"Bu, jangan bercanda." Hari tersenyum kecut dan mengusap pipinya
Sooyeon menunduk.
Leon yang merasa sangat bersalah mencoba mendekati Hari.
"Apa?!" bentak Hari ketika Leon menyentuh pundaknya.
"Maaf," lirih laki-laki itu.
Hari hanya membuang muka dan menatap Sooyeon.
"Ibu bilang tergantung padaku bukan? Maka akan kuusahakan bu, aku pasti bisa. Bu, ayolah ... coba sekali saja, ya?" Hari menggenggam tangan Sooyeon.
"Aku tidak yakin kau akan bisa, Hari." Sooyeon balik menatap.
"Aku bisa, aku bisa, aku bisa," kata Hari semangat.
Wanita itu mengangguk. "Baiklah."
Namun, saat akan menjelaskan, tiba-tiba mereka terbawa kembali bumi.
"Eh, di hutan ini?" Hari terkejut.
"Sepertinya waktu kita sudah habis, benar begitu, Bibi?" tanya Gaeun.
"Iya, jadi kita harus waspada sekarang. Karena hutan ini juga tempat tinggal makhluk itu."
"Ayo pindah, jangan di sini." Hari menyarankan.
"Benar, tapi ke mana? Tidak aman juga jika di kota."
Mereka berpikir, kemudian Sooyeon berkata.
"Di rumahku saja! Tapi ... kemungkinan besar makhluk itu juga ke sana dan mengganggu."
"Tak perlu khawatir, Bibi, aku memiliki kekuatan pelindung. Walau pasti hanya sebentar energinya," sahut Leon.
"Baiklah, ayo ikut." Sooyeon mengarahkan jalan menuju tempat tinggalnya.
---
Leon membuat sebuah perisai di sekitar rumah Sooyeon di tepi bukit itu. Setelahnya, anak-anak masuk dan berkumpul.
"Jadi Ibu tinggal di sini?" Hari bertanya.
"Iya, Ibu tinggal di sini sendiri."
"Tunggu, sendiri? Memang Kanglim tidak bersama Ibu Sooyeon?" Hari mengerutkan dahi.
Sooyeon menggeleng. "Katanya dia tinggal di kota, entah ada di mana. Tak mungkin di rumah lama Ibu, karena Kanglim tak mengetahuinya."
"Apakah dia tidur di berbagai tempat sesuka hati? Atau dia tak tidur selama ini?" Hari berpikir khawatir.
"Baiklah, Hari."
"Oh, iya, Bu?"
"Aku butuh air matamu."
"Air mata?"
Sooyeon membuka halaman sebuah buku. Di sana tertulis.
“Air mata seseorang yang paling orang itu sayangi dapat mengembalikan jiwanya. Karena hanya cinta sejati lah yang bisa mengalahkan mantra jahat besar sekalipun. Cinta, adalah kekuatan terkuat.”
"Ke-kenapa harus air mataku? Bukankah yang paling Kanglim sayangi itu Ibu?"
Sooyeon menggeleng. "Ibu tak bisa, entahlah. Dengar, Ibu telah mengamati sikap Kanglim terhadap dirimu. Aku rasa dia sang—"
"Baiklah, Bu, jangan teruskan lagi." Hari memotong.
Sooyeon terkekeh,.
"Eh, benar, aku ingat sekali. Tiga tahun lalu, pemantra hitam juga mengatakan hal yang sama. Air mata Hati bisa membangkitkan Kanglim kembali, benar, kan?" Gaeun melirik Hyunwoo.
"Iya, aku ingat itu." Hyunwoo mengiyakan.
"Oke oke. Bu, apa yang harus kulakukan dengan air mataku?"
"Menangis saja, kumpulkan dan pastikan seluruh air matamu menyentuh tubuh Kanglim."
"A-apa? Tapi ...." Hari sedikit ragu, bukankah itu terlalu ... alay?
"Tidak Hari, kami akan di luar."
Sooyeon memerintahkan yang lain untuk keluar, meninggalkan Hari sendiri di dalam rumah bersama Kanglim.
"Aku malu," cicit Hari pelan.
"Kau saja waktu itu menangis di depan banyak orang, masa' sekarang malu?" pekik Hyunwoo yang ternyata belum sepenuhnya keluar rumah.
"Uh, Hyunwoo!!" geram Hari.
Hyunwoo hanya tertawa geli dan menutup pintu rumah Sooyeon.
Hari memandang tubuh Kanglim.
"Huftt ...."
![](https://img.wattpad.com/cover/268289971-288-k491607.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Love [✓]
FantasyBerawal dari menyebut Kanglim sebagai anak sombong, kini Hari malah berusaha mendapat cinta darinya. Tanpa ia sadari, Kanglim ternyata memiliki perasaan yang sama. Kemudian datang makhluk yang terus mengusik kehidupan mereka, belum lagi dengan kesal...