19

15 15 0
                                    

Sebuah tangan mengaduk-aduk minuman yang sedari tadi ia pesan lalu menyedotnya sedikit demi sedikit. Tangannya meraih hp di samping minumannya dan melihat sekilas jam yang tertera pada layar ponselnya.

"Kenapa belum datang juga?" tanyanya lalu menyedot lagi minuman berwarna merah muda itu. Terlihat lezat karena terbuat dari bahan alami, buah stroberi.

Tiba-tiba seorang pria menarik kursi di depan gadis itu dan langsung duduk begitu saja. Pria itu menatap gadis itu lalu tersenyum paksa. Melihat orang yang sedang ditunggunya sudah berada di depannya, ia lalu berhenti minum dan menatap pria itu dalam.

"Sori, telat."

Defa bersandar pada kursi lalu mengambil menu yang ada di atas meja.

"Gak masalah, pesan aja dulu." Gadis itu berkata lalu kembali meminum minumannya.

Pria itu lalu memanggil pelayan dan memesan jus stroberi dengan beberapa toping buah di atasnya. Café ini memang terkenal dengan minuman khasnya berupa buah stroberi. Semua menu yang ada di café ini terbuat dari buah kecil yang berwarna merah dengan bintik-bintik kecil itu.

"Apa kau sudah baikan, Def?" tanya gadis itu.

"Iya, aku sudah mendingan. Ada apa Lev memanggilku kemari?" tanya Defa sambil menatap mata Levina yang berwarna cokelat muda itu.

Levina menghela napas dalam sebelum bertanya, "Def, apa kau yang membakar sekolah?"

Raut wajah Defa yang awalnya biasa saja kini berubah menjadi tegang. Ia mengalihkan pandangannya pada sebuah layar TV yang tergantung di tengah-tengah Café. Lalu kembali menatap Levina yang masih berharap untuk mendapatkan penjelasan dari Defa.

"Maaf, apa kau pikir aku pelakunya?"

"Def ..."

"Permisi, ini minumannya silakan," sela pelayan itu dengan meletakkan minuman Defa di depannya lalu berlalu meninggalkan mereka.

Defa menangguk setelah berterima kasih padanya, kemudian matanya beralih kembali pada Levina.

"Ini tidak seperti Defa yang aku tahu, juga apa kau tahu itu adalah tindakan kriminal?" tanya Levina dengan berusaha menahan emosinya.

"Memangnya kau berharap aku melakukan apa?"

"Def, aku gak masalah kalau kau tidak ingin membantuku. Tapi, bisakah kau mengatakan yang sejujurnya dan beritahu aku apa yang sudah kau ketahui? Aku tidak bisa kembali ke sekolah dalam beberapa hari. Ini kesempatan aku untuk menyelidiki semuanya di luar." Levina menjelaskan maksud pertemuan mereka lalu menghembuskan napas kasar. "Apa ini yang ayahku ajarkan padamu? Menjadikanmu sebagai seorang kriminal?"

Defa mengebrak meja lalu berdiri, "Tutup mulutmu!"

Levina tersentak dan memejamkan matanya untuk beberapa saat. Ia memperhatikan sekelilingnya beberapa pasang mata sudah sedang menatap mereka sambil berbisik-bisik. Ia meminta maaf pada mereka kemudian menatap Defa dengan tatapan tajam.

"Bisakah kau duduk dan membicarakan ini dengan lebih tenang?" tanya Levina berusaha untuk menetralkan kembali suasana.

Defa menelan ludahnya lalu merapikan kembali bajunya dan duduk. Ia mengambil minumannya dengan kasar dan meminumnya guna meredakan amarahnya.

"Kalau aku mengatakan bahwa bukan yang melakukannya, apa kau bisa percaya?"

Levina mencoba mencari kebohongan di balik mata hitam milik Defa. Namun, ia tidak dapat menemukan kebohongan apapun.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang