Chapter 7 : Ribet

5.8K 450 14
                                    

"Pokoknya jangan deket-deket dia!"

Akbar bersedekap dengan wajah busuk yang tidak bisa dibantah. "Kakak gak suka!!"

Alia cemberut. "Tapi Dillan itu baik kok kak."

Akbar memandang adiknya dengan sorot kejam, belum sempat Akbar menjawab Andin sudah menyambar dengan genit. "Uda gitu ganteng lagi kak."

Tepat setelah insiden pukul-pukulan Akbar dan Dillan , Andin ternyata sudah ada dirumah Alia menunggu gadis itu pulang olahraga. Alia menyenggol tangan Andin yang tidak menyadari bahwa wajah Akbar sudah bersemu hijau.

Mungkin sebentar lagi dia akan berubah menjadi hulk dan menghancurkan rumah.

"Hulk " adalah julukan Alia untuk kakaknya. Memang tokoh hulk bisa dibilang cerminan dari Akbar. Tinggi, besar, pemarah, berotot dan sepertinya dengan senang hati akan menghancurkan apapun yang ada di depannya.

Andin tersenyum garing sambil menunjukkan dua jarinya pada Akbar.
"Peace." katanya tanpa suara.

"Pokoknya kalo kakak bilang enggak ya enggak." kata Akbar lagi sambil menyipit memandang Alia.

Akbar tau seperti apa Dillan itu, sebagai sesama cowok dia tau seperti apa pria yang baik atau yang buruk untuk adiknya.

"Alia uda gede kak." kata Alia mencoba memberikan pembelaan untuk dirinya.

Entah mengapa Alia merasa keberatan jika kak Akbar melarangnya untuk bertemu dengan Dillan. Walaupun sebenarnya Alia tidak tau dimana dan kapan akan bertemu dengan pria itu lagi. Bahkan Alia juga tidak yakin apakah Dillan sudi bertemu dengannya.

Ya iyalaah, emang siapa kamu sampe segitunya Dillan mau nemuin kamu lagi abis dihajar sama hulk ?
Pacar enggak, temen juga enggak.
Kamu itu selalu jadi sumber bencana buat doi, Al!

Rasa tidak terima kembali menyeruak dalam hati Alia, tapi gadis itu juga ngeri melihat Akbar yang dengan tidak sabar menghela napas kasar tanda jika cowok itu sedang kesal.

"Pokoknya gak boleh Alia!"

"Tapi kenapa sih kak?" Andin yang menyahut. Gadis itu terlihat sama tidak terimanya dengan Alia. "Kenapa Alia gak boleh ketemu Dillan?"

Teman Alia itu tidak mengerti alasan mengapa Akbar melarang Alia untuk bertemu Dillan lagi. Akbar tau Andin adalah teman baik adiknya, tapi Akbar memilih untuk tidak menggubris omongan gadis cerewet itu. Akbar hanya fokus ke Alia, adik kesayangannya yang terancam akan mengganggu ketenangan malamnya jika kembali patah hati.

"Iya kak." Alia memberanikan diri bersuara. "Alia kan uda gede. Alia tau kok mana yang baik mana yang buruk buat Alia kak."

"Kalo kamu uda gede_" Akbar menyambar sambil berkacak pinggang. "Dan tau mana yang baik dan buruk. Gak mungkin kamu mau-mau aja dicium sama si cabul itu. Di depan umum lagi."

"Hah?!"Andin memekik dan melongo menatap Akbar dan Alia bergantian. "Dillan nyium kamu lagi?!"

Akbar sebenarnya sudah ingin sekali mengabaikan Andin. Tapi ketika gadis mungil itu mengatakan tambahan kata lagi diujung kalimatnya, rasanya Akbar butuh tau info apalagi yang sudah dilewatkannya.

"Apa maksud kamu, ndin?"Akbar menyipit. "Si Dillan Dillan itu berani apa nyium-nyium Alia sebelum ini?"

"Keceplosan_" Andin sadar dan membekap mulutnya sendiri. Dan Alia semakin pucat. Pasrah dengan apa yang akan terjadi. Akbar menoleh pada adiknya dengan sorot mata mematikan.

"Berarti Dillan pernah nyium kamu sebelum ini !?" kata Akbar mengerikan dengan suara rendah.

Alia mengangguk dan menggeleng. Tidak tau apa sebaiknya dia jujur atau bohong saja.
Mati aku,
Mati aku,
Mati aku...

Because I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang