16

20 16 2
                                    

Malam yang sunyi beberapa murid masih beraktivitas seperti biasa, ada yang memiliki kelas tambahan, ekskul, dan belajar di perpustakaan. Juga ada yang berkumpul bersama teman-teman mereka seperti Defa, Clara, dan Levina yang sekarang sedang berada di kamar Clara dan Levina.

Memang seharusnya lelaki tidak diperbolehkan untuk ke asrama perempuan begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, mereka tidak memperdulikan peraturan itu dan lagipula mereka juga tidak ada niatan untuk hal yang tidak-tidak.

Sebab, kamar rasanya adalah tempat yang lebih cocok untuk mereka berdiskusi daripada di luar. Banyak pasang mata juga telinga yang bisa saja menguping pembicaraan mereka. Mereka tidak mengingkan hal itu terjadi.

"Maaf, telat." Clara membuka pintu kamar dan melihat kedua temannya sedang menunggunya.

Rafael yang tidak melihat Defa bersama dengan Clara lantas bertanya, "Defa mana?"

"Oh, ada urusan mendadak katanya." Clara melepaskan jaketnya dan topinya lalu menghampiri teman mereka. Ia melemparkan tubuhnya ke kasur dan melipat kakinya menjadi duduk bersila.

Rafael dan Levina mengangguk kecil, sebelum Clara bertanya, "Jadi, apa yang mau kita bicarakan?"

"Ra, kau punya pengalaman dalam mencari tahu hal atau seperti mengintai?" tanya Rafael.

Clara memincingkan matanya, "Kau mau aku ngapain?"

"Kita akan ke rumah Illona, meskipun sekarang ini kosong. Tapi, bisa saja kan di dalamnya ada apa-apa? Setidaknya kita bisa cari petunjuk di situ?" jelas Rafael dan menatap Clara dengan penuh harap.

"Terus aku dan kau ngapain?" tanya Levina lalu menyedot sekotak susu stroberi di tangannya.

"Kalian mau ke sana?" tanya Clara meyakinkan.

"Aku setuju sih ... gimana Ra?" tanya Levina.

"Tapi, bukannya Levina sahabatnya, seharusnya dia lebih tahu?"

"Gini, kalian berdua masuk ke dalam sana, aku dan Defa bakal jagain dari depan." Rafael menggambarkan denah rumah Illona dan menandakan beberapa posisi yang akan mereka kunjungi.

"Memangnya kita harus cari apa?"

"Apa aja."

"Oh, ya ... Ra ayahmu bagian kepolisian kan? Apa kita bisa mendapatkan data kasus kecelakaan waktu itu?" tanya Levina lalu menyeruput susu stroberinya, lagi.

"I-itu ... ayahku gak ada menganangi kasus itu." Clara mengalihkan pandangan setelah mengatakannya.

Hal itu membuat Rafael menjadi curiga sedangkan Levina hanya mangut-mangut meskipun ia sendiri merasa ada yang janggal. Levina terus meminum susu stroberinya sampai habis, setelah itu ia lempar ke tong sampah kecil, siapa sangka lemparannya begitu tepat dan masuk.

"Lemparan yang bagus," puji Rafael.

"Thanks," balas Levina lalu kembali pada kertas yang digambar oleh Rafael.

"Sepertinya, rencana kita seperti ini dulu. Sudah memiliki petunjuk lain baru kita bisa pikirkan langkah selanjutnya. Sejauh ini, Kau curiga dengan siapa, Lev?" tanya Rafael.

"Hmm ... entahlah otakku terbakar memikirkan ini semua," ucap Levina lirih.

Rafael menatap Levina dalam lalu mengelus kepala Levina pelan kemudian meraih tangannya.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang