18. Bertemunya dengan Keluarga Faza

2.5K 197 0
                                    

Siang ini Kayla tengah menemani Naura bersiap-siap. Sudah lima bulan lamanya Naura tinggal di rumah milik Faza ini. Awalnya Naura menolak untuk tinggal, namun dengan keras kepalanya Kayla memaksa Naura dan membuat gadis itu mengalah.

"Kata aunty Disty, besok kak Naura udah nggak sibuk-sibuk kan? Ujiannya kan selesai hari ini." Naura menoleh kearah wajah kusut Kayla. Memang satu Minggu ini Naura hanya bisa bersama Kayla jika gadis itu menyiapkan keperluan nya. Bahkan Naura kadang pulang malam karena harus mengurus nilainya.

Saat ini Naura memang tidak terlalu pusing, karena gadis itu baru semester dua  di tambah ternyata Faza, bos nya itu ada salah satu keluarga pemilik kampus yang membuat Naura bisa di katakan aman untuk masalah nilainya.

"Iya Kayla. Kamu dari tadi nanyanya itu mulu." Kayla cemberut mendengar ucapan yang keluar dari mulut gadis yang ada di sebelahnya.

"Kayla tanyanya sama kak Naura ya aunty." Naura hanya menggelengkan kepalanya pelan. Disty dan Kayla, selalu sjaa seperti itu. Kadang Naura bingung apakah benar Disty adalah Tante Kayla? Mengingat Disty sering sekali menjahili anak itu.

Disty memang sering berkunjung kerumah Faza, terlebih saat Naura sudah tinggal di sana membuat ia senang buka main. Dan ya, acara kumpul-kumpul mereka ber empat pun sekarang sudah lancar kembali.

"Oh iya, besok jadi pulang Ra?" Naura mengangguk pelan dan berjalan menghampiri Kayla.

"Kakak berangkat dulu ya. Kamu jangan lupa tidur siang." Naura mengelus rambut Kayla dan mencium puncak kepala gadis itu.

Setelahnya, ia dan Disty keluar dari kamar menuju kampus. Selama Naura tinggal di rumah Faza, ia merasa sangat hemat. Mulai dari tempat tinggal, makanan, dan bahkan kebutuhannya di tanggung oleh Faza. Bahkan gaji dari mengurus Kayla pun lebih besar dari waktu ia kerja di cafe.

"Gimana Ra?" Naura menoleh ke arah Disty yang melajukan mobil keluar dari pekarangan rumah Faza.

"Apanya?"

"Kamu nya. Nyaman nggak?"

"Itu mulu Ty, nyaman kok." Naura menatap keluar jendela menatap bangunan-bangunan pencakar langit.

Nyaman, ia memang merasa nyaman. Namun, rasa tidak enak pun selalu menghampiri hati gadis itu. Perlakuan Faza dan Kayla padanya sangat menjanggal.

"Ra, keluarga aku nanti mau Adain syukuran." Naura menoleh dan menatap Disty.

"Ya terus?"

"Di rumahnya bang Faza."

"Hah?"

Disty membelokkan mobilnya kearah kampus dan memarkirkan di parkiran khusus mobil. Ia membuka stalbet nya dan menoleh kearah Naura.

"Tadi bang Faza telfon aku Ra. Katanya, kamu izin besok untuk pulang. Tapi, karena ada syukuran di rumah bang Faza jadinya dia nyuruh aku ngomong sama kamu."

"Besok bisa kan di tunda dulu Ra? Soalnya Kayla nggak terlalu dekat dengan keluarga aku yang lainnya. Ia hanya dekat dengan orang tua dan kakak aku. Selebihnya dia nggak suka. Bang Faza takut nanti Kayla ngerasa nggak nyaman apalagi dia sangat dekat sama kamu." Disty memang tangan Naura memohon kepada gadis itu.

"Syukuran apa emangnya?" Disty melepaskan tangan Naura dan menggaruk pelipisnya terlihat gugup.

"Hah.. anu itu nggak tau deh bang Faza nya." Ucapnya dengan senyum canggung.

"Masa sih kamu nggak tau?" Mata Naura memicing menatap Disty yang salah tingkah.

"Eh udah kelas nih. Yuk!" Naura menatap Disty yang keluar dengan mobil bingung.

Tak mau mengambil pusing ia pun keluar dan mengikuti Disty memasuki kampus. Ia meraih ponselnya memutuskan untuk menelfon sang ibu dan meminta izin jika besok ia tidak pulang kampung.

Setelahnya, Naura berjalan kearah kelasnya yang sudah sangat ramai. Ia menuju bangku kosong yang ada di pojok bertepatan dengan dinding kaca yang menembus ke luar, memperlihatkan hiruk pikuk ibu kota Jakarta.

Setelah kelas nya selesai, ia berjalan ke kantin. Di sana sudah ada ketiga sahabatnya yang menunggu dirinya.

"Masih ada kelas Ra?" Tanya Cintia sembari memakan makanannya.

"Iya, masih ada dua." Mereka mengangguk dan melanjutkan makanan mereka.

***

Setelah pulang dari kampus, Naura bergegas menuju kamarnya. Ia menatap Kayla yang masih tertidur di kasur miliknya. Gadis mungil itu memang sering tertidur di kamarnya yang ada di lantai satu.

Ia berjalan menuju Kayla dan memutuskan untuk membangunkan gadis mungil itu, mengingat ini sudah jam lima.

"Heii bangun Kay," Kayla hanya menggeliat dan berbalik memeluk guling. Naura menghela nafas melihatnya dan memutuskan untuk menggendong Kayla menuju kamar mandi.

"Kakak ngantuk.." Naura terkekeh pelan dan kembali membasuh muka Kayla dengan air.

"Mandi yuk, udah sore." Kayla hanya menguap pelan dan Naura mulai melakukan tutininas nya untuk memandikan Kayla.

Setelah selesai, Naura kembali menggendong Kayla yang terbalut dengan handuk. Ia kemudian berjalan keluar kamar dan menuju kamar Kayla yang ada di lantai dua.

"Udah pulang Ra?" Naura menatap Faza yang baru saja selesai mandi. Terlihat dari rambut pria itu yang basah dan mencoba mengeringkannya dengan handuk.

"Iya pak." Mengangguk sopan, Naura berjalan melewati Faza yang terdiam menatap dirinya.

Di sisi lain, suara mobil memasuki pekarangan rumah Faza. Faza segera berjalan keluar rumah saat mendengarnya. Ia tersenyum kecil saat melihat kedua orang tuanya yang baru saja keluar rumah dan berjalan kearahnya.

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam pa, ma." Faza menyalimi keduanya dan mempersilahkan mereka masuk.

Mereka duduk di ruang tamu dan menatap penjuru rumah Faza.

"Anak kamu mana?" Tanya Carolina menatap Faza. Anak kamu?

"Di atas ma, baru selesai mandi."

"Udah mandiri?" Kini Damar, sang papa yang membuka suara.

Faza menghela nafas pelan. Sampai kapan?

"Papa!!" Faza yang baru saja membuka mulutnya segera menoleh kearah tangga.

Di sana, ada Kayla dan Naura yang berjalan kearahnya. Naura menatap bingung kearah orang tua Faza. Sedikit membungkuk, Naura melepas genggaman Kayla.

"Saya sudah selesai pak. Kalau begitu saya pamit dulu." Ucapnya dan berjalan menuju kamarnya.

Ia memasuki kamar dan menghela nafas, ia tau jika kedua manusia paruh baya di sana tadi terus menatap dirinya.

Naura memutuskan untuk membersihkan dirinya, selang beberapa menit ia keluar dan memakai pakaian tidurnya.

Ia berjalan keluar kamar menuju dapur, tampak di ruang tamu sudah kosong, Naura sedikit lega karena ia lebih leluasa berjalan menuju dapur untuk memasak makanan malam.

Bersambung....

Salam manis:)
@VeNhii

NAURA HIILINIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang