5. Jarak yang tak terkira

3.9K 263 0
                                    

Proses pemakaman papa Naura telah selesai satu jam lalu. Rumah minimalis itu masih di penuhi oleh tetangga sekitar, sekarang pukul 17.15 dan aura ke dukaan itu sangat terpancar di muka orang-orang yang ada di sana. Naura, gadis itu masih terlihat menangis di pelukan sepupunya di dalam kamar. sedangkan ketiga sahabatnya serta Faza dan Kayla tengah duduk di ruang tamu yang masih ramai karena akan ada acara pengajian setelah shalat Maghrib nanti.

"Nak makan dulu." Mereka mendongak menatap ibu Naura yang tersenyum kecil dengan mata sembab.

"Iya Tante." Jawab Disty dan meraih nampan yang lumayan besar dari tangan ih Naura.

Jika di lihat, ibu Naura jauh lebih tenang di banding Naura. Setibanya di rumah tadi, Naura langsung berlari histeris menuju ayahnya yang ada di ruang tamu dikelilingi orang-orang yang berpakaian hitam. Ia sempat menyentuh wajah pucat ayahnya sebelum kembali pingsan membuat orang-orang panik di sana.

"Kalian makan ya, Tante mau lihat Naura dulu." Baru saja ia melangkah. Ia menoleh saat merasakan ada sesuatu yang menarik ujung gamisnya.

Mata bulat itu menatap ibu Naura dengan binar di sana.

"Kayla mau ke kakak Naura juga," Faza segera melepas tangan Kayla yang masih menggenggam ujung gamis itu.

"Ahh maafkan anak saya Bu." Udar Faza menatap ibu Naura tidak enak. Sedangkan ketiga sahabat Naura itu hanya diam menyaksikan.

Ibu Naura tersenyum kecil dan mensejajarkan dirinya dengan Kayla yang sudah berdiri itu.

"Mau ikut nenek?" Tanyanya yang di jawab anggukan oleh Kayla. Sedangkan Faza mencoba meng kode Disty untuk menghentikan Kayla.

"Kayla, kak Naura nya butuh waktu sendiri sayang." Ibu Naura beralih menatap Disty yang kini menatap Kayla tajam, membuat gadis mungil itu menundukkan kepalanya takut.

"Eh nggak apa-apa kok, ayok Kayla." Kayla segera memasang senyum manisnya dan berjalan menuju kamar Naura bersama wanita paruh baya itu.

Sedangkan Faza menatap punggung Kayla tidak enak. Bisa-bisa nya Kayla ingin menemui teman Disty yang masih dalam kondisi seperti ini. Ia menggelengkan kepalanya pelan dan memutuskan untuk makan juga bersama Disty dan kedua temannya.

***

Dan setelah tiga bulan berlalu, Naura kini sudah merasa lebih baik. Satu Minggu setelah papanya pergi, Naura hancur. Bahkan hampir saja ia tidak jadi melanjutkan pendidikannya kala itu.

Naura menatap kontrakan yang tidak terlalu luas itu dengan senyum. Hari ini, ia baru saja membereskan kamar kontrakannya yang sangat kacau.

"Heh jangan di injek! Baru aku pel tadi." Naura menatap tajam Anti yang baru saja pulang kampus. Gadis itu baru saja akan menginjakkan kakinya memasuki kamar kontrakan Naura, namun berhenti takkala mendengar teriakan Naura. Sedangkan Disty dan Cintia melengos memasuki kamar gadis itu.

"Ihhh dibilangin jangan di injek. Kan kan ada jalan kaki kalian ihh!" Cintia melempar bantal kepala ke muka Naura kesal.

"Kalau nggak di injek gimana masuknya Naura? Yakali ngerayap di dinding." Naura mendengus kesal dan ikut berbaring bersama ketiganya.

"Heh bukannya bikinin kita minum apa kek, ini malah ikut-ikutan tidur." Naura hanya menatap Anti malas dan beralih memeluk Cintia di sampingnya.

"Ihh bau keringat!! Belum mandi kamu ya?" Naura tertawa pelan mendengar pekikan Cintia, dengan sengaja ia mengeratkan pelukannya membuat Cintia kembali memekik tak terima.

"Jam berapa Ra kuliahnya?" Naura melepas pelukan nya mendengar pertanyaan Disty.

"Jam satu. Masih adalah satu jam." Memang, jadwal kuliah mereka berbeda, bahkan mereka sangat jarang memiliki waktu bersama di kampus. Jadi, setelah kelas selesai mereka akan menuju kontrakan Naura untuk berkumpul. Kalau kata Anti sih markas mereka.

"Yaudah sana mandi." Naura mencibir pelan namun ia bangkit untuk siap-siap ke kampus. Hampir lima belas menit Naura membersihkan dirinya. Ia keluar dan mendapati Cintia yang tengah menyetrika pakaian miliknya.

"Aku bisa sendiri Tia" Ucap Naura meraih setrika yang ada di tangan Cintia namun gadis itu menggeleng sembari menepis tangan Naura pelan.

"Kamu kerjain yang lain aja. Ini hampir selesai kok,"

Naura menghela nafasnya kasar. Ia berfikir jika tinggal di kontrakan akan membuatnya mandiri. Bahkan ia sudah merencanakan untuk kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan dirinya, karena Naura sangat merasa tidak nyaman untuk meminta uang belanja lagi kepada ibunya. Terlebih papanya sudah tidak ada lagi.

Namun, semuanya tidak ada yang terlaksana. Bahkan perabotan yang ada di kontrakannya saja adalah hasil dari mereka bertiga. Ahh lebih tepatnya orang tua sahabatnya yang membelikan ini itu kepadanya. Bahkan tak jarang Naura di beri uang jajan dari mereka. Jika kalian bertanya bagaimana perasaan Naura? Maka dengan jelas Naura akan mengatakan bahwa dia sangat tidak nyaman terlebih ke tidak enak hati. Naura merasa semuanya berlebihan, namun tdiak di gubris oleh mereka semua.

Naura kini berjalan menuju meja belajarnya yang terdapat cermin di sana. Ia memoles wajahnya dengan cream sebum memoles dengan bedak tabur setelahnya ia mengambil lipstik dan mengoleskannya di bibir. Ok sudah cukup.

Ia kemudian meraih baju dan celana yang di berikan oleh Cintia. Hari Selasa, jadi dia akan menggunakan pakaian formal. Yah inilah ciri khas kelasnya.

"Kalian mau tetap di sini?" Tanya Naura meraih tas beserta buku paketnya kemudian menatap Disty dan Anti yang sudah tidur di kasur miliknya.

"Iya, nanti kalau kamu udah selesai kelasnya baru kita pulang." Naura hanya mengangguk pelan dan berjalan kearah pintu. Duduk sebentar dan memakai sepatu milik nya.

"Aku antar Ra?" Naura menggeleng pelan mendengar itu. Jarak antara kampus dan kontrakannya memang tak terlalu jauh, tapi jika hanya jalan kaki maka bisa di pastikan akan pegal-pegal juga.

"Aku naik motor." Ujarnya dan menuju motor matic yang ada di samping kontarakan.

Sedangkan di kostnya, Cintia menatap Anti  dan Disty yang sudah bangkit dari tidurnya. Cintia mendengus pelan dan ikut duduk di kasur milik Naura dengan wajah serius menatap keduanya.

Bersambung...

Salam manis:)
@VeNhii

NAURA HIILINIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang