•••
Hari masih teringat kejadian itu, ingin sekali ia menemui Kanglim dan memeluk erat dirinya. Tapi entah kapan, waktu itu akan datang.
Hari menggambar sesuatu di buku gambarnya, seorang anak laki-laki dan perempuan. Pasti kalian tahu siapa mereka.
"Aku ... rindu, tapi ... sayangnya waktu belum mau menyatukan kita kembali." Hari menyelesaikan gambarnya, kemudian mematikan lampu belajar.
Dia ingin tidur, tapi tidak bisa. Akhirnya dia melamun memandang keluar jendela, halaman rumahnya.
Kebetulan sekarang sedang hujan, hawa dingin menyelimuti tubuh Hari.
Lalu ia teringat sesuatu. "Hujan ... Kanglim ...."
Hari ingat, Kanglim bisa langsung demam jika kehujanan. Karena kejadian tadi sore di jalan dekat hutan, pasti sekarang Kanglim juga terjebak hujan.
"Ah ... sialan! Mengapa tadi tidak ke hutan itu saja, setidaknya aku bisa membantu menghangatkan dirinya di sana." Hari memukul kepalanya sendiri.
"Huft ... aku khawatir, semoga dia baik-baik saja. Semoga juga dia di rumahnya sekarang," harapnya.
---
"Kakakmu? Makhluk apa itu?" Kanglim menancapkan pedangnya di depan Makhluk Asap Hitam tersebut.
"Huh, rupanya kau tidak ingat. Pengusir makhluk dari timur, yang berubah menjadi makhluk, yang menginginkan tubuh gadis itu dengan memperalatmu. Dia kakakku!" Makhluk asap itu menyerang tangan kiri Kanglim.
"Arghh ...." Kanglim tak sengaja melepas pedangnya dan memegang tangan kirinya.
Dengan cepat makhluk asap hitam itu mengambil pedang milik Kanglim lalu membawanya pergi. "Hahaha, senjatamu sudah kuambil. Sekarang tak ada yang bisa membantumu."
"Makhluk sialan, argh ...." Kanglim berjalan menuruni bukit, kembali ke kota dengan sempoyongan sambil terus memegang lengannya.
"Ibu ... aku harus minta bantuan ibu." Kanglim mempercepat jalannya, belok arah menuju tepi hutan tepat di mana ibunya tinggal sekarang.
---
"Ibu ...."
"Iya, oh Kanglim ... apa kau, kau melawan makhluk itu lagi??" Sooyeon menghampiri putranya yang sudah lemas itu lalu membawanya masuk ke rumah kecil yang ia bangun.
"Sudah Ibu bilang, jangan berani melawannya lagi. Kau tidak tahu, makhluk itu sangat kuat!" Sooyeon memakaikan salep pada luka bekas serangan makhluk tadi.
Salep itu berisi ramuan, yang sudah diberi mantra oleh Sooyeon sendiri.
"Tapi, kalau tidak kulawan dia pasti akan merebut tubuh Hari, seperti kakaknya dulu."
"Kakak? Apa pengusir makhluk itu—"
Kanglim mengangguk pelan. "Sekarang, aku minta bantuan Ibu untuk bisa mengalahkan makhluk itu." Ia lantas berdiri.
"Tunggu, ini belum selesai."
"Tidak usah, Bu, ini akan sembuh sendiri."
"Kau, yakin bisa melawannya lagi?" Sooyeon khawatir.
"Tentu. Ada Ibu yang akan selalu menolong dan menjagaku, bukan?" Kanglim memegang kedua tangan ibunya itu.
"Baiklah, dengar. Jika makhluk itu merupakan adik dari pengusir makhluk dari timur, maka sudah pasti dia juga pengusir makhluk." Sooyeon memegang pundak Kanglim.
"Tapi ... hal apa yang membuat dia berubah menjadi makhluk?" Kanglim mengeluarkan pertanyaan.
Sooyeon menggeleng. "Ibu tidak tahu."
Kemudian dia memberikan sebuah buku. "Buku tentang para pengusir makhluk, mungkin ada salah satu cara mengalahkannya di sini."
Kanglim mengambil buku itu.
"Tapi ingat, ibu sudah mencoba mendeteksi kekuatan makhluk itu. Dan memang dia sangat kuat, bisa saja di lebih kuat dari kakaknya, berhati-hatilah, Kanglim." Sooyeon mengusap rambut Kanglim.
Kanglim mengangguk dan bergegas kembali ke kota.
Dia menuju rumah Hari. "Tenang, aku akan menjagamu."
---
Hari ini, Hari libur tetapi Doori masih berangkat.
"Ayo Doori cepat, aku ada janji dengan teman-teman pagi ini!" teriak Hari dari depan rumah.
"Sebentar!" Doori keluar. "Nah, ayo jalan."
Mereka berdua langsung berjalan menuju sekolah Doori.
"Oh, tunggu." Hari memberhentikan langkahnya.
"Doori, aku harus mengambil sesuatu di rumah, karena aku akan langsung menemui teman-temanku. Pergi saja sendiri, pasti ada teman sekelasmu yang akan menemanimu." Hari menepuk pundak Doori dan langsung berlari.
"Tapi ... uh, baiklah, Kak."
"Hosh ... hosh ... lelah sekali, seharusnya aku tidak berlari tadi." Hari berhenti di sebuah jalan.
Hari melihat ada anak yang berjalan di depannya.
"Itu ... itu, itu Kanglim??" Hari kegirangan, ia tak menyangka akan bertemu Kanglim di saat seperti ini. Dia langsung menghampirinya.
"Kang—" Karena jalanan licin setelah hujan kemarin, Hari tergelincir dan hampir saja jatuh, namun ditangkap segera oleh Kanglim.
"Hati-hati saat berjalan, Hari."
Hari nge-blush, lagi. Ini bukan mimpi, dia berada dekat dengan Kanglim.
"Oh, iya ... haha, ehm." Hari berdiri dan menggaruk lehernya yang tak gatal dengan canggung.
-
"Jadi, kau ... apa tidak akan kembali ke sekolahku lagi?" Hari bertanya membuka obrolan.Sekarang Hari dan Kanglim sedang duduk di bawah pohon dekat taman bermain.
Kanglim menggeleng. "Ingin sekali, tetapi ... uhuk!"
"Eh, kau batuk?" Hari menoleh.
"Tidak, hanya ada debu tadi."
"Debu? Baiklah." Hari kembali melihat ke depan. "Oh benar, tadi tapi, tapi apa?"
"Tapi ... aku tak bisa mengatakan alasannya." Kanglim memasukkan kedua tangannya ke saku jaket.
Hari mengangguk.
"Sudah lama ya ... kita tidak bersama seperti ini." Hari mengayunkan kedua kakinya sambil tersenyum. Namun, tidak ada respon dari Kanglim.
"Oh, bagaimana sekolahmu?" Hari bertanya lagi. Tak ada jawaban.
"Kanglim? Apa—" Tiba-tiba kepala Kanglim jatuh ke pundak Hari.
Hari menoleh.
"Hei, kau tertidur?" Hari tersenyum.
Kemudian dia mengusap rambut Kanglim. "Kau, demam??" Hari terkejut setelah meraba dahi Kanglim, panas.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Love [✓]
FantasiBerawal dari menyebut Kanglim sebagai anak sombong, kini Hari malah berusaha mendapat cinta darinya. Tanpa ia sadari, Kanglim ternyata memiliki perasaan yang sama. Kemudian datang makhluk yang terus mengusik kehidupan mereka, belum lagi dengan kesal...