28. Lost Hope

966 186 35
                                    

Tinggalkan jejak ya sayang ;)


☜☆☞

Jennie menghela nafas saat menatap dirinya sendiri di cermin untuk ketiga kalinya sejak bersiap-siap. Dia melihat tubuhnya dari sudut yang berbeda, ingin melihat perubahan pada tubuhnya.

Sambil meletakkan tangannya di atas perut, Jennie tersenyum, berpikir bahwa perutnya sedikit membesar. Bahwa sesuatu di dalam sana masih hidup dan sehat.

Jennie berhenti dengan tangan masih menempel di perutnya, tiba-tiba perasaan takut menguasai dirinya.
Seribu 'bagaimana jika' melayang di kepalanya —tidak satu pun yang positif.

Begitu air mata membasahi matanya, Jeon memasuki kamar.

"Hei," sapanya lembut saat dirinya bergerak menuju Jennie dengan tangan terselip di sakunya.

Jennie menoleh dengan terkejut. "Hai," jawabnya cepat –berusaha tersenyum.

"Are you okay?"

Jennie mengangguk. "Ya. Apa kau akan pergi sekarang?"

"Sebentar lagi," Jeon berdehem. "Jane, semuanya akan baik-baik saja. Jangan khawatirkan apapun,"

"Ya. Aku ingin percaya itu," ucapnya hampir seperti bisikan. "Aku sangat ingin mempercayai itu."

Jeon menempatkan tangannya di bahu Jennie, dan dengan lembut memijatnya untuk meredakan ketegangan wanita itu. "Kau harus percaya itu"

Jennie perlahan menoleh pada Jeon, wajah mereka hanya terpisah beberapa inci. "Aku hanya takut," akunya lembut.

Menggunakan ibu jarinya untuk menghapus air mata yang tumpah dari matanya; Jeon mengambil waktu untuk menikmati kelembutan pipi Jennie, setelah itu menarik wanita itu ke dalam pelukannya.

"Kita akan baik-baik saja," bisiknya.

☜☆☞

Jennie berbaring di tempat tidur sambil menunggu dokter memeriksanya. Jeon ada di sisinya –pria itu sibuk meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja, atau setidaknya dia menciptakan ilusi bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Dokter tiba-tiba masuk dengan clipboard di tangan dan senyum di wajahnya. "Tuan dan Nyonya Alinsky, senang melihat Anda kembali," sapanya.

"Kami buk—"

Mereka berdua akan mulai mengoreksi sapaan Tuan dan Nyonya yang diucapkan sang dokter, sebelum dokter itu terkekeh.

"Tidak apa-apa, aku tahu," dia mengedipkan mata dan mendekati Jennie.

Jennie dan Jeon saling pandang, lalu tersenyum canggung.

"Saya harap Anda masih meminum obat yang saya resepkan, Nyonya," ucapnya, tertuju pada Jennie.

"Aku selalu meminumnya."

"Bagus, dan apakah ada bercak?" Dr. Evans bertanya sambil meraih beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan.

Jennie berdehem, berusaha mengabaikan mata Jeon yang menatapnya was-was. "Sedikit...dan kadang-kadang,"

Sebelum Jeon bisa mengucapkan sepatah kata pun, Dr. Evans kembali bersuara. "Merah muda atau merah?"

"Merah muda."

"Bercak apa?" tanya Jeon yang sudah tak tahan.

"Bercak itu biasanya disebut dengan Flek. Tuan Jeon pasti sudah pernah mendengarnya, bukan?" tanya Dr. Evans pada Jeon, yang dibalas anggukan oleh pria itu. "Itu cukup normal selama masa kehamilan. Jika warna nya lebih gelap, itu bisa menjadi sesuatu yang serius." jelasnya.

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang