5. The Offer

1.5K 279 28
                                    

Jennie sedang sarapan di dapur kecilnya ketika ia mendengar ketukan di pintunya. Dia dengan lembut meluncur dari kursi dan melangkah menuju pintu, berpikir bahwa itu mungkin Jisoo. Jadi, dia tidak repot-repot untuk menarik jubah di sekitar blus malam yang tipis, dan kemeja yang hampir tidak menutupi pantatnya, dan rambutnya juga terurai berantakan.

Sedangkan disisi lain, Jeon berdiri di luar apartemen Jennie. Lorong apartemen itu begitu sempit. Bahkan suara penghuni lainnya terdengar dari kamar-kamar sebelah, diikuti dengan suara benturan keras. Aroma rokok dan alkohol memenuhi udara bagaikan sampah.

Beberapa penghuni disana lewat dan memberinya tatapan penasaran, menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jeon jelas sama sekali tidak merasa nyaman. Dia berdiri disana dengan setelan yang rapi, sementara beberapa pria lewat hanya dengan celana sampai lutut dan dengan bahu yang cukup besar untuk menampung tiga orang gemuk.

Jeon semakin tidak sabar dari menit ke menit, dan saat ia akan kembali mengetuk, pintu pun terbuka. Napasnya tercekat saat menatap wanita yang berdiri di hadapannya. Jennie Calloway berdiri disana dengan segala kemuliaan yang indah dalam dirinya.

Sangat indah –pikir Jeon.

Wanita itu tidak lagi mengenakan pakaian besar tak berbentuk, tetapi kali ini dia mengenakan celana pendek dan atasan kecil. Pinggul dan celana pendeknya berhasil membangunkan sisi Imajinasi seorang Jeon Alinsky. Kakinya sangat mulus, tanpa cacat sedikit pun. Kemudian matanya mengarah ke dadanya, dan pada saat itulah Jeon merasakan guncangan di selangkangannya. Blusnya yang tipis dan ketat, membungkus tubuh indah itu, menempel di dadanya yang padat dan bulat yang tidak dibatasi oleh bra.

Jeon menelan ludah saat matanya kembali untuk menatap wajah Jennie. Selain mata kucing itu yang melebar, wajahnya memerah, dan terlihat segar. Rambutnya tergerai berantakan.

Jeon berdehem, mencoba menghilangkan pikirannya dari bayangan kotor yang melintas di kepalanya.

"A–apa yang kau lakukan disini?" tanya Jennie serak.

"Bisakah kita bicara?" Jeon bertanya dengan tegang, mencoba mengalihkan pandangan dari tubuhnya.

Jennie menggelengkan kepala. "Tunggu, bagaimana kau mengetahui......" dia terdiam dan menghela nafas. "Bagaimana kau bisa mengetahui alamatku?"

Jeon mengangkat alis. "Ayolah, Jennie. Kurasa kau tahu jawabannya."

Jennie mendesis. "Apa yang kau inginkan?"

"Apa kau tidak akan mengundangku untuk masuk?" tanya Jeon menantang.

"Tidak," jawabnya pahit.

Jeon mengatupkan giginya. "Tolong, ini penting."

Jennie menatapnya sejenak sebelum membuka pintu cukup lebar untuk mengizinkan pria itu masuk.

Setelah masuk, mata Jeon segera berkeliaran memperhatikan isi rumahnya.

Jennie menghilang ke sudut ruangan dan dengan cepat kembali, mengenakan jubah yang diikat erat di pinggangnya, dan rambutnya diikat ekor kuda.

Jeon mempoutkan bibirnya, lalu mengejek. "Aku lebih suka pakaianmu yang tadi."

Jennie memutar matanya. "Sekarang jelaskan padaku alasan atas keberadaanmu disini." ucap Jennie tak sabar.

"Apa kau tidak akan menunjukkan sedikit keramahan?"

Jennie mengusap pelipisnya dan menjilat bibirnya. "Aku ingin kau keluar dari rumahku secepat mungkin, jadi jika kau menginginkan sambutan yang hangat, maka kau telah datang ke tempat yang salah." uccapnya tenang, tapi tetap terdengar kasar.

Jeon mengambil tempat duduk di sofa tua yang sudah usang. "Aku disini untuk memberikan tawaran untukmu."

"Kurasa aku sudah memberitahumu terakhir kali apa yang bisa kau lakukan dengan tawaranmu."

"Kau menyuruhku untuk menidurinya." ucapnya terkekeh. "Yah, anggap saja jika kau tidak setuju dengan yang ini..... kau akan kacau." ucapnya dengan seringai licik.

Jennie memucat. "Apa yang kau inginkan kali ini?" tanyanya sedikit gugup.

Jeon tersenyum. "Aku ingin hak asuh penuh atas bayi itu saat kau melahirkan." Jawab Jeon dengan mata menantang.

Jennie menatapnya dengan kosong selama beberapa detik, gagal untuk mempercayai permintaan pria dihadapannya

"Keluar dari rumahku!" seru Jennie marah.

Jeon tertawa riang. "Pikirkan baik-baik, Jane."

"Kau pikir kau siapa?!" Jennie berteriak dengan marah. "Aku tidak peduli jika kau adalah Pangeran Wales, aku tidak akan mengizinkanmu untuk menyentuh anak ini, dan bahkan jika kau menawarkan dunia padaku, jawabanku tetap tidak!" teriaknya dengan marah.

Jeon tersentak mendengar kata-katanya. "Aku akan mendapatkan hak asuh, Jane. Kau tidak bisa membesarkan seorang anak dalam....." Jeon berhenti dan menunjuk sekeliling apartemennya, dengan cemoohan. "Tempat sampah ini!"

Jennie menelan ludah yang terbentuk di tenggorokannya. "Keluar." ucapnya dengan nada yang jauh lebih tenang dari sebelumnya.

Senyuman menghiasi wajah Jeon sekali lagi, tapi kali ini, matanya tampak mematikan. "Kau tidak akan bisa menang dalam pengadilan, Jane. Serahkan hak asuh anak padaku dan kau akan mendapatkan Lima Juta Dolar secara tunai. Hanya orang bodoh yang akan menolak tawaranku, jika kau tahu." serunya getir.

"Kalau begitu, panggil aku bodoh sialan!" teriak Jennie, merasa harga dirinya sudah diinjak-injak oleh pria bajingan dihadapannya.

"Begitu aku membuktikan ke pengadilan betapa tidak layaknya kau menjadi seorang Ibu, maka kau akan mulai menyesalinya saat itu juga." jelasnya, tersenyum. "Kau tidak bisa membesarkan seorang anak di kandang babi ini. Dan aku akan mendapatkan hak asuh penuh dengan mudah."

Jennie mencoba untuk menahan air mata yang akan meledak. Dia tahu jauh di lubuk hatinya, bahwa apa yang dikatakan Jeon adalah fakta, tetapi dia tidak ingin mengakui fakta itu. Meskipun perutnya masih rata dan bayinya belum berkembang..... itu masih miliknya, dia sudah merasakan ikatan diantara mereka, dan Jennie tidak akan memberikan bayinya kepada seorang iblis.

"Aku lebih memilih untuk mengakhiri kehamilan ini, daripada memberimu hak asuh penuh, Tuan." seru Jennie tegas, matanya tampak tegas dan dingin.





___tbc.

🌼🌼🌼

Jeon, you fucking asshole!!
F*ck you!

But..... I Love You Bunny 😘

See u later, honey!👋

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang