33. Baby Alinsky

1.1K 196 26
                                    

Tinggalkan jejak ya pemirsah!!


☜☆☞

Hari itu akhirnya tiba bagi Jennie untuk melihat putranya. Wanita itu merasa cemas sekaligus gugup, sementara Jeon berada di sampingnya, menunggu dokter mengantar mereka ke NICU tempat bayi Alinsky berada.

"Bagaimana jika dia tidak menyukaiku?" tanya Jennie pada Jeon yang tidak bisa berhenti tersenyum.

Pria itu terkekeh atas pertanyaan yang diajukan Jennie "Kenapa tidak? Semuanya akan baik-baik saja," dia meyakinkan lembut.

"Benarkah?"

"Tentu saja."

Jennie tersenyum patuh sebelum perawat masuk dengan kursi roda memimpin jalan. Alis Jennie berkerut, bertanya-tanya mengapa ia membutuhkan kursi roda. Dia tidak lumpuh dan dirinya bisa berjalan dengan baik.

"Ini hanya prosedur dasar Nyonya dan saya yakin anda akan membutuhkan sedikit bantuan setelah operasi yang anda jalani." jelas sang perawat, seolah mengetahui penyebab kerutan dikening wanita cantik itu.

Jennie menghela nafas saat ia melirik ke kursi roda, tahu bahwa kata-kata perawat itu benar, tetapi Jennie sangat tidak suka melihat dirinya di kursi roda. Menurutnya ia hanya akan terlihat sangat menyedihkan dan paling lemah.

"Oke, selama aku bisa melihat bayiku, baiklah." ucapnya menyerah, mendapatkan senyuman dari Jeon dan perawat yang tampaknya berusia dua puluhan.

Begitu Jennie mengayunkan kakinya ke tepi tempat tidur, ia langsung mengerti alasan kursi roda itu. Tubuhnya merasa mati rasa dan sakit di beberapa tempat.

"Tenang dan santai saja," saran perawat itu, menggandeng Jennie dengan satu tangan. Tapi yang digandeng merasa jengkel karena merasa sangat tidak berguna.

Seolah membaca pikiran Jennie, Jeon dengan lembut memeluk bahu wanita itu dan mendudukkannya di kursi roda, membuat Jennie tidak bisa menahan senyumnya, begitu pula sang perawat yang tampak tersipu atas perlakuan Jeon terhadap Jennie.

"Terima kasih."

"It's okay," balas Jeon tersenyum.

☜☆☞

Setelah tiba di sebuah ruangan yang dipenuhi tangisan bayi, seorang perawat mengarahkan mereka ke salah satu kotak yang berada di ujung ruangan. Sebelum mereka masuk, Jennie harus membersihkan tangannya secara menyeluruh agar bayi disana tidak terkontaminasi.

Jennie perlahan berdiri dan begitu ia melihat anaknya, seluruh rasa sakit di bawah perutnya mendadak hilang.

Saat ia memanjakan matanya pada bayi kecil itu, berbagai emosi mulai menguasainya. Meskipun tubuhnya yang mungil itu tampak terlalu kecil untuk peralatan yang melekat padanya dan dada kecilnya yang naik turun, Jennie bersyukur dengan kenyataan bahwa sang anak bisa bertahan.

"Dia sangat kecil," gumamnya.

Jeon yang mendengar pun tersenyum, meletakkan tangannya disekitar bahu Jennie. "Dia adalah jagoan." ucap Jeon bangga.

Jennie tersenyum, meletakkan tangannya pelan di dada sang anak sambil merasakan detak jantung kecilnya. Wanita itu kemudian menggunakan jari-jarinya untuk menelusuri rambut tipis lembut yang tumbuh dari kepala kecilnya.

Seolah merasa terpanggil, Baby Alinsky itu perlahan membuka matanya dan itu sukses membuat Jennie tertegun oleh keindahannya, tapi sebelum Jennie puas memandanginya, kelopak mata itu kembali tertutup.

"Kapan aku bisa menggendongnya?" tanya Jennie, sedikiy menghapus air mata yang tak sengaja jatuh.

"Dalam beberapa hari nanti saat dia sudah cukup kuat untuk dibawa keluar dari sini," jawab sang perawat yang ada disebelahnya. "Beberapa bayi membutuhkan waktu lebih lama, tetapi anak anda merespons perawatannya dengan baik."

Jennie mengangguk puas sebelum tersenyum gemetar. Wanita itu tidak pernah berpikir untuk bisa melihat anaknya, tetapi sekali lagi, ia sangat bersyukur karena berada disana hari ini.

Menyenderkan kepalanya ke dada Jeon, Jennie melingkarkan sebelah tangannya di pinggang ramping milik pria itu. Tak butuh waktu lama bagi Jeon untuk membalas pelukan itu, pria itu memeluknya lalu menempatkan ciuman singkat di dahinya saat mereka memperhatikan anak mereka seperti dia adalah harta karun.

☜☆☞

Tahu bahwa mereka tidak bisa melihat Baby Alinsky selama beberapa hari, Eunha dan yang lainnya pun memutuskan untuk pulang, meninggalkan Jeon yang tetap di rumah sakit. Pria itu hanya pulang untuk mandi dan memeriksa Eunha sebelum kembali lagi ke rumah sakit, dan tentu saja sebelum Jennie bangun dan menemukan bahwa ia tidak ada di sisinya.

"Grandma, kapan Daddy dan Jennie akan pulang?" tanya Eunha saat Rachel sedang mempersiapkannya untuk sekolah.

"Grandma tidak yakin, sayang. Mereka berdua butuh waktu untuk sembuh sebelum bisa pulang," Rachel memberitahu.

"Tapi Daddy tidak sakit, kenapa dia tidak pulang?"

Rachel tersenyum. "Jennie dan bayinya membutuhkan bantuan Daddy-mu sayang."

"Oh." terdengar jawaban datar saat Eunha dengan sedih menundukkan kepalanya.

Rachel tahu apa yang mungkin menjadi penyebab kesedihan Eunha. Cucunya itu pasti merasa cemburu dan tersisih karena kurangnya perhatian yang tiba-tiba ia terima.

"Sayang, apa kau tidak senang akan menajadi seorang kakak?" tanya Rachel.

"Aku tidak tahu lagi," cemberutnya.

Rachel berlutut di depannya, memegangi tangan kecilnya lembut.

"Sayang, pikirkan betapa indahnya itu nanti. Kau akan bertanggung jawab atas seseorang." Rachel mengangkat alis menggoda. "Ketika dia marah pada Jennie atau Daddy, dia akan lari mencari bantuanmu. Dia akan mengagumimu dan dia akan mencintaimu," Rachel mengedipkan mata sebelum melanjutkan. "Dia akan mencintai dan—"

"Tapi aku tidak ingin mencintainya jika dia mengambil Jennie dan Daddy dariku," sela Eunha dengan tajam.

"Dia tidak akan mengambilnya darimu sayang. Saat ini dia hanya sedang tidak sehat, karena itulah dia membutuhkan Jennie dan Daddy."

Eunha terdiam beberapa saat sebelum menghela nafas dan melanjutkan. "Baiklah, aku akan mencintainya, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa melindunginya. You know Grandma? I'm still five." serunya sambil mengacungkan tujuh jarinya.




___tbc.

Guys, tinggal 2 chapter lagi :')

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang