Chapter 8 : Investigasi

5.7K 360 19
                                    

"Kak Ergaaaa,"

Alia dengan malas bersuara dan mengetuk pintu kamar kakaknya.

Tok, tok, tok,

Ceklek!

Pintu itu akhirnya terbuka dan menampilkan sesosok pria ganteng berusia 29 tahun yang hanya memakai boxer biru gelap. Erga, kakak sulung Alia.

"Ya, Al?" Erga bertanya dengan manis.

"Ditungguin mama tuh, diajak makan malem bareng." jawab Alia lesu.

"Oke."

Erga turun ke lantai bawah mengikuti Alia tanpa banyak tanya. Diam-diam lelaki itu memperhatikan gestur lesu adiknya yang terbilang tidak biasa.

Di meja makan Alia juga sama muramnya. Gadis itu hanya mengaduk-aduk piringnya tanpa selera.

"Al, ini ayam gorengnya." Mama mereka yang cantik dan perhatian itu meletakkan sepotong dada ayam dipiring putri bungsunya.

"Udah ah ma, Alia kenyang." jawab Alia lalu menyingkirkan ayam goreng tepung ke pinggir piringnya.

"Loh, kenapa?" Mama bertanya heran. "Biasanya kamu suka. Inikan ayam kesukaan kamu."

Alia mendesah. "Alia lagi gak nafsu makan ma."

Mama memandang Alia khawatir. "Kamu sakit nak?" Alia menggeleng.

"Cuma lagi gak nafsu makan aja." jawab gadis itu lemah.

"Alia udahan ya ma." sambung Alia dan berlalu pergi. Erga masih diam memperhatikan kepergian adiknya.

"Alia kenapa ya pa?" Bu Hardi bertanya pada suaminya, jelas-jelas kuatir. Tidak biasa-biasanya Alia tidak nafsu makan. Seingat Erga cuma sekali Alia tidak nafsu makan, hanya ketika gadis itu putus cinta.

"Mungkin lagi diet ma." jawab papa mereka menenangkan. Lelaki gendut itu tidak ingin membuat istri cantiknya khawatir.

Hardi Prakoso tahu betul watak istri yang sudah dinikahinya selama 32 tahun itu, ketika bu Hardi mengkhawatirkan sesuatu, wanita itu akan terus memikirkan masalah itu sampai kepalanya keriting.

"Akbar," mamanya Erga menjawil lengan Akbar. "Adek kamu ada cerita sesuatu gak ke kamu?"

Akbar menggeleng tidak peduli sambil terus makan.

"Hmm__aneh." suara mama terdengar lirih.

Sebagai anak bungsu dan satu-satunya anak cewek dikeluarga itu, Alia tidak pernah kehabisan perhatian. Kadang Erga sadar mereka jadi sedikit over pada gadis itu. Mereka tetap menganggap Alia gadis kecil, meskipun usia adik bungsunya itu sudah 22 tahun.

Erga kemudian menyelesaikan makannya lalu bangkit dari kursinya dan pamit pada kedua orangtua serta adiknya. Erga pamit untuk tidur karena besok siang dia harus kembali ke Sydney.

Sudah tiga tahun ini Erga bekerja di sana sebagai arsitek. Tawaran yang tidak bisa ditolak sama sekali. Bisa hidup mandiri dan mapan adalah impiannya, meskipun itu artinya dia harus tinggal bermil-mil jauhnya dari keluarga dan sahabatnya.

Tiga tahun hidup terpisah dari keluarga dan mencoba hidup sendiri adalah hal yang berat awalnya. Tapi kini perjuangannya sudah membuahkan hasil. Dia sudah bisa membelikan kedua orangtuanya mobil dan membangun sendiri rumah pribadinya di Indonesia. Rumah yang akan ditinggalinya kelak jika sudah menikah dan memiliki keluarga sendiri.

Erga berjalan menuju taman belakang rumah, dan benar saja perkiraannya, Alia ada disana. Gadis itu duduk sendirian dibangku taman yang diingat Erga sebagai hasil karya pertamanya. Erga melihat sosok adiknya yang bulat, berdiam diri dan muram. Sementara pandangan gadis itu menerawang entah memikirkan apa.

Because I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang