Naura merebahkan tubuhnya di kasur, hari ini sangat melelahkan. Tadi di kelasnya di adakan kuis dadakan yang membuatnya harus memutar otak, di tambah pelanggan cafe tadi sangat banyak. Ia bahkan tak sempat menidurkan Kayla yang membuat dirinya harus membujuk Kayla yang merajuk.
Rasanya Naura ingin menangis, ia kira bekerja paruh waktu akan sangat menyenangkan. Namun menyenangkan nya hanya waktu gajian saja. Ia memijit-mijit lengan atasnya, kebas rasanya karena harus mengangkat piring kotor yang lumayan banyak.
Drrrttt... Drrrttt...
Naura meraih tas selempang nya dan mengambil handphone miliknya yang bergetar. Di sana tertera nama ibunya yang menelfon, ia segera menggeser tombol hijau dan meletakkan benda pipih itu di telinga kanannya dan kembali berbaring.
"Halo Bu."
"Halo Ra, kabar kamu gimana nak?"
"Alhamdulillah Bu. Ibu gimana?"
"Alhamdulillah"
"Emm Ra,"
Suara ibu Naura terdengar ragu di seberang sana, dan Naura juga bisa mendengar jika ibunya tengah menghela nafas. Naura mengerutkan keningnya.
"Ibu kenapa?"
"Bulan ini kamu udah bayar kost? Maksud ibu apa pemilik kost itu bisa kita bayar stengah dulu?"
Rasanya Naura ingin menangis mendengar suara lirih ibu nya. Memang semenjak ayah Naura meninggal, perekonomian mereka memang kian menurun. Ibu Naura hanya mengandalkan hasil jualan tokonya yang kecil di depan rumah.
"Gini nak, kamu tau kan pembeli di toko kita itu nggak seberapa? Untuk bulan ini aja kamu tanyain untuk bayar stengah dulu. Nanti ibu bakal cari kerja lain supaya kost kamu nggak nunggak nak."
Pecah sudah, Naura langsung saja terisak mendengar suara ibunya. Sedangkan di seberang sana, ibu Naura cemas mendengar Naura yang tiba-tiba menangis.
"Ra? Kamu kenapa nak? Kenapa nangis?"
Naura menghapus air matanya dan mencoba menetralkan perasannya yang campur aduk saat ini. Ini adalah kali pertama ibunya berbicara mengenai uang dengannya. Biasanya ibu Naura akan mengatakan baik-baik saja bahkan tidak menyuruh Naura memikirkan semuanya.
"Ibu, Naura udah bayar kost. Ibu nggak usah khawatir. Ibu kalau nggak ada uang nggak usah kirimin Naura uang, uang yang ibu kirim bulan lalu pun masih ada kok. Lagian Minggu ini Naura pulang."
"Kamu dapat uang dari mana Ra?" Sangat jelas suara ibu Naura yang cemas.
"Ra, kamu nggak aneh-aneh kan nak? Kamu nggak bergaul dengan bebas kan?"
"Nggak kok Bu. Sebenarnya Naura kerja di cafe dekat kampus, lumayan gajinya bisa buat Naura bayar kost dan makanan Naura."
"Kamu kerja? Ra kamu itu harus fokus kuliah aja. Nggak usah kerja-kerjaan!"
"Terus Naura bakal nambah beban ibu? Bu, Naura udah besar dan Naura bisa kok kuliah sambil kerja. Naura ingin kurangin beban ibu, ibu nggak usah cari kerja. Cukup ibu jaga toko saja."
***
Pintu cafe terbuka dan terlihatlah Faza dan Kayla berjalan memasuki cafe. Sekarang pukul dua siang, tadi Naura ada kelas pagi, jadi gadis itu masuk siang dan akan pulang jika cafe sudah tutup.
Kayla terlihat celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang, saat matanya menangkap sosok Naura yang baru saja mengantarkan pesanan di pojok cafe, ia langsung tersenyum dan berlari kearahnya.
"Kak Naura!!"
Naura tersentak kaget dan menoleh menatap Kayla berlari kearahnya. Segera ia taruh nampan yang ada di tangannya ke meja terdekat dan menyambut pelukan Kayla.
"Kangen." Dua hari ini, Kayla memang tidak pernah datang ke cafe. Ia tengah liburan bersama keluarganya yang Naura pun tidak tau di mana.
"Sama dong" Ucap Naura melepas pelukannya dan menatap wajah Kayla dengan senyum manis.
"Gimana liburannya?" Kayla menatap Naura dengan binar. Ia segara menarik lengan gadis itu menuju lantai dua-ruangan Faza- yang membuat Naura segera menarik Kayla agar gadis mungil itu berhenti melangkah.
"Kay, kakak lagi kerja." Kayla cemberut menatap sekeliling cafe, dapat dia lihat jika Faza yang sudah memasuki ruang staf menuju ruangannya.
"Kayla kangen sama kak Naura." Ucapnya dengan lirih sembari menunduk. Naura menghela nafasnya pelan dan menangkap kedua pipi gadis mungil itu.
"Kan nanti bisa, kakak kerja dulu ya. Kalau sudah selesai Kayla bisa main sepuasnya sama kakak." Bujuk Naura yang sepertinya tak membuat Kayla membaik. Gadis mungil itu malah mencebikkan bibirnya bersiap untuk menangis.
"Kayla mau tidur siang." Dan yup bulir bening itupun keluar dari pelupuk mata Kayla.
Naura menatap jam dinding yang terletak di atas pintu menuju dapur. Ia menghela nafas saat menyadari kalau ia baru saja satu jam kerja.
"Tidur siangnya sama papa dulu ya Kay. Besok deh baru sama kakak." Kayla menggeleng dan kembali memeluk Naura. Hal itu pun tak luput dari beberapa karyawan yang tengah bekerja. Naura merasa tidak enak hati.
"Nggak mau!" Memejamkan matanya, Naura mencoba melepaskan pelukannya namun Kayla memeluknya dengan sangat erat.
"Kayla nggak mau!! Kayla mau sama kak Naura huaaa!!!" Naura gelagapan sendiri. Kayla menangis histeris di pelukannya. Dengan cepat ia membawa Kayla ke gendongannya dan berjalan menuju ruang staf.
Ia mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sana dengan Kayla yang masih menempel padanya dengan tangis yang masih terdengar.
"Kayla emang ngantuk banget?" Kayla mengangguk pelan.
Ia tak bohong, Kayla memang sangat mengantuk saat ini. Dan ia hanya akan nyaman jika Naura memeluknya.
"Kayla kenapa Ra?" Naura menoleh kearah tangga dan mendapati Faza di sana.
"Mau tidur pak."
"Yaudah kamu tidurin gih di atas." Naura menggigit bibir bawahnya pelan.
"Tapi saya baru kerja satu jam-an pak." Faza melirik jam tangannya, ia kemudian menatap Kayla yang terlihat memeluk erat Naura.
"Nggak apa-apa. Kamu tidurin Kayla aja." Naura sempat ingin berbicara namun Kayla berbisik di ceruk lehernya jika ia sangat mengantuk.
Dengan helaan nafas, ia mengangguk dan berjalan menaiki tangga di ikuti oleh Faza di belakang mereka.
Mereka memasuki ruangan Faza dan berjalan menuju kamar kecil di sana.
"Kalau kamu juga ngantuk silahkan tidur. Nanti saya bangunin kalau udah jam lima."
Setelah mendapat anggukan dari Naura, Faza keluar kamar kecil itu dengan senyum kecil di bibirnya.
Bersambung....
Salam manis:)
@VeNhii
KAMU SEDANG MEMBACA
NAURA HIILINIA
Roman d'amour"Hanya ibu. Aku hanya menginginkan kasih sayang ibu. Aku hanya ingin hidup bersama ibu. Papa bisa kan?" "Kenapa harus ibu nak? Kan udah ada papa." "Aku tidak mau di anggap cacat karena nggak punya ibu." "Kamu mau menjadi ibunya?" "Maaf pak?" Dia...