Chapter 22 : Kisah cinta Alia

4.4K 273 0
                                    

Alia's POV

"Jaga diri kamu baik2 ya sayang..."kata mama sambil berurai air mata. Tangannya membelai wajahku lembut.

"Telepon mama kalo udah nyampe, oke..?!" Lanjutnya.
Raut sedih dan khawatir tergambar jelas diwajah cantik mama. Aku mengangguk. Tidak sanggup menyembunyikan tangisku.

Ku peluk erat mama sekali lagi berharap dapat menumpahkan segala rasa menyesakkan ini dan mengadu padanya seperti ketika aku masih kecil, dan mungkin kak Akbar akan membantuku dengan menakut-nakuti anak yang telah merebut mainanku dan mengembalikannya padaku tanpa kurang satu pun juga. Tapi itu dulu, dan aku tau itu tidak mungkin.

Walau sampai habis pun suaraku untuk mengadu pada mama, tidak akan bisa menghilangkan sesak didada ini. Dan sekeras apa pun Akbar menakut-nakuti anak itu, bahkan mungkin menghajarnya seklipun tidak akan mengembalikan hal itu padaku bukan ?!
Segalanya telah berubah dan itu karena kesalahanku sendiri. Dan tentu saja ada orang yang punya andil sama besar denganku. Pria tampan brengsek kurang ajar yang bernama Dillan. Bahkan sampai sekarang pun aku masih menganggapnya tampan. Menyedihkan sekali kau Alia..!!

Aku melepas pelukanku pada mama. Mencoba tersenyum untuk menenangkan hatinya. Lalu mendatangi kakak tampan kesayanganku, yang berdiri muram sambil menenteng koper besar milik ku. Kak Akbar, kakak kesayanganku, orang terbaik yang selalu tulus menyayangiku dan melindungiku. Over melindungiku malah.
Kupeluk erat tubuh besarnya, berusaha menyerap energinya untuk menguatkanku.

"Al... hati-hati ya, jangan macem-macem disana!! Pergi jangan pernah sendirian. Jangan coba-coba minum alkohol lagi, jangan terlalu percaya sama orang asing, jangan gampang jatuh cinta, jangan banyak makan pizza, jangan tidur kemaleman, jangan nerima apa pun dari orang asing..." Aku tersenyum geli mendengar nada posesifnya.

"Alia kakak serius... kamu jangan cengengesan seperti itu." katanya dengan wajah kesal.

Semalaman kak akbar berada dikamarku hanya untuk menanyakan satu hal yang sama selama 2 hari ini.
"Kamu yakin mau pergi...?"Tangan besarnya mengusap punggungku dengan lembut.

Aku kembali mengangguk dan terpaksa mendengarkan saran-saran gilanya seperti barusan yang bahkan jika dibuat list akan sepanjang rel kereta api.

"Kakak pasti kangen kamu, Al.."

"Alia juga kak..."sambungku.

Aku terpaksa melepas pelukannku pada kak Akbar karena suara keras pemberihuan bahwa pesawat ku akan segera berangkat. Ku lirik sekali lagi pintu kaca lebar didepanku, berharap sosok itu datang, hanya sekedar untuk melambaikan tangan padaku dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bahwa aku tetap berarti untuknya. Tapi aku kembali harus menelan pil pahit dan menahan air mataku.

Sebegitu tidak pantaskah aku dimatanya ??
Sebegitu besar kah kesalahan Aliandra, Pa ??
Sampai papa bahkan tidak mau mengantarkan alia ke bandara..?
Hanya sekedar untuk menguatkan hati Alia yang seperti terkoyak ketika papa mengatakan Alia untuk pergi ??
Bahkan papa tidak mau memandang Alia ketika Alia berpamitan untuk pergi pagi tadi ??
Papa juga tidak mengatakan iya ataupun tidak. Papa malah meninggalkan Alia tanpa berkata apa-apa.

"Ma... alia berangkat." Kataku sambil mencoba tersenyum, kupeluk sekali lagi mamaku, cepat-cepat kulepaskan karena takut aku menjadi lemah karena air matanya. Mama hanya mengangguk sambil mencoba tersenyum disela-sela air matanya.
Sekali lagi kulirik pintu besar itu dan hatiku mencelos.

Aku melangkah menuju pintu keberangkatan dengan mantap dan sama sekali tidak melihat kebelakang.
Ku coba mengeraskan hati, meninggalkan semua kenangan pahit itu dibelakang. Aku harus berjalan terus, mungkin aku akan kembali tersandung dn terjatuh, tapi aku tidak akan pernah lagi terpuruk. Aku akan bangkit meski aku harus mematahkan hatiku sekali lagi.

Because I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang