15. Trying To Make Amends

1.3K 245 31
                                    

Sebelum Jennie bisa memberikan jawaban, seribu pikiran melayang di kepalanya, tetapi ada satu yang sangat berkecamuk di otaknya. Mengapa? Mengapa ayahnya meneleponnya setelah bertahun-tahun pria itu tidak pernah sekalipun menghubunginya.

Membersihkan tenggorokannya, Jennie juga bertanya-tanya dengan apa dia akan memanggilnya –Ayah atau Heechul.

"Ya.... Hai." Jawabnya singkat, tidak ingin membuat percakapan menjadi lebih canggung dari sebelumnya.

Ada jeda kecil diantara mereka dan pada saat itu Jennie mendapati dirinya menggigit kukunya. Dia tidak menyadarinya. Wanita itu benar-benar gugup.

"Apa kabar?" terdengar nada canggung dari Heechul, membuat Jennie meringis. Suaranya begitu akrab, sangat membuat frustasi. Mendengar suara itu sekarang –setelah sekian lama membawa kembali banyak kenangan yang sangat ingin ia tinggalkan di masa lalu.

"Aku baik-baik saja." Jennie menegakka bahunya, menelan ludah dengan susah payah.

"Jane, aku tahu kita tidak selalu......" Heechul terdiam dan terkekeh. "Sebenarnya kita tidak pernah bertemu, tapi kau tetap putriku."

"Kau tidak pernah bertingkah layaknya seorang ayah." balasnya ketus. Sebagian dari dirinya tidak ingin mengatakan kalimat tersebut, tapi bagian lainnya ingin mengatakannya. Namun, Jennie tidak menyesali kalimat itu keluar. Apa yang dikatakannya adalah fakta.

Heechul berdehem. "Aku tahu. Aku tahu apa yang kulakukan itu salah. Seharusnya aku mempercayaimu dan bertindak seperti seorang ayah bagimu. Aku akan mengubahnya sekarang—"

"Sudah terlambat!" bentak Jennie.

"Jane, aku tidak sehat. Dan aku mencoba untuk menebus semua kesalahanku. Dalam waktu singkat ini aku mencoba untuk mengambil kembali apa yang hilang."

Tenggorokan Jennie tercekat. Kalimat itu sukses membuatnya terkejut. "Kau sedang mencoba memperbaiki sesuatu hanya karena kau sekarat? Lalu, bagaimana jika kondisimu baik-baik saja?" Tanya Jennie, suaranya dipenuhi emosi.

"Jane—"

"Cukup!" potongnya. "Dimana kau saat aku membutuhkan sosok ayah disisiku? Aku tidak mendapatkan dukungan dari dua orang yang paling aku harapkan saat itu. Aku—" suaranya pecah, tapi Jennie berusaha menahan isakannya dan kembali melanjutkan. "Aku sudah memberitahumu apa yang terjadi padaku dan kau bilang aku pembohong. Kau lebih mempercayainya daripada putrimu sendiri!" serunya dengan sedih, dengan air mata yang mengalir.

Jennie telah memblokir bagian dari hidupnya, tapi sekarang panggilan dari ayahnya meruntuhkan semua dinding yang telah ia bangun dengan kerja keras selama bertahun-tahun.

"Aku tidak peduli jika kau sekarat atau bahkan menghilang dari dunia ini. Dan aku tidak membutuhkan panggilanmu. Aku harap kau bisa menikmati sisa hidupmu." ucapnya gemetar, tetapi cukup tegas untuk menyampaikan kata-katanya. Dengan gemetar, Jennie memutuskan panggilan.

Dia meringkuk diatas kasur. Jennie harus mengakui bahwa sedikit harapan terpacu dalam tubuhnya ketika mendengar suara ayahnya. Meskipun percikan itu kecil, jauh di lubuk hatinya ia merasa sedikit bahagia, tetapi setelah menemukan fakta bahwa satu-satunya alasan pria itu menghubunginya karena ia sekarat, percikan harapan itu mati dan rasa dingin terbentuk dalam hatinya.

Jennie telah melewati banyak hal dengan dan tanpa kekejian yang ia sebut sebagai orang tua dan meskipun ia mungkin terdengar kasar, Jennie tidak ingin menyimpan penyesalan. Kalimat yang ia gunakan sekarang jauh lebih lembut dibandingkan dengan kalimat yang mereka katakana padanya beberapa tahun lalu.

Wanita itu menangis hingga cegukan, meringkuk seperti janin diatas kasur. Air matanya membuat lautan kesedihan di seprai, dan tanpa sepengetahuannya seseorang memperhatikan dengan prihatin dan penasaran di depan kamarnya.

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang