Hari Senin, hari yang sangat melelahkan bagi pelajar dan pekerja di luaran sana. Naura menumpuhkan badannya pada meja yang kosong. Pelanggan memang tidak banyak, namun ia baru saja mencuci piring yang banyak.
Ia melirik jam yang ada di atas pintu dan menghela nafasnya pelan. Ia ada kelas siang hari ini, jadi ia masih ada waktu sekitar tiga puluh menit untuk kerja. Naura bangkit saat melihat ada segerombolan remaja yang memasuki cafe, dengan langkah pelan ia berjalan kearah mereka yang duduk di dekat pintu.
"Mau pesan apa?" Tanya Naura sopan dan menyerahkan buku menu kepada salah satu nya.
Setelah Naura mencatat pesanan mereka, Naura berjalan menuju dapur.
"Ra makan dulu." Naura menoleh kearah Cici yang merupakan salah satu pelayan.
"Puasa Ci," Cici hanya mengangguk dan berjalan menuju tempat piring kotor untuk meletakkan piring bekas ia makan tadi.
Naura duduk di bawah meja yang ada di sana, ia menghela nafas pelan. Pusing kini melanda dirinya, dari kemarin memang Naura merasa sakit kepala dan sedikit mual. Asam lambung nya kambuh.
"Kamu sakit?" Naura tersentak kaget dan mendongak menatap orang itu.
Dengan cepat ia berdiri tegak dan menggelengkan kepalanya.
"Maaf pak" Ucapnya menunduk dan memilih jarinya takut.
"Saya tanya, kamu sakit?" Sekali lagi, Faza bertanya dengan suara tegas namun rendah.
Beberapa pelayan yang memang tengah menyiapkan pesanan pelanggan melirik mereka.
Naura menggeleng pelan dan berucap dengan lirih. Ia masih merasa sesak dan ulu hati nya pun kini kian terasa nyeri.
"Nggak pak."
Faza menatap Naura dan meneruskan langkahnya menuju dapur. Tadi ia memang ingin ke dapur, Kayla sedang tidak enak badan dan gadis itu ingin memakan nasi goreng udang yang ada di cafenya, jadinya dia ada di sana sekarang.
"Ra kamu antar pesanan ke meja nomor tiga ya." Naura mengambil alih nampan yang berisi minuman serta kentang goreng itu dan berjalan menuju meja pelanggan. Setelah selesai ia melihat jam dan sontak ia terbelalak kaget. Naura dengan cepat berlari menuju dapur dan menyerahkan nampan kosong itu pada koki yang ada di sana.
"Maaf mas, saya sudah terlambat ke kampus." Setelah mengatakan itu, Naura langsung saja lari keluar menuju ruang staff tanpa menghiraukan orang-orang yang ada di dapur. Termasuk Faza.
Ia dengan cepat mengganti pakaiannya dan bergegas keluar cafe. Dengan sedikit cepat ia menaiki motor matic nya dan menjalankannya dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di kampus, Naura langsung saja berlari menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Ia menarik nafasnya saat melihat sudah ada dosen yang mengajar di sana. Dengan sedikit ketakutan, ia berjalan menghampiri dosen itu yang melihatnya dengan datar.
"Maaf pak, saya telat." Ucapnya menunduk.
"Satu kali lagi Naura kamu terlambat, saya tidak akan mau liat kamu di kelas saya." Naura semakin menundukkan kepalanya, setelah sang dosen menyuruhnya duduk, ia langsung saja dia berjalan menuju mejanya.
Kelas hari ini sangat melelahkan. Naura tidak bisa fokus sama sekali. Asam lambung nya yang kambuh dan rasa laparnya pun sekarang sangat mendominasi. Ia meraih handphone miliknya dan melihat jam yang menunjukkan pukul empat sore.
Sebenarnya Naura masih ingin melanjutkan pekerjaan nya di cafe, tapi dengan keadaannya saat ini sangat tidak memungkinkan.
"Naura!!" Teriakan itu membuat Naura menoleh dan tersenyum mendapati ketiga sahabatnya berjalan kearahnya. Mereka memang kuliah siang, jadi mereka bisa ketemu di kampus.
"Mau pulang?" Tanya Cintia saat mereka sudah ada di hadapan Naura.
Gadis itu mengangguk pelan. Ia berjalan menuju parkiran yang di ikuti oleh ketiganya.
"Ra, kamu sakit?" Naura menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Disty.
"Ya Tuhan! Kamu pucet gini Ra. Kamu sakit apa?" Anti menatap Naura dengan cemas. Ia memegang kening Naura namun tidak panas. Hanya saja keringat terus saja bercucuran di daerah anak-anak rambut gadis itu.
"Biasa, asam lambung aku kambuh." Ucapnya dan meneruskan langkahnya.
"Kenapa nggak makan? Ayok makan dulu."
"Aku puasa Tia."
***
Setelah shalat Maghrib, Naura meraih obat asam lambung yang ada di laci meja belajarnya. Ia menghela nafas saat nyeri di ulu hatinya sudah tidak sesakit tadi.
Bahkan Naura di bikin pusing oleh ketiga sahabatnya itu, mereka terlalu berlebihan. Bahkan Naura mengabaikan pesan dan panggilan dari mereka.
Deringan ponselnya terdengar kembali, dengan malas ia meraihnya. Dugaannya adalah ketiga sahabatnya itu. Pasti mereka akan merecokinya dengan omelan-omelan karena terlambat makan.
Namun, Naura mengerutkan keningnya saat mendapati Faza yang menelfon nya.
"Halo pak."
"Halo Naura, maaf ganggu."
Naura yang mengingat sesuatu sontak memukul keningnya pelan. Ia tidak sempat izin tadi sore untuk tidak masuk kerja lagi. Astaga kenapa bisa ka lupa? Pasti Faza akan marah.
"Nggak kok pak." Naura memejamkan matanya dan menyiapkan dirinya untuk di marahi oleh Faza.
"Kayla sakit. Dia pengen ketemu kamu."
Naura langsung saja membuka matanya. Ia kira, ia akan kena marah karena tidak izin tadi.
"Kayla sakit apa pak?" Tanya Naura dengan cemas. Memang hari ini ia tidak ketemu gadis mungil itu.
"Dia demam. Panasnya tinggi banget Ra. Dia nangis mulu maunya sama kamu."
"Rumah bapak di mana? Saya kesana sekarang pak." Naura langsung saja menyambar dompet dan kunci kostnya. Ia berjalan keluar.
"Saya jemput saja. Kamu share lokasi saja."
Naura mengiyakan dan menutup panggilan itu. Ia kemudian membuka aplikasi WhatsApp nya dan mengirimkan Faza lokasi kostnya saat ini.
Hampir setengah jam ia menunggu di luar pagar dan Faza datang dengan menggunakan motor. Naura sempat kaget melihat Faza yang pertama kalinya menggunakan motor di depannya.
"Naik Ra." Naura mengangguk pelan, ia menaiki motor itu sedikit ragu. Ini kali pertamanya ia dan Faza sedekat ini.
Setelah beberapa menit mereka sampai di rumah Faza, ternyata jarak nya tidak terlalu jauh dari kost Naura.
Mereka turun dari motor dan berjalan memasuki rumah. Naura yang hanya menggunakan baju tidur berlengan panjang itu penggosokkan telapak tangannya dingin.
"Kak Naura!!!" Naura menatap kaget melihat Kayla yang tengah berlari kearahnya dengan senyum lebar. Sedangkan Faza berdehem pelan.
"Kayla jangan lari-larian." Peringatan Faza saat Kayla sudah memeluk Naura dengan erat.
"Kayla sehat?" Pertanyaan itu membuat Faza meringis pelan.
Bersambung....
Salam manis:)
@VeNhii
KAMU SEDANG MEMBACA
NAURA HIILINIA
Romance"Hanya ibu. Aku hanya menginginkan kasih sayang ibu. Aku hanya ingin hidup bersama ibu. Papa bisa kan?" "Kenapa harus ibu nak? Kan udah ada papa." "Aku tidak mau di anggap cacat karena nggak punya ibu." "Kamu mau menjadi ibunya?" "Maaf pak?" Dia...