Naura berjalan menuju gedung kesenian yang ada di depannya. Dengan kaligrafi yang ada di tangannya, ia terus tersenyum menatap beberapa mahasiswa lainnya yang juga mendapat undangan khusus untuk menghadiri seminar ini.
Setelah ia memperlihatkan undangan, ia berjalan masuk dan duduk pada kursi kedua dari depan. Ruang kesenian ini memang belum terisi penuh, namun sudah banyak kursi yang di isi oleh masiswa-mahasiswa lainnya. Naura kira, seminar ini akan di penuhi oleh perempuan saja, namun ia salah. Kursi yang terisi sekarang di dominasi oleh pria yang juga menenteng kaligrafi di tangannya. Naura sedikit gugup, pasalnya kaligrafi yang mereka bawa itu sangat cantik dan rapih.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya kuris yang ada di gedung ini pun penuh dan pembawa acara pun materi sudah duduk pada kuris yang ada di panggung depan.
Acara di mulai dengan santai dan menyenangkan. Naura tak pernah berhenti berdecak kagum menatap beberapa kaligrafi yang ada di layar karya pemateri. Setelah pemateri selesai berbicara, salah satu dari panitia berjalan ke arah nya.
"Mbak Naura Hilinia ya?" Naura menatap perempuan berjilbab hitam itu dengan bingung.
"Iya mbak."
"Silahkan mbak ikut saya. Maaf kemarin nggak sempat konfirmasi kalau kaligrafi yang mbak kirim ke email kami itu terpilih untuk di pajang kan di museum." Sontak saja Naura menatap kaget panitia itu. Ia menatap beberapa orang yang menoleh kearah mereka karena memang suara panitia nya masih bisa mereka dengar.
"Bener mbak?" Panitia itu mengangguk dan tersenyum, Naura meremas tangannya gugup dan berdiri membawa kaligrafi miliknya mengikuti langkah panitia menuju belakang panggung. Ia menarik nafas nya pelan, tampil di depan orang banyak adalah hal yang mampu membuat Naura gugup stengah mati, atau bisa di bilang Naura salah satu orang yang mengidap demam panggung. Terlebih hal ini mendadak baginya.
Setelah namanya di panggil, Naura menatap kaligrafi di tangannya berusaha untuk terlihat normal. Ia berjalan menaiki panggung dengan senyum canggung di bibir nya. Ia berjalan menuju pemateri dan pembawa acara, tak lupa menjabat tangan mereka lalu duduk di samping pemateri.
"Wahh masih muda ya?" Tanya pemateri dengan ramah. Naura tersenyum kecil dan mengangguk.
"Iya kak."
"Naura Hilina. Dia adalah salah satu mahasiswa yang mengirimkan karya kaligrafinya kepada kami. Kalau di lihat dengan sekilas, karya nya itu biasa saja. Banyak yang lebih menarik dan cantik dari pada karya Naura." Naura menatap kaligrafi yang di tampilkan di layar dengan gugup. Itu adalah kaligrafinya, kaligrafi yang ia saja tak menyangka bahwa ia akan memilih nya untuk bersaing dengan kaligrafi lainnya.
"Biasa saja kan?" Tanya pemateri pada jajaran mahasiswa yang duduk di aula itu.
"Tapi, ada hal yang menarik perhatian saya. Seorang seniman, pasti akan mengerti apa yang ada pada suatu seniman. Terlebih jika seniman itu memiliki jalan fikiran yang sama." Naura meremas tangannya. Mencoba menahan sesak di dada, ia menatap kaligrafi itu dengan sendu.
"Nama yang tertulis pada kaligrafi ini jika di lihat sekilas akan muncul "Nau" namun siapa sangka jika ada sesuatu yang menjanggal di sana." Pemateri menatap Naura dengan senyum kecil.
"Sepertinya kaligrafi ini bukan kaligrafi baru ya? Kaligrafi ini seperti kaligrafi yang sudah kamu simpan bertahun-tahun." Naura hanya mengangguk pelan.
"Boleh ceritakan apa arti awan kecil pada huruf 'N' dan akar pada huruf 'a' dan hati yang seperti tercabik-cabik pada huruf 'u'?" Naura menatap kaget pada pemateri di depannya. Ia tak menyangka jika sosok wanita yang ada di depannya ini bisa se detail itu hingga mampu melihat hal-hal kecil yang ada pada kaligrafi nya.
Naura menghela nafas nya pelan kemudian mengambil microfon yang ada di meja.
"Pertama-tama saya ingin ucapkan terimakasih kepada kak Ani yang sudah memilih kaligrafi saya untuk jadi kaligrafi yang di pilih untuk di tampilkan pada acara seminar ini."
"Untuk kaligrafi ini, memang karya saya beberapa tahun lalu. Dan pada saat saya membuat kaligrafi ini, suasana hati saya itu campur aduk. Jadi untuk awan kecil itu, saya berada pada fase di mana saya menemukan sosok yang sangat saya banggakan dan cintai, pada awan itu sendiri terdapat senyum kecil namun tidak terlihat jika kita tak memperhatikan nya dengan seksama. Untuk akar, seperti seolah menjerat saya untuk lebih dalam pada sosok itu. Dan hati yang tercabik-cabik itu, puncaknya dimana semuanya hancur. Dimana saya merasakan pukulan yang sangat keras. Dan sebenarnya pada ujung kiri itu ada pohon yang sudah tumbang namun masih bisa bertahan hidup. Dan itu menggambarkan sosok saya sendiri." Suara tepuk tangan memenuhi aula membuat Naura tak dapat menahan cairan bening yang sejak tadi ia tahan. Menceritakan masa lalu membuat dirinya kembali merasakan sakit itu.
"Kenapa kamu menceritakan perasaan mu kepada sebuah karya?" Pertanyaan pemateri membuat Naura tersenyum kecil.
"Karena kaligrafi adalah salah satu teman saya. Saya mulai membuat kaligrafi waktu saya kelas dua SD. Pada waktu itu hanya kaligrafi yang menemani saya. Setiap saya mendapatkan sesuatu yang menyedihkan pun menyenangkan pada saat itu, saya akan menggambar ataupun menulis untuk melampiaskan rasa sedih dan senang saya. Dan hal itu saya bawa sampai sekarang."
"Terlebih, setiap seniman pasti akan menyisipkan beberapa perasaan dan pengalaman hidupnya pada seni nya." Perkataan Naura sontak membuat pemateri kagum dan orang-orang yang ada di aula ini.
Setelah acara selesai, dan Naura mendapatkan penghargaan atas karyanya. Naura berjalan keluar dengan menenteng piagam dan buku karya pemateri. Ia sesekali tersenyum jika berpapasan dengan salah satu mahasiswa yang juga mengikuti seminar tadi.
Setelah berada di luar ruangan, Naura meraih handphone miliknya yang ada di tas jinjing. Sekarang pukul 13.23, Naura menimbang-nimbang apakah ia kembali ke hotel atau berjalan-jalan sebentar. Ia kemudian membuka google dan mencari wisata atau tempat makan yang ada di sekitar sini. Setelah beberapa mencari, Naura memilih untuk ke pantai Losari saja. Sementara Naura membuka aplikasi grab, seseorang menepuk punggung Naura pelan.
"Naura?"
"Akbar?"
Bersambung...
Guys, mau nanya dong. Menurut kalian cerita ku yang ini gimana? Soalnya aku susah banget nemu feel yang tepat😩
Vote ya:(
Salam manis:)
@VeNhii
KAMU SEDANG MEMBACA
NAURA HIILINIA
Romance"Hanya ibu. Aku hanya menginginkan kasih sayang ibu. Aku hanya ingin hidup bersama ibu. Papa bisa kan?" "Kenapa harus ibu nak? Kan udah ada papa." "Aku tidak mau di anggap cacat karena nggak punya ibu." "Kamu mau menjadi ibunya?" "Maaf pak?" Dia...