11

28 20 4
                                    

Clara duduk diam di atas ranjangnya sembari menatap layar ponselnya dan mengandalkan senter dari ponselnya untuk menerangi kamarnya. Ia sudah menyuruh Levina agar segera kembali ke kamar supaya ia tidak sendirian.

Ditariknya selimutnya yang membungkus tubuhnya lebih rapat. Ia sangat tidak menyukai gelap. Berbeda disaat ia tertidur, setidaknya masih ada lampu tidur kecil yang menyala. Kali ini, aliran listrik telah putus dan sama sekali tidak ada sumber cahaya.

"Kenapa lama sekali?" gerutu Clara sembari mencoba untuk menelepon Levina lagi.

Namun, Levina tak kunjung angkat juga. Clara mematikan panggilannya dan mencoba kembali sampai beberapa kali, tetapi hasilnya tetap sama.

"Dia ke mana sih?"

Clara mencoba menelepon Defa juga Rafael, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang mengangkat panggilannya.

"Mereka sedang tidur kah?" tanya Clara pada dirinya sendiri.

Kemudian ia mengirimkan pesan ke grup yang berisikan mereka berempat.

Grup gaje

Weh, kalian udah tidur? Gelap ini...

Setelah beberapa menit menunggu, tidak ada balasan juga dari mereka. Clara menghela napas berat lalu mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya untuk melihat sekitar kamarnya dengan senter.

Sewaktu kecil, Clara dulu sempat dijaili sepupu jauhnya. Di mana ia ditinggalkan di sebuah ruangan saat mereka bermain petak umpet. Lalu, mereka mematikan lampu di ruangan tersebut, kemudian sepupunya berdandan seperti hantu dan menakuti Clara.

Ia yang masih kecil saat itu melihat hantu itu dan ketakutan. Lalu menangis sampai ia pun sakit berhari-hari. Sepupunya yang kaget melihat Clara yang ketakutan sampai jatuh sakit pun tak diperbolehkan lagi untuk bermain dengan Clara.

Sejak saat itu, Clara menjadi trauma akan kegelapan. Maka dari itu, ia selalu menghindar dari tempat-tempat yang gelap. Jantung Clara berdebar dengan sangat kencang, peluh punn bercucuran. Badannya menjadi panas dingin, Clara mencoba menenangkan dirinya.

"Gak ada apa-apa, gak ada apa-apa ..." gumannya mencoba mengatur napasnya dan melihat kamarnya dengan senter.

"Ayo, kamu pasti bisa!" Clara menyemangati dirinya dan mencoba untuk berjalan keluar dari kamar.

Saat ia sudah berada di depan pintu, tiba-tiba sebuah alarm kebakaran berbunyi. Clara sontak terkujut sampai melompat kecil.

"Astaga!" pekik Clara yang langsung membuka pintu kamarnya dan keluar.

Beberapa orang dari kamar-kamar di sebelah pada berhamburan keluar dari kamar.

"Kebakaran!" teriak salah seorang yang memandu mereka untuk segera keluar dari gedung.

Clara segera mengikuti arus orang-orang itu dan mengikuti pemandu itu.

"Tia, di mana ya?"

Clara mencoba mencari Levina diantara kerumunan murid-murid yang sudah memakai baju tidur mereka, tetapi ada yang hanya memakai baju biasa. Mereka semua keluar dari gedung dan berkumpul di sebuah halaman yang luas.

Dari sana mereka dapat melihat api yang berkobar dan melahap pelan gedung-gedung. Ternyata tidak hanya satu gedung saja, tapi dua gedung berupa asrama perempuan dan gedung kantor tempat ruang-ruang para guru serta staff berada.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang