktu itu kau menguping pembicaraan aku dan Defa?" tanya Levina kembali menghampiri Rafael.

"Aku curiga padanya."

"Curiga?"

Rafael mengangguk. Ia mengambil hp nya dan membuka galeri foto dan memperlihatkannya pada Levina. Sebuah foto yang menampilkan topi dan juga jaket hitam yang sudah terbakar.

"Ini?" Levina mengembalikannya pada Rafael.

"Benar, aku curiga bahwa yang membakar sekolah waktu itu adalah Defa. Tapi, setelah Defa dihajar seperti itu aku semakin bingung dan apa itu bukan Defa?" tanya Rafael mencoba untuk memecahkan teka-teki ini.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang