Ke empat gadis itu duduk saling berhadapan di ruang tamu apartemen Naura. Tadi, setelah memaksa Naura untuk pulang bersama, Anti langsung menghubungi Cintia untuk datang ke apartemen. Naura dengan mata sembabnya menatap Disty yang hanya diam sembari memainkan jemarinya.
"Kenapa Ty? Kenapa kamu jadi kayak gini?" Sekali lagi, air mata Naura jatuh. Ia tak pernah berfikir jika Disty mengalami hal berat beberapa hari ini. Ia tak pernah berfikir jika Disty akan mendapatkan tamparan hanya karena dirinya.
Disty diam menunduk. Ia tak tau mau bagaimana lagi, pikirannya kacau. Orang taunya dan kakak nya sangat marah padanya karena tabungannya kini tak mencapai lima juta. Namun, ia juga tak bisa membiarkan Naura begitu saja. Ia hanya ingin memberikan kenyamanan dan keamanan untuk Naura.
"Disty!!" Untuk pertama kalinya, Naura membentak Disty. Mereka bertiga tersentak kaget mendengar bentakan Naura.
"Aku hanya mau kamu aman Ra! Aku nggak mungkin biarin kamu tinggal di tempat seperti itu!"
"Dengan cara kamu di sakiti oleh keluarga kamu? Kamu tau? Gimana perasaan aku saat tau kalau kamu di tampar oleh mama kamu gara-gara aku? Kamu ngerti gimana aku Ty?" Disty hanya menangis pelan. Tangis yang ia tahan dari semalam pun ia tumpahkan di depan sahabatnya, tangis karena rasa sakit akibat tamparan mamanya ia tumpahkan sekarang.
Sedangkan Anti mengelus pundak Naura dan Cintia yang memeluk Disty dari samping. Mereka berdua sebenarnya sudah mengetahui nya lebih dulu, karena Disty menghubungi mereka pagi tadi dan menceritakan semuanya. Namun untuk Naura, ia tak mau gadis itu tau.
Naura bangkit dan berjalan menuju kamar nya, setelah beberapa saat ia keluar membawa Map coklat yang di berikan Disty Minggu lalu di tangannya.
Ia kembali duduk dan menyerahkan Map itu kearah Disty yang menatap Naura tidak percaya. Bahkan Anti dan Cintia pun kaget melihat nya.
"Aku kembalikan, maaf aku nggak bisa nerima ini." Ia menghela nafas pelan.
"Dan untuk nama nya. Lusa aku usahain akan selesaikan semuanya, ini milik kalian. Jadi aku akan mengganti nama kepemilikan nya dengan nama kalian." Disty menggeleng keras. Ia menggenggam tangan Naura yang memegang amplop itu.
"Nggak! Ini milik kamu. Ini kado ulang tahun kamu dari kami, mana mungkin kami bisa ambil kembali?" Anti meraih amplop itu dan meraih tangan kiri Naura untuk menggenggam nya. Sedangkan Cintia hanya menatap Naura dengan sendu.
Naura menggeleng pelan dan tersenyum kecil kemudian kembali memaksa Disty memegang amplop itu.
"Aku nggak nerima kado kalian. Maaf, tapi aku nggak mau buat kalian repot lagi. Besok, aku akan cari kontrakan yang ada di sekitar kampus. Kalian tenang aja, aku bakal cari kontrakan putri supaya kalian nggak cemas kejadian itu terulang lagi. Dan kedepannya, aku harap kalian nggak terlalu mentingin aku. Jangan buat jadi merasa terbebani dan jadi orang lupa diri jika aku sangat jauh di bawah kalian."
"Udah ya, kalian pulang. Aku pengen istirahat." Setelahnya, Naura berjalan menuju kamar miliknya meninggalkan ketiga sahabatnya yang terdiam mendengar ucapan Naura.
Naura mengunci pintu kamar dan berjalan menuju kasurnya. Ia merebahkan tubuhnya di sana berharap beban yang ia tanggung serta rasa bersalah itu segera hilang.
Setelah hampir satu jam Naura menenangkan fikirannya, ia meraih ponsel miliknya di atas meja dan menyalakannya. Ia menghela nafas saat membaca chat yang masuk dari Cintia.
Cintiaaamut
Kita pulang ya, kamu jangan kepikiran terus. Amplopnya aku taro di bawa tv.Ia hanya membaca pesan itu tanpa ada niat untuk membalas nya. Akan teringan sesuatu, ia segera mencari kontak ibunya yang pasti sudah menunggunya di rumah. Ia putuskan untuk tidak pulang hari ini, karena besok ia ingin mencari kontrakan dan kerja paruh waktu untuk mencicil uang yang Disty dan kedua sahabatnya keluarkan untuk nya. Ya, Naura berniat untuk mengembalikan uang yang mereka berikan, walau sudah di pastikan ketiganya tak akan menerima nya. Namu, Naura sudah sangat pasti akan mengembalikannya.
Setelah deringan ke tiga akhirnya ada jawaban di sebarang sana membuat Naura menghela nafasnya.
"Halo Ra." Naura rasanya ingin menangis mendengar suara ibunya. Suara lembut nan teduh itu membuat hati Naura sakit, mengingat kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. Hanya ibunya saja yang ia butuhkan saat ini.
"Ra? Kamu nggak apa-apa kan nak? Kok jam segini belum sampai rumah?" Dan akhirnya isakan tangis itu terdengar. Naura menangis membuat sang ibu kian makin cemas akan keadaan Naura.
"I-bu-hikk-s... Naura hi-ks.."
"Naura kenapa nak? Naura nggak kecelakaan kan? Kamu baik-baik saja kan nak?"
Setelah menumpahkan air matanya, Naura menarik nafasnya pelan.
"Ibu, Naura kangen." Di seberang sana, terdengar kekehan ibunya yang mendengar ucapan Naura. Ia sangat cemas, ia kira Naura kenapa-kenapa.
"Astaga Naura, ibu kira kamu kenapa nak. Kamu nggak jadi pulang."
Rasanya Naura ingin menceritakan semua apa yang dia alami di sini, namun hal itu hanya akan membuat ibunya kepikiran dengan dirinya. Terlebih ibu Naura yang akhir-akhir ini sering sakit, dan Naura tidak mau membebankan ibunya dengan urusan dirinya. Ia akan coba untuk mengurusnya sendiri.
"Maaf Bu, Naura besok ada kelas tambahan." Ujarnya dengan rasa bersalah.
"Iya nggak apa-apa. Kamu belajar aja dulu yang bener. Kalau memang udah ada waktunya baru pulang, tapi jangan terlalu maksain diri kamu untuk semuanya ya nak. Istirahat yang cukup, shalat jangan lupa."
Naura mengiyakan ucapan ibu nya, setelah beberapa menit berbicara akhirnya ia memutuskan menutup panggilannya. Adzan Maghrib pun berkumandang di masjid yang tak jauh dari apartemen. Ia memutuskan untuk m ngambil wudhu dan menunaikan shalat Maghrib terlebih dahulu setelah itu, ia berjalan keluar kamar menuju dapur.
Namun, ia mengerutkan keningnya saat melihat ada kantong kresek di meja makan. Ia meraihnya dan membaca note yang ada di sana
Makan ya
*Disty*
Lagi-lagi Naura menghela nafas, ia meraih sebungkus Coto di dalamnya dan mulai memakannya.
Naura masih berfikir, dimana ia akan mendekatkan pekerjaan paruh waktu?
Bersambung....
Salam manis:)
@VeNhii
KAMU SEDANG MEMBACA
NAURA HIILINIA
Romance"Hanya ibu. Aku hanya menginginkan kasih sayang ibu. Aku hanya ingin hidup bersama ibu. Papa bisa kan?" "Kenapa harus ibu nak? Kan udah ada papa." "Aku tidak mau di anggap cacat karena nggak punya ibu." "Kamu mau menjadi ibunya?" "Maaf pak?" Dia...