Naura meremas handphone yang ada di tangannya saat mendengar suara cempreng Kayla. Rindu? Tentu saja. Tapi sisi lain Naura kini tiba-tiba muncul saat mendengar penjelasan Akbar tadi.Ia tersenyum kecil dan mengalihkan penglihatannya ke bawah.
"Kak Naura juga Kay" Ucap Naura pelan.
"Kak Naura jadi kan pulang nanti? Kayla sama ayah tunggu ya kak!" Suara ceria Kayla membuat sisi hati Naura ngilu. Saat ini Naura benar-benar bimbang. Bohong jika Naura sudah melupakan Akbar selama ini, tapi Faza dan Kayla? Naura pun sudah merasa nyaman dengan mereka.
"Iya kak Naura jadi pulang kok." Terdengar suara grasak-grusuk dan suara protesan Kayla di barengi dengan kekehan Faza di sana.
"Kamu lagi apa?" Naura memejamkan matanya mendengar suara lembut Faza, ia merasa sakit sekarang. Hati nya benar-benar sakit mendengar suara lembut Faza.
"Ra?" Menghela nafas, Naura kembali menatap Akbar yang tak lepas menatapnya sedari tadi. Dapat Naura lihat jika wajah Akbar menunjukkan ekspresi was-was dan cemas.
"Mas." Seketika Akbar terkejut mendengar suara Naura. Ia menatap meremas tangannya yang ada di bawah meja. Sakit? Jangan tanya, Akbar tidak berbohong saat mengatakan jika ia masih mencintai Naura tadi.
"Mas bisa jemput Naura di sini?" Untuk pertama kalinya Naura meminta kepada Faza. Naura benar-benar di hantui rasa bersalah dan kejadian dua tahun silam.
Dan tentu saja, Faza yang mendengarnya terkejut.
"Ra, kamu nggak apa-apa? Kamu baik-baik aja kan?" Suara cemas Faza di sebrang sana membuat sudut bibir Naura mengembang. Ia tersenyum, dan hal itu tak luput dari penglihatan Akbar.
"Naura nggak enak badan aja mas. Nanti Naura kirim alamat nya ya." Setelah Faza mengiyakan, Naura menutup sambungan telefon dan segera mengirimkan alamat hotelnya.
Ia mendongak menatap Akbar yang sedari tadi diam.
"Maaf Bar, tapi aku sudah punya hubungan dengan seseorang." Naura tersenyum kecil menatap mata Akbar yang sudah memerah menahan air matanya.
Naura sudah memilih jalannya, dan Akbar pun sudah menorehkan luka yang begitu dalam kepada Naura. Dan setelah mendengar suara Faza dan Kayla tadi, Naura akan merasa sangat bersalah jika ia masih menerima Akbar dalam hidupnya. Yang perlu Naura lakukan sekarang adalah berdamai dengan masa lalu.
"Raa, Lo tau gimana gue sangat sayang sama Lo." Perkataan Akbar membuat Naura tersenyum kecil, walau Naura pun merasakan sakit saat ini.
"Bar, berdamai sama masa lalu. Kita nggak jodoh, kamu bisa mencari yang lebih baik dari aku. Lagian, aku sudah punya pacar dan nggak mungkin aku balik ke kamu gitu aja."
"Maafin aku Bar. Tapi rasa sakit dua tahun lalu itu nggak main-main. Mendengar penjelasan kamu tadi, aku akan coba untuk berdamai dengan masa lalu. Tapi kejadian itu tidak akan pernah aku lupa." Naura menggenggam tangan Akbar.
"Kamu orang baik, kamu sudah nyelamatin dan memperbaiki hidup Nina. Saat ini, kamu hanya perlu memperbaiki hidup kamu." Setelah itu, Naura bangkit dan berjalan meninggalkan Akbar yang menunduk menahan isakannya.
Perempuan yang Akbar cintai kini milik orang lain. Setelah Naura benar-benar keluar, isakan Akbar kini terdengar. Penyesalan yang begitu besar kini ia rasakan. Rasa bersalah kini ia rasakan. Naura, sosok yang sangat baik dan menerima semua kekurangan Akbar kini tak akan bisa Akbar rengkuh kembali.
Sesampainya Naura di kamar hotelnya, ia langsung saja menangis melampiaskan melepas semua sesak yang ia rasa.
Tak pernah ada dalam fikiran Naura untuk bertemu Akbar kembali. Ia duduk di samping ranjang dan menutup wajahnya. Sesakit ini untuk berdamai dengan masa lalu? Naura meraih handphone nya di dalam tas dan menelfon Faza.
"Iya Ra? Mas sekarang ada di bandara."
Naura tak dapat menahan isakannya mendengar suara Faza yang sepertinya terburu-buru di sana.
"Mas"
"Ra kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan? Jangan kemana-mana ya. Tetap di hotel dan tunggu mas. Mas berangkat lima belas menit lagi." Faza segera menutup telfonnya. Ia merasa sangat cemas mendengar isakan Naura di telfon.
Saat ini Faza tengah menunggu keberangkatannya dengan cemas. Ia sesekali melihat jam tangannya berharap waktu berlalu dengan cepat, sedangkan Kayla tadi ia titipkan kepada orang tuanya walau gadis mungil itu berontak ingin ikut.
"Ku mohon baik-baik saja." Gumam Faza mendengar keberangkatan pesawat nya dan meraih koper miliknya.
***
Beberapa jam kemudian, Faza tiba di bandara internasional Hasanuddin Makassar. Ia berjalan terburu-buru dan segera memesan grab menuju tempat Naura berada sekarang.
Sesampainya di hotel, Faza segera menaiki lift dan berjalan tergesa-gesa menuju kamar Naura, ia mengetuk pintu dengan tak sabaran. Setelah beberapa menit menunggu, pintu terbuka dan muncullah Naura dengan mata sembab dan rambut yang lumayan acak-acakan. Naura segera memeluk Faza dan menangis sekencang-kencangnya. Hati nya sakit melihat dan mendengar penjelasan Akbar, fisik nya letih karena tak sempat istirahat.
Faza yang melihat Naura seperti itu segera menenangkan Naura dengan mengelus punggung Naura. Ia masih bingung, tentu saja. Ini kali pertama Faza melihat Naura seperti ini.
Setelah Faza merasa Naura sudah lebih tenang, ia melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Naura untuk melihat wajahnya.
"Kenapa hmm?" Tanya Faza lembut dan menghapus air mata Naura.
Naura diam, ia hanya menatap wajah Faza dengan linangan air mata.
Faza tersenyum kecil melihat Naura, antara lucu dan panik. Wajah polos Naura yang di banjiri air mata membuat Naura menggemaskan, namun di sisi lain Faza sangat mencemaskan Naura.
Faza kemudian meraih koper nya yang sempat jatuh di lantai karena pelukan mendadak Naura dan menuntun Naura untuk memasuki kamar hotel.
"Kamu mandi dulu, tenangin fikiran dan cerita sama mas apa yang terjadi." Ucap Faza lembut mengusap puncak kepala Naura sayang.
"Mas" Faza tersenyum lembut. Hari ini, Naura banyak memanggil nya mas, dan Naura juga sudah berani meminta bantuan dan sudah tak menyembunyikan emosinya lagi. Bahagia? Tentu saja.
"Mandi dulu ya, baru cerita apa aja ke mas." Ucap Faza memberikan handuk dan pakaian Naura yang ada di koper milik gadis itu.
Bersambung...
Salam manis:)
VeNhii
KAMU SEDANG MEMBACA
NAURA HIILINIA
Romance"Hanya ibu. Aku hanya menginginkan kasih sayang ibu. Aku hanya ingin hidup bersama ibu. Papa bisa kan?" "Kenapa harus ibu nak? Kan udah ada papa." "Aku tidak mau di anggap cacat karena nggak punya ibu." "Kamu mau menjadi ibunya?" "Maaf pak?" Dia...