Sudah genap satu Minggu Naura menempati apartemen yang di hadiakan oleh ketiga temannya itu. Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan sudah mengisi apartemen ini dengan perabotan yang lengkap.
Naura, gadis itu kini tengah siap-siap untuk berangkat ke kampus. Ia menggunakan gamis berwarna hitam dan kerudung berwarna army.
"Jadi pulang Ra?" Naura menoleh menatap Disty yang tengah selonjoran di kasur miliknya. Satu jam yang lalu, gadis itu tiba di apartemen Naura membawa makan siang untuk mereka. Lagi-lagi hal itu membuat Naura menghela nafas kasar.
"Iya, yaudah aku berangkat ya. Kamu sama yang lain makan aja, terus di kulkas aku ada puding coklat." Setelah Disty mengangguk pelan, Naura segera berjalan meninggalkan apartemen.
Jarak antara apartemen dan kampus Naura lumayan jauh, jadi gadis itu harus berangkat stengah jam lebih awal agar tidak telat masuk kelas. Mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, akhirnya gadis itu tiba di pekarangan kampus. Naura segera memarkirkan motor matic nya di parkiran khusus motor dan berjalan menuju kelasnya.
Hari ini Naura hanya ada satu kelas, jadi gadis itu lumayan santai saja. Terlebih tidak ada tugas dari dosen yang harus dia kumpulkan nantinya
Setelah satu setengah jam berlalu akhirnya kelasnya telah usai, ia segera membereskan buku-bukunya dan memasukkan kedalam tas selempang yang bertengger di lengan kiri gadis itu kemudian berjalan menuju gedung yang berhadapan dengan fakultas nya, tepat nya fakultas kedokteran. Tadi ia sudah janjian dengan Anti untuk pulang bareng, karena kebetulan jam kelas mereka hari ini sama.
Namun saat ia melewati kelas matematika, ia menghentikan langkahnya saat tiga mahasiswi senior dan satu mahasiswa yang menghalangi jalannya.
Naura menatap bingung mereka saat tak juga memberinya jalan.
"Naura Hilinia?" Tanya mahasiswa itu dengan menunjuk Naura dengan tatapan sinis. Dari cara bicara serta cara pria itu menatapnya, sudah di pastikan jika pria itu masuk dalam katagori waria?
"Iya?" Jawab Naura dengan senyum kecil.
Ke empat manusia di depannya ini maju selangkah dan menyentuh ujung kerudung Naura dan melepasnya kembali.
"Ini toh gadis kesayangan Disty, Anti, dan Cintia? Heh pake apa Lo sampai-sampai ketiga anak kalangan atas itu bisa nurutin semua keinginan Lo?" Naura mengerutkan keningnya saat salah satu dari gadis di depannya menatapnya dengan rendah. Jika di lihat-lihat mereka semua adalah anak dari kalangan atas, terbukti dengan apa yang melekat pada diri mereka.
"Maksudnya kak?"
"Halah nggak udah sok deh Lo. Lo apain mereka sampai-sampai mereka rela-relain beliin ini itu untuk Lo? Lo meras mereka?!" Suara keras itu membuat beberapa mahasiswa yang memang ada di sekitar mereka berbisik-bisik pelan. Naura menghela nafasnya pelan dan mendongak menatap gadis itu.
"Maaf kak, aku nggak ngerti apa maksud kakak." Naura hendak berjalan kembali namun tangannya di cekal oleh gadis yang lainnya. Nampaknya gadis ini lebih pendek dari Naura, namun Naura juga mengakui jika gadis yang tengah mencekal tangannya ini jauh lebih arogan dari ketiga temannya itu.
"Punya sopan santun?" Desisnya sedikit menghentakkan lengan Naura. Ia menatap Naura dengan sorot benci yang sangat kentara.
"Ahhh kenalin, gue Amira Birthy." Sontak Naura membelalakkan matanya kaget. Sedangkan Amira, gadis itu masih menatap Naura dengan sorot merendahkan.
"Kaget?" Amira bersedih pelan dan mendorong kepala Naura kesamping membuat mahasiswa yang ada di sekitarnya pun kaget. Sedangkan Naura masih saja diam karena keterkejutannya itu.
"Mau sampai kapan Lo bakal jadi lintah di keluarga gue? Sampai Disty benar-benar di usir dari rumah gara-gara selalu menuju kebutuhan Lo?! Sampai Tante dan Om gue jatuh miskin kayak Lo?! Lo tau apa yang terjadi beberapa hari lalu saat orang tua dan kakak Disty tau kalau dia baru aja beliin Lo apartment itu?! Disty hampir di usir sialan! Disty bahkan di tampar oleh mamanya! Di tengah kepelikan perusahaan keluarga gue, Lo malah enak-enak nikmatin fasilitas nya!" Dada Amira naik turun dengan wajah merah padam menahan amarahnya. Diri nya masih ingat bagaimana amarah papa Disty saat tau anaknya mengeluarkan uang untuk Naura begitu besar.
Naura kembali tersentak kaget. Ia menatap wajah Amira dengan kaget. Gadis itu bahkan tidak tau jika selama ini orang tua Disty memperlakukan Disty dengan kasar karenanya.
"Kemarin kemarin gue diem karena menurut gue ini bukan urusan gue. Tapi, tadi pagi saat gue pengen jemput Disty, dia udah nggak ada di rumahnya. Kakak dia cerita kalau semalam mereka bertengkar hebat karena tabungan Disty sudah sangat sedikit. Baru berapa bulan Disty jadi mahasiswa tapi uang yang dia habis kan sudah hampir ratusan juta! Lo nggak mikir gimana perasaan orang tuanya? Lo nggak mikir hah? Uang segitu banyak hanya untuk Lo doang Naura! Jangan sampai Lo-"
"Naura!!" Amira menghentikan ucapannya dan menoleh kebelakang. Tak jauh dari mereka ada Anti yang tengah menatap Amira marah. Gadis itu dengan segera berlari dan meraih tubuh Naura yang kini bergetar hebat. Sudah Anti pastikan jika gadis di dekapannya ini pasti sangat kaget.
"Apa-apan Lo!" Amira hanya melengos menatap Anti yang mengeratkan pelukannya pada Naura.
"Mira, Lo nggak pernah gini. Lo kenapa sih?" Tanya Anti mencoba melembutkan bicaranya.
Amira, sepupu Disty yang merupakan gadis pendiam. Gadis itu bahkan bisa di katakan tak terlalu memperdulikan sekitarnya. Bahkan Amira sangat jarang memperlihatkan emosinya, namun jika menyangkut keluarganya, Amira akan berubah. Ia tak akan membiarkan celah untuk seseorang menghancurkan keluarga nya lagi. Dan menurut Amira, kehadiran Naura di kehidupan Disty membuat keluarga itu sekarang renggang. Dan Amira tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Lo tau gue gimana An, gue nggak akan gila urusan jika hal itu milik orang lain. Tapi, ini masalah keluarga gue dan gue nggak mau salah satu keluarga gue merenggang hanya karena orang asing yang seperti lintah." Anti menghela nafasnya kasar dan menatap Amira.
"Tapi Disty yang lebih berhak. Dan Lo harus tau, Naura bukan lintah yang seperti Lo katakan."
"Disty berhak namun Disty hanya gadis bodoh yang sangat menyayangi dia!"
Bersambung....
Salam manis:)
@VeNhii
KAMU SEDANG MEMBACA
NAURA HIILINIA
Romance"Hanya ibu. Aku hanya menginginkan kasih sayang ibu. Aku hanya ingin hidup bersama ibu. Papa bisa kan?" "Kenapa harus ibu nak? Kan udah ada papa." "Aku tidak mau di anggap cacat karena nggak punya ibu." "Kamu mau menjadi ibunya?" "Maaf pak?" Dia...