11. Eunha Alinsky

1.4K 268 11
                                    

Jeon menghela nafas mendengar pertanyaan Jennie. Dia entah bagaimana lupa memberitahu wanita itu tentang Eunha.

"Daddy, siapa dia?" Eunha mendekatkan wajahnya ke telinga Jeon dan berusaha berbisik.

Jeon dengan cepat mencium keningnya, sebelum berkata. "Princess, this is a friend. Dia akan tinggal bersama kita."

Eunha menatap Jennie dengan saksama; memeriksanya sekali lagi, lalu ia tersenyum menunjukkan beberapa gigi depannya yang hilang.

"Hi, I'm Eunha Alinsky. What's your name?" tanyanya cerah.

Jennie menatap anak berpipi tembem yang ada di hadapannya, masih tercengang tentang keberadaannya. Fakta bahwa Jeon memiliki seorang anak telah menyuruh Jennie untuk lari ke ujung bukit –Ini adalah masalah besar dan dia tidak tertarik dengan gagasan sebagai penghancur rumah tangga seseorang. Begitu keadaan menjadi sedikit tenang, Jennie bersumpah akan meluruskan semuanya dengan Jeon.

Memutuskan untuk meninggalkan pertanyaan untuk dirinya, Jennie tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Kau memiliki nama yang cantik, sama cantiknya denganmu." dia memuji, dan Eunha tersipu.

"Namaku Jennie Calloway." Jennie menyelesaikannya dengan senyuman.

"Apa kau suka ikan?" Eunha bertanya secara acak.

Jennie tertawa. "Sangat menyukainya."

"Aku juga menyukainya, tapi Daddy memberiku yang tanpa tulang karena dia tidak ingin tenggorokanku terluka, tapi kupikir aku bisa makan semuanya sendiri dan kubilang padanya bahwa aku bisa memakannya sendiri tanpa bantuannya, tapi dia tidak mendengarkan " Eunha mengomel, mempoutkan bibirnya pada Jeon.

Jeon menyaksikan percakapan yang terjadi di hadapannya dan tidak bisa menahan senyum. Eunha sebenarnya adalah tipe anak yang pemalu ketika diperkenalkan pada orang baru dan itu sangat mengejutkannya melihat bagaimana putrinya mengobrol terang-terangan dengan Jennie.

"Daddy, bisakah aku menunjukkan kamarku pada Jennie?" dia berkicau.

Senyum Jeon memudar. "Sayang, Jennie harus beristirahat, bagaimana dengan nanti?"

"Kumohon," mohonnya dengan mata yang dikedip-kedipkan pada sang Ayah.

Jeon menghela napas dan menoleh pada Jennie. "Apa kau setuju?"

Tatapan Jennie beralih dari Jeon ke Eunha dan kemudian tahu bahwa ia tidak bisa mengatakan tidak pada wajah yang sedang menatapnya memelas.

"Tentu saja!"

"Hore!" Eunha bersorak, melompat dari pangkuan Jeon.

Dia meraih tangan Jennie dan mulai menyeretnya ke arah kamarnya. Jennie sedikit tersandung, mencoba mengikuti langkah kecil itu sembari tersenyum. Sedangkan Jeon, berdiri disana dengan senyuman diwajah.

♥♥♥

"Wow, kamarmu cantik sekali." Jennie memuji saat tiba di kamarnya, memperhatikan dinding lavender dengan stiker kupu-kupu dari semua warna yang melapisi tepinya.

Tempat tidurnya ditutupi seprai merah muda dan boneka binatang yang menutupi setengah dari tempat tidur yang besar.

"Terima kasih," ucap Eunha malu sambil menjatuhkan diri di atas kasur. "Are you really Daddy's friend?" tanyanya sambil menarik boneka kelinci ke arahnya.

"Bisa dibilang begitu." jawabnya dengan ragu-ragu.

Eunha tersenyum dan menepuk ruang kosong di sebelahnya. "Ayo duduk."

"Kau tahu, ada wanita jahat disini, dia bilang dia akan menikahi Daddy, tapi aku tidak menyukainya. Dia akan membawaku pergi jauh dari Daddy, jadi aku tidak akan bisa melihatnya lagi."

"Membawamu pergi?" tanya Jennie bingung.

"Ya, dia akan mengirimku ke sekolah asrama." Ucapnya dengan nada sedih.

Jennie bertanya-tanya apakah Jeon benar-benar akan membiarkan hal itu terjadi, untuk menjauhkan anak satu-satunya darinya? Tapi sekali lagi, tidak banyak yang dia ketahui tentang Jeon Alinsky.

Ucapan Eunha juga memberi tahu Jennie bahwa Lisa bukanlah ibunya dan tidak banyak hubungan di antara keduanya.

"Eunha sayang, aku akan segera kembali dan kau bisa mengajakku berkeliling dan membantuku membongkar barang-barangku, oke?"

Eunha tersenyum, manis sekali. "Oke, tapi jangan terlalu lama." dia memperingatkan.

"Aku tidak akan lama." Jennie meyakinkan sebelum meninggalkan ruangan.

Setelah keluar dari kamar Eunha, Jennie berusaha mencari Jeon, dengan hati-hati menuruni tangga. Dia melihat ke sekeliling, mencoba untuk melihat sekilas, atau bahkan mendengar suaranya. Dia berjalan, memperhatikan perabotan yang dipoles dengan baik, dinding yang dicat gelap dan karya seni yang melapisi mereka. Itu lebih tampak seperti buku bujangan daripada rumah yang benar-benar memiliki anak.

Lalu matanya menemukan Jeon di tempat yang tampak seperti dapur, dan ia mulai berjalan mendekat.

"Apa kau ingin makan sesuatu?" Tanya Jeon begitu melihat Jennie.

"Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau mempunyai seorang anak?" tanya Jennie, tidak ingin berbasa-basi.

Jeon menghela napas dan mengangkat bahu santai. "Kau tidak pernah bertanya."

"Seharusnya kau memberitahuku!" seru Jennie, tapi langsung merendahkan suaranya ketika ia mengingat ada Eunha disini.

"Itu tidak akan menjadi masalah. Itu tidak akan mengubah apapun." ucap Jeon, menuangkan jus jeruk untuk mereka.

Jennie mendengus, menatapnya dengan tidak percaya. "Tentu saja!" serunya histeris.

"Tidak ada yang berubah, aku tidak akan mengubah keputusanku."

"Tunanganmu akan ada disini; kurasa aku tidak akan bisa menangani hal itu. Ini terlalu berlebihan, Jeon."

"Apa kau menyarankanku untuk membatalkan pertunangan?" tanya Jeon dengan senyum licik di wajahnya.

Jennie membelalak. "A –tidak, tentu saja tidak. Bukan itu maksudku." dia memucat. "Bisakah aku pulang saja?"

"Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan, Jennie." menyodorkan segelas minuman pada Jennie.

Jennie tidak memiliki selera untuk apa pun, jadi ia mengabaikan tawarannya. "Dimana barang-barangku?" tanyanya, merasa frustrasi.

"Kenapa kau bertanya?"

"Supaya aku bisa membongkarnya dan membereskan barang-barangku." desis Jennie dengan gigi terkatup.

"Oh, akan aku tunjukkan." ucap Jeon tanpa rasa bersalah.

Jennie menghela napas sekali lagi dan berjalan mundur. Mengikuti Jeon yang masuk ke kamar di seberang kamar Eunha dan berhenti di depan pintu.

"Ini kamarmu, anggap saja rumah sendiri." ucap Jeon tersenyum.

Jennie melihat ke sekeliling ruangan, cukup besar daripada apartemennya sebelumnya. Itu bagus tapi masih memiliki aroma dan suasana maskulin dalam beberapa hal.

"Terima kasih. Aku pasti akan mengunci diri sampai enam bulan ke depan disini." Jennie menyindir dengan sinis.

"Jangan melodramatis. Ada kamar mandi di dalamnya, jadi kau mempunyai privasi sendiri."

"Apa kau siap untuk membuka barang-barangmu, Jennie?" suara yang nyaring masuk dan menginterupsi percakapan mereka.

Jennie tersenyum. "Baru saja aku akan melakukannya."

"Great!" serunya kegirangan.

Jeon terkekeh dan berbalik untuk pergi sebelum pijaknnya membeku.

"Apa yang terjadi disini?" sebuah suara menuntut, diikuti dengan keheningan yang lama dan canggung.



___tbc.

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang