•••
Pagi ini Hari terlihat sedang mencari-cari seseorang di luar kelasnya.
"Kau mencari siapa, Hari?" Gaeun yang sedang mengupil, bersender di tembok bertanya pada Hari.
"Anu, kau ingat Leon? Dia kembali lagi, kupikir dia akan sekolah di sini," jawab Hari jujur.
Gaeun mengerjapkan matanya. "Benarkah? Bagaimana kau bisa tau?"
"Iya, kemarin dia pergi ke rumahku," balas Hari sambil terus berjalan melihat setiap wajah anak yang lewat.
Gaeun mengangguk, wajahnya menjadi cemas. Dia tahu jika ada Leon di sini pasti musibah (dalam hal ini seperti serangan makhluk) besar akan terjadi.
Hyunwoo datang dan menarik tangan Hari serta Gaeun masuk ke dalam kelas. "Teman-teman!! Apa kalian tahu? Leon sud—"
"Kami sudah tahu." Hari dan Gaeun memotong bersamaan.
"Loh?" Hyunwoo menyengir dan melepas genggamannya. "Oh ya, katanya dia akan sekolah di sini, tapi dia dapat kelas sebelah."
"Begitu? Pantas saja." Hari lalu duduk di kursinya, membuka sebuah buku dan membacanya.
"Sepertinya, akan terjadi sesuatu," kata Gaeun.
"Apa itu?" tanya Hyunwoo.
Gaeun tidak menjawab, dia hanya memegang dada, membuat bentuk segitiga dengan kedua tangannya lalu menunjuk Hari dengan dagu.
Dalam sekejap Hyunwoo paham apa yang Gaeun isyaratkan, kemudian dia tertawa begitu juga Gaeun.
"Apa? Mengapa tertawa? Ada yang lucu?" Hari mengerutkan dahi melihat tingkah kedua sahabatnya itu.
"Tidak ada," jawab Gaeun sambil menutupi mulutnya.
---
Sooyeon merasakan seperti terjadi sesuatu kepada Kanglim, dia memutuskan untuk turun ke kota mencari keberadaan Kanglim.
Dia tidak tau di mana Kanglim tinggal di sini, dia juga sudah lupa jalan kota tersebut.
"Sepertinya aku terlalu lama tinggal di bukit."
Kemudian dia melihat Hari yang sedang berjalan. "Apakah itu ... sepertinya gadis itu adalah Koo Hari, dilihat dari ciri-cirinya." Sooyeon langsung menghampiri Hari.
"Permisi," sapa Sooyeon ramah.
Hari menengok, dia langsung mengenali wanita itu. "Oh, hai juga, Bu." Hari menundukkan kepalanya.
Sooyeon tersenyum. "Apa kau adalah Hari, teman Kanglim?"
Teman?
"Eh, iya benar ...." Hari sedikit malu.
"Ibu, ibunya Kanglim, bukan?" tanya Hari kemudian.
Sooyeon mengangguk. "Kau memang cantik, dan sopan. Bahkan kau memanggilku 'ibu'." Diusap olehnya rambut lembut Hari.
Hari menjadi canggung. Dia baru sadar, sejak tadi dia memanggil Sooyeon dengan sebutan ibu. "Eh betul, maaf, Bi."
"Eh? Panggil ibu saja, setidaknya aku berasa seperti memiliki anak perempuan."
"Haha, baiklah. Lalu ... I-bu ada apa datang kemari?"
"Oh? Kau tahu kabar Kanglim? Ibu merasa sesuatu yang buruk telah terjadi padanya."
Hari mendongak. "Benar, insting seorang ibu sangat kuat. Bu, memang telah terjadi sesuatu padanya."
Sooyeon menatap Hari lekat. "Di mana dia sekarang?"
---
"Bisa ceritakan kejadiannya, Hari?" Sooyeon duduk di tepi ranjang kamar tamu rumah Hyunwoo.
Hari mengangguk. "Aku melihat Kanglim diserang bayangan asap hitam dalam mimpi, tapi aku merasa itu bukan mimpi. Kemudian saat aku menemuinya di tepi hutan bawah bukit, asap itu muncul dan ingin menyerangku, tapi Kanglim menghadang. Kemudian saat kami sedang berdua di ...." Hari tidak melanjutkan ceritanya, karena dia merasa Sooyeon sudah paham sampai sini.
"Begitu, lantas kau mengira dia demam?" Sooyeon yang memang sudah paham kejadiannya itu menyentuh lengan Kanglim yang terluka.
"Benar, tetapi ... tunggu, Bu!" Hari terkejut melihat tidak terjadi apa-apa pada Sooyeon setelah menyentuh tubuh Kanglim.
"Ada apa?"
Hari mendekati Kanglim, dan menyentuh tangannya.
"Aw!" Hari melonjak.
Sooyeon yang melihat itu berpikir. "Kau terkena setrum?"
Hari mengangguk cepat dan mengibas-ngibaskan tangannya.
Sooyeon memandang Kanglim.
Tiba-tiba Hyunwoo datang. "Permisi Bibi, mau minum dulu?"
"Tidak usah, terima kasih banyak, ya."
"Baiklah, eh apa demam Kanglim belum turun?" Hyunwoo melihat ke arah tempat tidur.
"Dia tidak demam, ini bukan demam." Sooyeon berdiri.
"Apa? Lalu apa yang terjadi?" Hari dan Hyunwoo terkejut.
"Ini karena serangan pemantra hitam generasi kedua itu."
Hari melihat ke bawah, mengingat kejadian dua tahun lalu.
"Tidak ... tapi, tapi itu, itu tidak berbahaya bukan?" Hari cemas.
Sooyeon tak menjawab, dia memegang tangan Hari.
"Ada apa, Bu? Tolong jawab." Hari semakin cemas, wajahnya mulai berkeringat.
"Ini pernah terjadi kepada ayah Kanglim juga dahulu."
"Lantas, apa berbeda dengan serangan waktu itu?"
Sooyeon menggeleng. "Hampir sama, tetapi pengaruhnya ... lebih buruk sekarang. Dan satu lagi, dulu dia hanya dipengaruhi dan diserang karena ingin mendapatkan dirimu. Maksudku, serangannya tidak sempurna, tidak besar. Namun kali ini, dikarenakan balas dendam dia ingin mendapatkan tubuhmu serta ... melenyapkan Kanglim."
Jantung Hari berdetak sangat cepat karena nafas Hari menderu-deru. Hyunwoo juga cemas.
"Bu, Ibu bilang ayah Kanglim pernah mengalami hal yang sama. Apa yang terjadi kepadanya?"
Sooyeon menunduk. "Ibu akan mencari penawarnya, kali ini ibu tidak akan gagal!" Kemudian dia mengeratkan genggamannya pada tangan Hari dengan kedua tangannya. "Jaga Kanglim."
Sooyeon langsung berjalan keluar dari rumah Hyunwoo.
"Hari, kau—"
"Hyunwoo ... aku tidak baik-baik saja!" Mata Hari berkaca-kaca.
Apa maksud dari "kali ini tidak akan gagal"?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Love [✓]
FantasyBerawal dari menyebut Kanglim sebagai anak sombong, kini Hari malah berusaha mendapat cinta darinya. Tanpa ia sadari, Kanglim ternyata memiliki perasaan yang sama. Kemudian datang makhluk yang terus mengusik kehidupan mereka, belum lagi dengan kesal...