23

12 11 0
                                    

Seorang gadis dengan rambut hitam panjangnya yang digerainya begitu saja dengan riasan tipis di wajahnya membuat ia terlihat sangat menawan, ditambah dengan pakainnya yang fashionable juga dengan sepatu hak merah yang mengkilat. Sesekali memotong kue kecil di hadapannya dan memasukkannya ke mulutnya dengan sendok kecil.

Terdengar bunyi lonceng kecil setiap ada orang yang datang dan membuka pintu café, matanya langsung menyapu ke arah pintu dan melihat siapa yang datang. Ia mendengus kesal karena orang yang ia tunggu masih belum datang juga. Dengan kesal ia mengambil cangkir yang berisi teh Jasmine dan meminumnya sampai habis.

Lalu memanggil pelayan untuk mengisi lagi teh nya, Café yang bisa dibilang cukup unik karena minuman mereka bisa direfill apapun jenisnya. Ia mengangguk pada pelayan yang telah menuangkan teh tersebut ke dalam cangkirnya, lalu berlalu meninggalkannya.

Ia kemudian melihat sosmednya dengan bosan sembari menunggu. Sebuah perempuan tiba-tiba menghampirinya dan duduk di depannya. Bola matanya memandang perempuan itu dengan malas.

"Akhirnya datang juga," desisnya dengan tatapan malas lalu mengeluarkan sebuah map dan memberikannya ke perempuan itu dengan meletakkannya di atas meja.

"Tanda tanganlah dan semuanya selesai," katanya kemudian.

Perempuan itu menatapnya sebentar lalu mengambil map itu dan mengambil pena dari handbagnya. Dibukanya map itu dan melihat isi pernyataan yang akan ia tanda tangani. Senyum terukir di wajahnya.

Saat pena tersebut hampir mengenai kertasnya, tiba-tiba tangannya dicegat oleh seorang gadis yang sangat ia kenali. Perempuan itu terkejut dan menoleh, begitu juga dengan gadis di depannya.

Tangan yang awalnya disilangkan di depan dada langsung terlepas dan matanya tak bisa lepas dari gadis yang baru saja datang itu. Ia menelan ludahnya, bibirnya kelu tak dapat bersuara.

"Hentikan," ujar gadis itu.

"Apa yang tante lakukan? Aku gak menyangka tante mau menjual perusahaan ayah, apa hak tante? Bukankah hak itu semuanya ada di tanganku?" tanya gadis itu bertubi-tubi.

Perempuan itu mengalihkan pandangannya dan tersenyum meremehkan.

"Apa yang kau tahu hah? Wasiat yang Pak Jordan berikan padamu adalah wasiat yang palsu. Itu sudah dimanipulasi agar kau percaya dan mengikuti rencanaku," jelas perempuan itu.

Levina tidak bisa mempercayai apa yang larita lakukan, ia menarik napas dalam sebelum berkata.

"Rencana? Aku gak akan membiarkan kalian menghancurkan perusahaan ayah."

Ia lalu mengambil kertas itu dan merobeknya kemudian melemparnya ke muka Larita. "Selama aku masih ada, gak akan ada yang bisa menyentuh apapun, sepersenpun!"

Sorot matanya kemudian beralih pada gadis yang sangat ia kenali.

"Illona, aku gak nyangka kau sebusuk ini ya?"

"Levi ..."

"Makasih sudah menunjukkan sifat aslimu, persahabatan kita sampai di sini!"

Levina berbalik dan meninggalkan mereka berdua yang menatapnya diam bagai patung. Setelah kepergian Levina, Illona bersandar pada kursinya dan memijit kepalanya.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang