26. Dari Akbar

2.3K 201 0
                                    


"Apa kabar?" Tanya Akbar menatap Naura yang sedari tadi diam.

Saat ini mereka berada di salah satu cafe yang tak jauh dari gedung kesenian. Munculnya Akbar yang tiba-tiba membuat sisi lain dari Naura bangkit kembali.

Naura tak bersuara, ia hanya menatap secangkir jus melon yang ada di meja. Dua tahun ia berusaha bangkit dengan rasa kekecewaan yang sangat besar, dan dengan santainya Akbar muncul kembali di di hadapannya di saat ia mulai membuka hati untuk orang lain.

"Ra?" Tanya Akbar kembali saat Naura tak kuncung meresponnya.

"Nina apa kabar?" Alih-alih menjawab pertanyaan Akbar, Naura malah menanyakan kabar Nina. Tak di pungkiri, Naura masih menunggu penjelasan dari Akbar dan Nina atas kejadian dua tahun silam.

"Baik." Naura hanya mengangguk dan mengalihkan pandangannya pada Akbar. Tersenyum lebar, walau sangat kentara jika senyuman itu sangat terpaksa.

"Ngapain di sini?" Tanya Naura sekali lagi.

"Gue udah pindah Ra setahun lalu, bikin usaha kecil-kecilan di sini. Sebenarnya, tadi gue ada di seminar itu. Dan gue minta maaf atas apa yang gue perbuat dua tahun lalu membuat lo jatuh banget." Akbar menatap Naura dengan mata yang mulai memerah dan berkaca-kaca.

"Maafin gue Ra."

Dan cairan bening yang sedari tadi Naura tahan pun menembus pertahanannya. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan dan mulai terisak. Bayangan dua tahun silam dan di saat Akbar dan Nina menemuinya pun kini terputar di otaknya. Melihat Naura yang terisak, Akbar pun beranjak dan langsung memeluk tubuh Naura. Ia memejamkan matanya menahan sesak mendengar isakan-isakan Naura.

"Kenapa Bar? Kenapa kamu muncul lagi? Kenapa kamu dan Nina tega sama aku?" Bisikan Naura yang bercampur Isak tangis membuat Akbar mengeratkan pelukannya. Beruntung mereka berada pada ruangan yang di khususkan untuk acara keluarga atau meeting, jadi tidak ada orang lain.

"Maaf"

Akbar terus memeluk Naura sampai tangis Naura mereda. Ia kemudian menangkap wajah Naura dan menghapus jejak air mata nya.

"Jangan nangis. Gue akan jelasin semuanya, dan gue minta maaf karena gue jelasinnya sekarang dan luka lama Lo kebuka lagi. Tapi Ra, gue mohon Lo jangan potong ucapan gue."

Naura terdiam menatap Akbar yang juga menatapnya. Merasa Naura sudah lebih tengang, ia kemudian kembali duduk di depan Naura.

"Dua tahun lalu, gue nggak ada niatan untuk tinggalin Lo atau hianatin Lo Ra. Kondisi gue saat itu benar-benar kacau. Saat gue siap-siap, gue terima telfon dari Nina, dan dia sepertinya ketakutan banget, awalnya gue kira Nina bohong. Tapi, stelah dengar teriakan dan suara tamparan terus sambungannya mati, gue langsung panik. Gue langsung lari dan ke rumah Nina. Dan disana gue lihat kakak angkat Nina lagi nyiksa dan memperkosa Nina. Lo tau sendiri kan bagaimana Arkan membenci Nina?"

Naura diam, otak nya tiba-tiba kosong. Perkataan Akbar tak bisa ia cerna sama sekali.

"Saat itu gue mau lapor Arkan ke papa Nina dan polisi. Tapi Nina ngelarang, dan Lo pasti tau alasan Nina apa. Ra, setelah gue bawa Nina ke rumah sakit dan mastiin dia udah tenang. Gue pulang, gue niatnya mau ke rumah keluarga Lo, tapi papa marah besar dan mukul gue duluan tanpa mau dengerin penjelasan gue."

"Gue di bawa ke rumah sakit, dan waktu gue keluar. Gue ke rumah lo, tapi orang tua Lo ngusir dan sepupu Lo mukul gue. Awalnya gue mau ngotot jelasin semuanya, tapi pihak rumah sakit nelfon gue kalau keadaan Nina tiba-tiba drop. Nina koma tiga Minggu, dan saat pulih. Ia hanya diam seperti mayat hidup. Berbulan-bulan gue rawat Nina, sampai-sampai keluarga gue ngusir gue. Awalnya gue mau ninggalin Nina, tapi Nina positif hamil saat itu. Dan nggak mungkin Ra kalau gue biarin Arkan nikahin Nina. Saat itu gue pusing dan di tambah Nina mau gugurin kandungannya."

"Dengan terpaksa, gue ngomong ke Nina kalau gue akan nikahin dia. Tapi apa? Setelah gue berhasil nemuin Lo dan ngomong kalau gue mau nikah sama Nina, seminggu kemudian dia pergi nemuin Arkan dan nggak mau nikah sama gue."

Penjelasan Akbar sungguh di luar nalar Naura. Ia hanya menunduk dan terisak mendengar kata-kata Akbar. Entah itu benar atau tidak, Naura merasa jika Akbar lebih merasa sakit dari dirinya. Ia merasa jika kesakitan yang ia alami selama ini, tak ada apa-apa jika di bandingkan dengan apa yang di alami oleh Akbar.

"Naura, gue nggak pernah hilangin perasaan gue ke lo selama ini. Setiap gue ingat Lo, rasanya sakit banget. Rasa bersalah dan marah selalu gue rasa." Suara Akbar bergetar dan Naura tau jika Akbar sudah begitu, maka apa yang di ucapkannya bukanlah kebohongan.

"Nina di mana?" Tanya Naura tanpa mengangkat kepalanya sedikit pun. Mendengar penjelasan Akbar membuat sisi hatinya menghangat, seakan ia lupa jika Faza dan Kayla mengunggu kabarnya.

"Dia di Bali, kelahiran anaknya membuat Arkan luluh dan berangsur-angsur rasa benci Arkan kini hilang. Gue sempat bicara beberapa kali sama mereka, dan Nina juga nggak pernah lupain lo Ra."

"Kenapa baru sekarang? Kenapa kamu muncul di saat aku sudah mulai lupain kamu? Saat aku mulai menghilangkan perasaan ku ke kamu?" Naura menatap mata Arkan yang memerah menahan air matanya. Lelaki itu, lelaki yang sangat ia cintai dua tahun lalu. Yang berhasil membuat diri nya hancur.

"Maaf, saat itu gue berada di posisi down Ra. Keluarga gue ngusir gue dan Lo? Setelah pertemuan terakhir kita, gue nggak tau lagi Lo dimana karena setiap gue ingin cari dan nemuin Lo, ketiga sahabat Lo itu selalu nahan dan larang gue. Alhasil, gue mutusin untuk ke sini dan buat usaha. Berharap gue bisa ngilangin perasaan dan rasa bersalah gue, tapi semuanya sia-sia saja." Akbar tersenyum miris menatap wajah Naura yang kembali terisak. Ini kali pertamanya melihat Naura menangis.

"Naura, gue memang brengsek dan nggak tau malu. Tapi, gue masih cinta sama Lo." Perkataan Akbar bersamaan dengan ponsel Naura yang berdering.

Naura mengalihkan perhatiannya dan mengambil ponsel di dalam tas.

Mas Faza

Rasanya Naura ingin menangis kencang saat ini. Ia melupakan dirinya yang sudah menjalin hubungan dengan seseorang. Dengan cepat Naura mengangkatnya dan menatap Akbar yang ada di depannya.

"Kak Naura!! Kangen!"

Bersambung....

NAURA HIILINIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang