Chapter 20 : Masih adakah..... ??

4.8K 333 9
                                    

"Apa sebenarnya yang kamu rencanakan untuk Alia ?" Tanya pak Hardi begitu mempersilahkan Dillan untuk duduk.

"Saya ingin bertanggung jawab pak.." jawab dillan mantap.
Pak Hardi menatapnya, mungkin menilai. Dillan balas pandangan pak Hardi, menolak untuk menunjukkan sedikit saja keraguan. Setelah sepersekian detik, akhirnya ayah Alia mengalihkan pandangannya, dan mengusap dagunya. Berfikir.

"Tanggung jawab seperti apa yang kamu maksud, Dillan..?"
Dillan menarik nafas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian.

"Saya.. saya ingin menikahi Alia, pak."

"Elo kira elo pantes, setelah apa yang uda elo lakuin sama Alia ?!?" Tiba tiba Akbar sudah berada diruangan.
Berdiri menyilangkan tangan di dada didekat undakan tangga terakhir ruang keluarga pak hardi yang luas.

"Saya tau saya salah,pak Hardi. Dan saya juga menyadari bahwa tingkah saya memalukan. Saya benar benar minta maaf untuk itu pak." Dillan mengatakan itu lebih untuk pak Hardi bukan Akbar. Tapi pak Hardi hanya diam dan memandang Dillan, seperti mempertimbangkan.

"Dan dengan percaya dirinya elo yakin Alia bakalan nerima elo ?" Lagi lagi Akbar menyela sambil mendengus keras. "Jangan mimpi deh lo."

"Akbar !" Pak hardi memperingatkan putranya yang seperti petasan itu, mudah meledak. Bukan, bukan petasan, bom lebih mendekati untuk Akbar.
Akbar kelihatan tidak senang, tapi dia memilih menurut dan menghempaskan tubuhnya di sofa pas didepan Dillan, memandang Dillan dengan galak.

"Apakah kamu tau, pernikahan itu bukan melulu tentang tanggung jawab ?" Kata pak Hardi. Dillan memandang pria gendut yang seperti sedang memikirkan entah apa itu.

"Tapi bukan kah pernikahan butuh tanggung jawab pak ?" Dillan merasa pendapatnya tidak salah. Bukankah dalam pernikahan tanggung jawab adalah hal yang utama ?

Pak Hardi sekarang mengalihkan pandangannya pada Dillan. "Kamu benar, pernikahan membutuhkan tanggung jawab yang besar. " katanya sambil mengangguk.

"Tapi untuk membuat pernikahan itu berhasil kamu harus punya pondasi yang kuat. Saya sudah menikah lebih dari 30 tahun, dan saya sangat menyadari bahwa pondasi itu penting. Dan pondasi terkuat adalah perasaan. Cinta. " pak hardi masih terus meneliti Dillan.

"Saya tidak suka kamu menikahi anak saya hanya bermodalkan tanggung jawab, karena kamu sudah menghamili dia. Alia itu putri saya, anak perempuan saya satu-satunya. Selama belum menikah, Alia adalah tanggung jawab saya. Dan ketika dia menikah, maka tanggung jawab itu akan jatuh ketangan suaminya. Dan saya mau.." pak hardi sekarang mengacungkan telunjuk gemuknya kedepan, seperti mengingatkan Dillan.
"Suami anak saya kelak, bisa menjaganya. Menggantikan saya dan abang-abangnya." Masih dengan mata lasernya yang seolah-olah menelanjangi dillan, pak hardi masih menatapnya.

"Dan kamu tau, bukan melulu tanggung jawab yang saya tuntut dari calon suami anak saya, tapi juga cinta. Saya mau pria itu harus benar-benar mencintai anak saya apa adanya. Menerima dia, tanpa memandang status ataupun keadaannya."

"Kalau yang kamu maksud dengan bertanggung jawab adalah tentang mampu menghidupi dia dengan baik, memenuhi semua kebutuhannya dalam hal materi..." pak hardi menggeleng.

"Bukan itu mau saya. Saya juga bisa dan lebih dari mampu untuk memenuhi kebutuhan anak saya. Yang saya mau adalah seorang pria yang tulus menyayangi putri saya, dan lebih penting putri saya juga mencintainya." Sambung tua itu lugas.

Dillan memandang takjub pria ini.
Benar-benar bijaksana sekali ayah alia ini.

Beliau masih bisa berkepala dingin menghadapi semua kekacauan yang dillan timbulkan untuk alia dan keluarganya. Dillan tidak bisa membayangkan bagaimana jika pak Hardi sampai bersikap seperti Akbar, mungkin dillan sekarang sudah mati atau paling tidak opname dirumah sakit, bukannya malah bercerita tentang konsep pernikahan diruang keluarga dengan disuguhi teh hijau dan kue kering oleh ibu Alia.
Dillan benar-benar terenyuh dengan pola pikir pria tua ini, dirinya sangat malu.

Because I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang