Kini Hari menduduki bangku kelas 8. Dia masih berteman baik dengan Gaeun dan Hyunwoo. Tetapi Kanglim ... semenjak dia pindah sekolah, mereka jarang sekali bertemu.
"Hari, apa kau ada waktu nanti sore?" tanya Gaeun duduk di meja Hari. Sekarang, Gaeun tidak tertutup lagi. Bahkan dia hampir sama bobroknya seperti Hari, entahlah, tapi itu nyata.
Hari menggeleng. "Tidak tahu, ajaklah aku ke mana pun, aku pasti tidak akan memperdulikannya nanti. Kau tahu, ya ... dia ... aku, aku ingin—"
"Kau hanya ingin bertemu dengan Kanglim, bukan?" potong Gaeun.
Hari merapatkan bibir lalu menempelkan kepalanya pada kedua tangannya di atas meja. Dia membelakangi Gaeun dan memandang ke jendela kelas.
Terlihat wajah Kanglim di kaca jendela itu. Ah, hanya khayalan, ucap Hari dalam hati, kemudian dia menutup matanya.
Benar saja, ketika dia membuka kembali kedua matanya bayangan wajah Kanglim itu lenyap. Sialan, mengapa harus benar-benar khayalan. Hari menenggelamkan wajah ke tangannya itu.
Gaeun berdiri, dia menghampiri Hyunwoo.
"Sepertinya kita harus melakukan sesuatu," kata Gaeun. Hyunwoo mengangguk, dia mengerti apa yang akan Gaeun lakukan.
---
"Ibu ... aku lapar," Doori meletakkan tasnya sembarangan, lalu menuju dapur.
"Gantilah bajumu dulu," kata ibunya yang sedang memasak sesuatu.
"Ya, sebentar lagi, aku sangat malas." Doori menumpangkan dagu ke telapak tangannya. "Ehm, di mana ayah dan kakak?" tanyanya kemudian.
"Ayahmu sedang bekerja."
"Apa??" Doori terkejut.
"Iya, tadi pagi ayahmu berangkat. Dia diterima bekerja di sebuah bengkel, ya kau tahu setelah 3 tahun dia menganggur." Ibu Doori mengambil piring dan mencucinya.
"Sudah bagus dapat bekerja sebagai montir, daripada mencoba melamar menjadi pegawai kantoran tetapi selalu ditolak," lanjutnya.
"Ah iya benar, dan aku baru tahu ayah ahli dalam dunia perbengkelan." Doori mengangguk. "Lalu kakak? Bukankah hari ini dia pulang lebih awal?"
"Tidak tahu, dia belum pulang ke rumah. Mungkin bermain bersama teman-temannya."
"Uh ... padahal aku ingin dia membantu pekerjaan rumahku." Doori beranjak ingin berjalan menuju kamarnya.
"Tunggu," sela ibunya.
"Ada apa, bu?"
"Tolong antarkan ini ke rumah Nyonya Han, ya. Hanya sebentar, tapi ganti bajumu dahulu." Diberikan sekotak nasi yang entah berisi lauk apa pada Doori. Doori mengangguk dan menerimanya.
---
"Ah ... sial sekali, andai kakak ada di rumah pasti aku bisa nonton Papa Dog sekarang dan bukannya mengantar makanan ini," keluh Doori yang sudah berjalan melewati dua gang dari rumahnya.
Saat Doori tengah melihat-lihat sekitar, matanya tertuju pada sesosok pria yang mengenakan jubah hitam di seberang jalan sempit itu. Pria itu menghilang di balik tembok salah satu rumah. Doori kebingungan, ia ingin mengikuti pria itu tapi ada makanan yang harus ia berikan pada teman ibunya tepat waktu.
"Hm ... kuantarkan makanan ini dulu lalu akan kuikuti pria tadi." Doori bergegas lari menuju rumah teman ibunya itu.
Selesai mengantarkan makanan, Doori menuju tempat tadi dan mengikuti arah ke mana pria itu menghilang.
Sekarang dia tidak takut seperti dulu lagi, bahkan dia berharap ada makhluk yang mengganggunya. Oleh sebab itu jika ada hal yang menurutnya aneh, Doori harus mencari tahu.
"Tadi dia ke sini, sekarang ke mana?"
Doori berhenti di sebuah jalan menuju hutan. "Tidak mungkin dia ke hutan itu, kan?"
Doori ingin masuk ke hutan itu tetapi ini sudah sore, takutnya ia akan pulang terlambat dan dimarahi.
Doori kembali, dalam perjalanan dia melihat Hari bersama kedua sahabatnya itu sedang duduk di tepi lapangan. Doori menghampiri mereka.
"Kakak!" panggilnya.
"Huh? Kau ... mengapa kau di sini?"
Hari menoleh, dilihatnya anak laki-laki bertubuh mungil yang sedang berjalan kemari. Iya, semenjak Doori naik kelas 4 SD, dia bertekad untuk diet ketat agar badannya ideal. Dan sekarang itu terwujud, walaupun Doori masih suka makan dan pasti berat badannya akan bertambah lagi.
"Harusnya aku yang bertanya, sepulang sekolah kau tidak ke rumah, kan? Meresahkan sekali, sekarang aku yang harus mengantarkan makanan." Doori manyun.
"Ah ... itu, haha Gaeun dan Hyunwoo mengajakku ke sini sebentar, katanya ada seseorang yang ingin bertemu denganku."
"Iya, tapi dia belum datang juga sampai sekarang," tambah Gaeun.
"Sepertinya macet," tebak Hyunwoo.
"Maksudmu?" Hari bertanya, "Ya, maybe dia memakai kendaraan untuk kemari," jawab Hyunwoo. "Padahal seharusnya tidak," gumamnya setelah itu.
"Apa katamu?"
"Tidak, aku berkata mungkin dia memakai kendaraan kemari."
"Oh, benar."
"Ya sudah, aku ikut di sini." Doori duduk di sebelah Hari.
Hari semakin gelap, matahari mulai terbenam tetapi orang yang ditunggu tak kunjung datang.
"Gaeun apa kau bercanda? Tidak ada yang datang." Hari menunduk malas.
"Errr ... anu, seharusnya dia sudah datang tapi ...." Gaeun mengecek ponselnya, mengirim sebuah pesan tetapi tak ada jawaban.
"Sudahlah ayo pulang saja, ibu pasti marah jika aku pulang malam." Hari berdiri dan memakai tasnya.
"Ayo Doori, kalian berdua juga." Hari berjalan dahulu.
"Tapi, Hari—" Hyunwoo mencoba menahan.
"Ah aku sudah sangat lelah menunggu." Hari melanjutkan jalannya, diikuti Doori.
Gaeun dan Hyunwoo bertatapan, mereka menghela napas.
"Sepertinya ini gagal, mungkin lain kali saja nanti bicarakan padanya lewat ponsel," kata Hyunwoo.
"Ya, nanti kukatakan pertemuan kali ini batal." Gaeun melihat ponselnya kembali dan mengirim pesan lagi kepada seseorang. "Ayo pulang" Hyunwoo mengangguk, mereka berjalan menyusul hari.
-
18.35 PM
Kanglim berlari menuju lapangan. "Tidak, mereka pergi."
Kanglim duduk di tempat di mana Hari dan teman-temannya duduk tadi. "Aku benar-benar terlambat."
"Ya kau juga konyol, mana mau dia menunggu sampai malam." Kanglim mengecek ponselnya.
Lee Gaeun:
Kanglim di mana kau?₁₇.₄₉ ₚₘHari pulang,
maaf kali ini batal ₁₇.₅₂ ₚₘKanglim mengacak-acak rambutnya. "Karena makhluk itu, padahal ini salah satu cara untuk memperbaiki hubungan kami."
Kanglim mengepalkan tangan geram ke arah hutan di bukit.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Childhood Love [✓]
FantasíaBerawal dari menyebut Kanglim sebagai anak sombong, kini Hari malah berusaha mendapat cinta darinya. Tanpa ia sadari, Kanglim ternyata memiliki perasaan yang sama. Kemudian datang makhluk yang terus mengusik kehidupan mereka, belum lagi dengan kesal...