21. Another Plan

1.1K 223 20
                                    

Hari ini adalah hari makan malam, dan Jennie masih belum berbicara dengan Jeon. Kata-kata pria itu telah tertanam dalam pikirannya sepanjang malam, sehingga membuatnya tidak bisa tidur. Jauh di lubuk hatinya, Jennie memahami amarahnya, tetapi ia masih tidak bisa menahan perasaan terluka.

Lantas hak apa yang pria itu miliki untuk merasa marah? Jennie memang tidak menginginkan bayi itu pada awalnya dan Jeon juga lah yang menyeretnya ke rumahnya, dan itu semua di luar keinginannya. Jika ada yang harus marah tentang apa pun, maka Jennie lah yang berhak atas itu, bukan?

Eunha memasuki ruangan saat Jennie sedang membereskan tempat tidurnya. Meskipun pintu dibuka, anak kecil itu berhenti di ambang pintu dan mengetuk, menunggu izin untuk masuk sepenuhnya.

Jennie tersenyum "Masuklah," ucapnya, dan Eunha berjalan ke arahnya lalu memeluk kakinya.

Tindakan itu mengejutkan Jennie. "Jennie, apa kau baik-baik saja?" tanyanya, menata Jennie dengan lucu.

"Aku baik-baik saja, sayang." ucapnya meyakinkan, dengan lembut menggunakan tangannya untuk mengelus rambut Eunha.

"Are you sure?"

"I'm sure, baby."

"Apa yang akan kau lakukan hari ini?" Eunha bertanya riang, dengan seringai di wajahnya.

"Hanya ingin bersantai, dan mungkin mengunjungi dokter di sore hari." ucap Jennie memberitahu dan seketika senyuman itu hilang dari wajah Eunha.

"Dokter?" serunya penuh tanya. "Aku tahu kau tidak baik-baik saja!" serunya sedih.

Jennie terkekeh. "Aku hanya ingin memastikan bayinya baik-baik saja," ucapnya, menggunakan jari-jarinya untuk menyelipkan sulur rambut yang ke belakang telinga Eunha.

Ada keheningan kecil diantara mereka dan Jennie memikirkan apa yang akan ia tanyakan selanjutnya.

"Apa aku bisa ikut denganmu, Jennie?"

Jennie tersenyum. "Tentu saja, sayang." dan Eunha menjerit kegirangan, melompat sembari memegang tangan Jennie, yang menyebabkan mereka berdua jatuh di tempat tidur, lantas tertawa terbahak-bahak.

♡♡♡

Jeon sedang meminum kopinya ketika ia akhirnya memutuskan untuk menelepon Lisa dan memberitahunya bahwa ia tidak akan menghadiri makan malam.

"Halo Jeon?" Lisa menjawab.

"Tentang makan malam, aku tidak bisa—"

"Kenapa?" potongnya cepat, dan siapa pun yang mengetahui rencananya pasti bisa merasakan tekanan mendadak yang terdengar dalam suaranya.

"Jennie sedang tidak enak badan," Jeon memutuskan untuk berkata alih-alih menjelaskan detailnya.

"Oh,"  jawabnya datar.

"Ya, maafkan aku."

"Tapi tentunya, dia akan merasa lebih baik malam ini." ucap Lisa, sangat ingin menanamkan pilihan lain di kepalanya.

"Dia butuh istirahat, Lisa." ucap Jeon, menjadi gelisah.

"Wah, wah, lihat siapa yang akhirnya memutuskan menjadi pria berkeluarga." dia tertawa terbahak-bahak. "Dan lucunya, anak itu mungkin bukan milikmu, sayang." sisi gelap dari dirinya membuat Jeon segera mengetahui niat wanita itu.

Jeon menertawakan perubahan kepribadian Lisa yang tiba-tiba. "Makan malam ini hanya untuk memikat Jennie kesana agar kau bisa mempermalukannya, bukan?"

"Aku lupa bahwa kau sangat pintar, Jeon." Lisa mengejek, secara tidak langsung mengatakan bahwa Jeon memang benar.

"Dan sekarang, rencanamu akan menjadi bumerang di wajahmu, bitch!" Jeon mendesis marah, terperangah oleh fakta bahwa wanita itu bahkan akan mempertimbangkan untuk melakukan hal seperti itu. Dia segera menutup telepon tanpa mendengar jawaban dari lawan bicaranya.

Jika Lisa memiliki pikiran kotor di otaknya, maka Jeon akan selangkah lebih dulu dari dirinya. Pria itu akan memastikan tidak akan ada yang bisa menyentuh Jennie serta anaknya.

♡♡♡

Lisa mengertakkan gigi ketika ia mendengar bunyi bip di telepon yang menandakan bahwa Jeon telah memutuskan panggilan. Sambil menggumamkan kutukan keras, Lisa menarik telepon dari kabelnya dan melemparkannya ke dinding.

Dia menyisir rambut dengan jari dan mondar-mandir di lantai kantor, menggigit kukunya sambil berpikir. Dia tidak percaya bahwa pria itu membatalkan pertemuan pada menit terakhir, tepat ketika ia akan menikmati seluruh gagasan tentang segalanya.

Lisa menggigit kukunya, berhenti ketika ia melihat sebotol vodka di ujung ruangan di atas meja. Wanita itu dengan cepat berlari kesana dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri, menenggak semuanya sekaligus.

Duduk dengan tenggelam dalam pikirannya selama beberapa menit sebelum sebuah ide datang padanya. Lisa dengan cepat mengeluarkan ponsel dari tasnya, dan dengan penuh semangat menghubungi Hani Calloway.

"Hallo, Hani Calloway in here—"

"Hai, ini Lisa." potongnya dengan nada yang paling tenang.

"Oh, Lisa. Bagaimana kabarmu?" wanita itu bertanya penuh semangat.

Lisa memutar matanya frustrasi, tidak pernah menyukai wanita yang begitu banyak berbicara. "Aku luar biasa bahagia. Apa kalian akan menuju ke sini?" tanyanya, memutar jarinya di sekitar tepi gelas saat menunggu jawaban.

"Tentu saja sayang. Kita akan berangkat sekarang untuk penerbangan siang hari."

"Great!" serunya sebelum menurunkan nadanya. "Tapi, Jeon sedang tidak enak badan, jadi kami menunda pestany. Dan Jeon memaksa kalian untuk datang dan makan malam bersama kami......di rumahnya." ucapnya pada wanita di ujung sana.

"Oh, Jeon yang malang. Baiklah. Kami akan tetap hadir. Apa pun untuk teman." ucap Hani lembut.

"Baiklah, aku akan menemui kalian di bandara dan mengantarmu ke rumahnya nanti." ucap Lisa, menegak kembali vodka nya dan tersenyum licik.


___tbc.

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang