Chapter 19 : Mencoba Berharap

5.1K 337 0
                                    

"Aku minta maaf Alia...."

Alia sama sekali tidak bergeming. Pandangannya lurus kedepan tanpa ekspresi.
Sudah 2 jam Dillan mencoba berbicara dengan Alia, tapi alia sama sekali tidak merespon. Dillan merasa berbicara dengan patung.
Jika saja tidak dilihatnya nafas alia yang masi berhembus, mungkin Dillan benar-benar mengira Alia sudah mematung.

Dillan menghela nafas dalam. Dia tidak tau bagaimana caranya lagi berbicara dan membujuk alia. Jangankan untuk menawarkan pernikahan yang rencananya akan diajukannya pada alia, untuk membuat alia menjawab kata-katanya saja sepertinya mustahil. Gadis itu tetap membeku, bahkan memandangnya pun tidak.

Dillan tau ini semua kesalahannya. Dan dillan mengerti mengapa Alia terus-terusan mengabaikannya dan tidak menganggapnya ada. Setiap hari Dillan menjenguknya, walaupun harus menghadapi pandangan sadis Akbar dan muka masam pak Hardi, Dillan tidak perduli. Dia merasa pantas mendapatkannya.

Tidak mungkin kan Akbar dan pak Hardi membuatkan pesta penyambutan untuknya setelah apa yang dia lakukan pada Alia ?? Yang benar saja !!!
Tidak diusir saja sudah cukup untuk Dillan.

Pada hari pertama Alia siuman dirumah sakit, Dillan langsung harus menghadapi gelas terbang yang dilemparkan Alia padanya. Gadis itu menangis menjerit-jerit padanya dan mengusirnya pulang, sama sekali tidak mengijinkannya untuk mendekat. Hal itu terus terjadi selama 3 hari sampai dokter menyarankan untuk sementara Dillan tidak menjenguk alia dulu, karena mental Alia yang masih down. Belum lagi tatapan menusuk dari akbar yang seolah-olah juga mengusirnya tanpa kata.

Seminggu kemudian, kondisi Alia akhirnya membaik dan dokter mengatakan bahwa Alia sudah bisa dibawa pulang.
Dillan kembali mencoba mendatanginya kerumah, dan terpaksa harus pulang setelah Alia mengatakan dia capek dan tidak mau menemuinya. Dillan tidak menyerah.

Keesokan harinya Dillan kembali datang, tapi lagi lagi tidak bisa bertemu Alia, karena alia mengatakan bahwa dirinya tidak mengenal Dillan.

Haah ?! Alasan macam apa itu ?!

Bagaimana bisa Alia mengatakan tidak mengenalnya setelah semuanya. Mungkin Dirinya adalah seseorang yang tidak akan pernah dilupakan Alia, kan ?!
Pertanyaan itu dilemparkannya pada dirinya sendiri.

Dillan memutuskan untuk tidak mendatangi Alia selama seminggu, hanya untuk memastikan bahwa keadaan dan emosi nya menjadi sedikit stabil dan tidak lagi menolaknya. Selain itu pekerjaan Dillan juga banyak terbengkalai akibat kejadian ini. Dillan terpaksa menyuruh asisten kepecayaannya untuk menggantikannya meninjau proyek proyek besar, berhubung untuk saat ini konsentrasi Dillan hanya terfokus pada Alia.

Akhirnya penantian Dillan selama 2 minggu lebih itu membuahkan hasil. Dillan kini bisa bertemu dengan Alia. Mengobati rasa rindunya yang mulai berakar pada gadis ini.
Yah, walaupun Alia hanya diam saja dan sama sekali tidak meresponnya, setidaknya Alia tidak menjeritinya dan melemparinya dengan semua benda yang berhasil dijangkaunya seolah-olah Dillan adalah monster menakutkan.

"Al...." dillan mencoba memanggil Alia entah untuk yang kesekian kalinya.
"Jangan diem aja Al, bicara sama aku, please.."Dillan memohon kali ini. apa pun, yang penting gadis didepannya ini mau membuka sedikit saja suaranya. Ditelitinya wajah putih bersih Alia yang sedikit tirus sekarang. Kantong matanya menghitam dan rambutnya yang dikuncir tinggi asal.

"Alia.. aku ngerti aku salah, dan aku juga tau aku gak berhak meminta maaf dari kamu." Dillan mendesah putus asa melihat gadis itu hanya diam dan membuang mukanya kearah jendela, melihat kearah luar jendela kaca kamarnya entah memandang apa.

"Tapi please, Alia. Tolong. Sebentar aja.. ngomong sama aku.." Dillan menghembuskan nafas. Lelah, putus asa dan tidak tau akan berbuat apa. Tapi jangan panggil dirinya Dillan jika dia akan menyerah.

Because I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang