•••
"Kalian berdua akan tidur di mana? Kamar ayah dan ibuku kosong, tetapi nanti jika mereka pulang—"
"Kami akan tidur di ruang tamu, benar Gaeun?"
"Benar."
"Baiklah, kalau kalian mau. Aku ke kamar dulu, hoamm ...."
Hyunwoo pergi ke kamarnya, sementara Hari dan Gaeun ke ruang tamu, tidur di kedua sofa panjang yang ada di sana.
Satu jam berlalu, pukul 11 malam. Gaeun sudah tertidur lelap. Hari? Dia tak bisa tidur, bukan karena tak nyaman tidur di sofa ... tapi karena, Kanglim.
"Aku ... aku tidak bisa tidur." Hari bangun lalu duduk.
"Ah ... apa yang harus kulakukan?!" Hari menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.
Dia menatap terus kamar tamu, lantas berjalan ke sana.
"Aku tidak tahan!" Hari duduk di kursi kecil yang ada di samping ranjang kamar tamu tersebut.
Dia terus memperhatikan gerak-gerik Kanglim, berharap dia bangun cepat. Tapi tubuhnya tak ada yang bergerak sama sekali, kecuali dadanya, tentu. Hari menopang pipinya dengan telapak tangan.
Posisinya, tepat di samping kepala Kanglim.
Hari tertunduk karena mengantuk, akhirnya dia bisa tidur setelah pindah ke sana. Matanya mulai menutup, tapi tiba-tiba ....
"Aw!" Hari memegang lengannya, dia seperti tersetrum sesuatu.
"Apa aku menyentuh kabel listrik? Huh? Padahal tidak ada kabel di sini, aku hanya menyentuh ...." Mata Hari membulat, tadi dia menyentuh Kanglim sekilas.
Dia meneguk ludahnya sendiri. "Tidak tidak hahaha, mana mungkin manusia bisa menyetrum." Hari menggelengkan kepala.
Sikutnya sekarang menyentuh tangan Kanglim lalu ....
"Eoh?! Aw ...." Hari meringis sambil mengelus sikutnya.
"Ada apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa, kenapa ...." Hari tak melanjutkan omongannya, dia memilih memindah kursi itu ke sebelah meja. Kemudian dia tertidur.
---
04.53 AM
"Gaeun, bangunlah!" Hyunwoo menggoyangkan tubuh Gaeun.
"Hah? Ada apa?" Gaeun reflek bangun dan mengucek matanya.
"Di mana Hari?"
"Dia ada di si ...." Gaeun menunjuk sofa sebelahnya lalu membuka mata dan terkejut. "Di mana Hari??"
Hyunwoo menyentil telinga Gaeun. "Lihatlah, kau sendiri tak tahu."
"Aw! Padahal kemarin malam dia masih di sini, bersamaku." Gaeun mengelus telinganya.
Kemudian Gaeun berdiri, dan menarik tangan Hyunwoo pergi ke ...
... kamar tamu✊
"Nah benar dugaanku, dia di sini." Gaeun tersenyum melihat Hari yang tertidur di atas meja.
"Err ... bisa lepas tanganku?"
"Oh, apa?" Gaeun melihat tangannya yang memegang erat lengan Hyunwoo. "Ah, maaf maaf." Dia melepaskan pegangan itu.
Hyunwoo memutar bola matanya.
Hari menguap. "Hoaamm ... jam berapa ini?" Dia meregangkan tangannya.
"Eh, aduh pinggangku!" Hari memijat pinggangnya.
"Encok ya? Kasihan ... siapa suruh kau tidur dengan posisi duduk." Gaeun menggelengkan kepala.
"Kau, diam! Sakit sekali ...." Kemudian Hari kembali memperhatikan Kanglim.
"Oh benar, dia belum bangun juga? Apa dia sudah sem—" Hyunwoo ingin menyentuh Kanglim tapi tangannya ditahan oleh Hari.
"Jangan sentuh!"
Hyunwoo memasang wajah bingung, begitu juga Gaeun.
Hari melirik kiri dan kanan. "Haha sudah pagi, aku harus segera pulang. Hyunwoo, jaga Kanglim. Tapi ingat, jangan sentuh dia! Oke? Terima kasih, ayo Gaeun!" Hari menggandeng tangan Gaeun dan menuju pintu luar.
"Sebentar, kuambil bukuku dulu." Gaeun segera mengambil bukunya yang ada di meja tamu lalu kembali bersama Hari.
"Baiklah, Hyunwoo, kami pulang dulu. Sampai jumpa!" Hari melambaikan tangan dengan satu kanannya, sementara yang satu masih menggandeng tangan Gaeun.
"Eh ... dah, Hyunwoo!!" Gaeun hanya mengikuti gerakan Hari.
"Err ... dah ...." Hyunwoo memiringkan kepala lalu kembali ke kamar tamu.
"Mengapa aku tak boleh menyentuhnya?" Hyunwoo menyipitkan mata menatap Kanglim yang masih terdiam di atas kasur itu.
"Uh ... sudahlah, aku harus mandi dan berangkat sekolah sekarang."
---
"Hyunwoo, bagaimana keadaan Kanglim?" Hari duduk penuh harap di kursi sebelah Hyunwoo.
"Dari saat kau dan Gaeun pulang, sampai aku akan berangkat tadi dia masih belum bangun juga."
Hari murung. "Begitu? Aku sangat khawatir ...."
"Dan, aku tak tahu bagaimana suhunya sekarang karena kau melarangku menyentuhnya," lanjut Hyunwoo.
Hari kembali ke tempat duduknya, dia melamun lagi.
Bayangan, asap hitam, demam, luka, tubuh Kanglim yang bisa menyengat seperti listrik pada siapa pun yang menyentuhnya ....
Apa hubungan semua itu?? Hari pusing memikirkannya, dia terus mengacak-acak rambutnya berharap akan berpengaruh bagi otaknya agar jernih.
"Argh ... benar-benar rumit! Seperti rumus fisika yang guru sedang jelaskan!" Hari memukul mejanya.
"Hari, kau kah itu? Apa yang kau lakukan??" tegur gurunya.
"Eoh. Ah, anu, Bu ... uhm, maaf." Hari menggaruk lehernya, kali ini benar-benar gatal.
"Jangan bermain-main, fokuslah pada pelajaran!"
Hari mengangguk cepat dan membuka buku catatannya.
20 menit berlalu
Hari menulis sesuatu di bukunya, bukan soal dari guru melainkan ....
"Astaga! Hari apa yang kau lakukan?!" Hari menepuk kepalanya lalu menghapus teks yang dia tulis dalam keadaan melamun tadi.
Gaeun yang duduk bersebelahan meja dengan Hari menoleh. "Hari? Apa yang kau hapus?"
"Uh, apa? Tidak ... ini hanya salah tulis." Hari tersenyum, menutupi bukunya dari Gaeun dan terus menghapus dengan kencang.
Gaeun menatap Hari, dia tahu Hari berbohong.
Ya ... you know, Gaeun kek cenayang. Kalo ada yang boong , nyembunyiin atau mikirin sesuatu, pasti dia udah tau!
"Fyuh ... untung saja kutulis dengan pensil, jadi masih bisa dihapus." Hari bersender ke kursinya, dan menatap kertas bekas coretan itu.
"Setidaknya ada jejak namamu di situ, Kanglim."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Love [✓]
FantasyBerawal dari menyebut Kanglim sebagai anak sombong, kini Hari malah berusaha mendapat cinta darinya. Tanpa ia sadari, Kanglim ternyata memiliki perasaan yang sama. Kemudian datang makhluk yang terus mengusik kehidupan mereka, belum lagi dengan kesal...