4. Money

1.6K 271 25
                                    

Jennie tersentak saat otaknya mencerna apa yang telah didengar telinganya. Jeon Alinksy baru saja menawarkan uangnya agar ia pergi..... bersama bayinya. Jennie tahu dia seharusnya bersiap untuk sesuatu seperti itu, mengingat Jeon adalah seorang pebisnis yang sangat dihormati dan ini akan mempengaruhi citranya; dia bagaimanapun, tidak siap, dan karenanya, berita itu membuatnya terkejut.

Jika Jeon Alinsky tidak ingin menghadapi tanggung jawabnya dengan menunjukkan rasa hormat, biarlah. Jennie tidak akan menerima uang pria itu..... dia tidak akan melakukan tawar-menawar untuk kehidupan yang tidak bersalah dalam dirinya......anaknya.

Menelan ludah dan menegakkan postur tubuhnya, Jennie tidak ingin menunjukkan sedikitpun rasa rendah diri.

"Tarik kembali tawaran persetanmu itu. Karena itu akan memberimu lebih banyak kepuasan, daripada aku," desisnya, berbalik untuk pergi.

Jeon terkekeh. "Jangan bertindak bodoh. Jangan melakukan sesuatu yang akan kau sesali di masa depan." serunya, nadanya menantang.

Jennie berbalik dan mengarahkan pandangannya pada Jeon, darahnya mendidih karena amarah. "Satu-satunya pikiran yang aku sesali adalah datang kesini!"

Jennie memperhatikan bagaimana otot-otot di rahang Jeon bekerja, matanya mematikan. Jelas bahwa tidak ada yang pernah mengembangkan keberanian untuk berbicara dengan Jeon Alinsky dengan cara seperti itu. Betapa malangnya, ketika pria itu adalah bajingan yang berjalan.

Jennie berbalik dan meninggalkan ruangan, mendengar pria itu menggumamkan kutukan untuk dirinya.

Jennie menghela napas saat ia bersandar di pintu yang sudah tertutup. Matanya berkaca-kaca. Dia dengan lembut meletakkan tangan di perutnya yang masih rata dan meskipun tidak ada banyak bukti atas kehadiran seseorang disana, hubungan itu datang ketika ia menyadari dia bersedia melakukan ini sendiri.

"Kita akan baik-baik saja." bisiknya, bibirnya bergetar dengan senyuman.

♥ ♥ ♥


"Dia melakukan apa?!" Jisoo berteriak begitu Jennie kembali ke rumah dan menyampaikan semuanya padanya.

Jennie mengangguk sebagai jawaban saat tangannya sibuk menggali ke dalam mangkuk es krim yang ada di pangkuannya.

"Dan kau tidak mengatakan apapun?" Jisoo bertanya dengan marah.

"Pada dasarnya aku menyuruhnya untuk pergi," gumam Jennie, hampir tidak terdengar karena mulutnya yang penuh es krim.

"Apa kau bodoh?!"

"Apa?"

"Bagaimana kau bisa sebodoh itu? Kau seharusnya memberinya tawaran dan menguras kantong bajingan itu dan bukankah itu tujuanmu pergi kesana? Agar dia tahu dan agar kau mendapat sedikit bantuan darinya?"

Jennie mendengus tak percaya. "Pria itu menghadapi masalah seperti itu adalah urusan sehari-harinya. Ya, aku pergi kesana untuk melihat apakah kita bisa mencapai kesepakatan tentang bayi ini, tetapi ketika dia memberikan tawaran itu, itu membuatku sadar bahwa aku tidak perlu membungkuk padanya dan meremehkan diri sendiri dengan mengajukan anakku untuk dilelang. Aku tidak akan melakukan tawar-menawar pada anakku. Aku akan baik-baik saja." serunya tegas.

Jisoo mendengus. "Sudah merasa seperti seorang Ibu? Itu benar-benar dalam, Jane. Harus kuakui, tapi tawar-menawar adalah hal yang harus kau lakukan saat berada di supermarket dan ketika kau tidak mampu membeli makanan untuk anakmu!" seru Jisoo, mengusak rambutnya frustasi.

Jennie menggelengkan kepalanya dan mendesah. "Itu tidak akan terjadi. Bayiku dan aku akan baik-baik saja. Aku akan mencari pekerjaan baru dan mendapatkan tempat baru....." serunya, berharap perkataannya akan menjadi kenyataan.

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang