16. Work?

1.3K 237 14
                                    

Jennie bangun keesokan paginya, hampir melompat dari tempat tidur ketika ia melihat apa.....atau lebih tepatnya, siapa yang ada di sampingnya. Dia menahan napas saat melihat Eunha yang terlelap disana.

Sudut bibirnya perlahan mengembang saat ia menatap anak kecil yang sedang tertidur itu. Kedua tangan kecilnya berada dibawah kepala dan wajahnya diatasnya –lebih tepatnya ia tidur dengan posisi telungkup.

Jennie tersenyum dan perlahan turun dari tempat tidur. Menguap dan mengusap kantuk dari matanya, setelah itu ia melihat kea rah jam kecil di meja samping tempat tidurnya.

6.30 am.

Kembali duduk di tempat tidur, Jennie menatap kosong ke depan. Pikirannya membawanya kembali ke percakapann yang ia lakukan dengan ayahnya semalam.

"Apa kau baik-baik saja sekarang?" Jennie terkejut karena suara Eunha dari belakangnya dan ia tidak bisa menahan senyum.

"Ya, aku baik-baik saja." ucapnya, berbalik dengan senyum meyakinkan di wajahnya.

"Apa kau marah karena aku tidur disebelahmu, Jennie?" dia bertanya dengan nada sedih, suaranya masih bergetar karena bangun tidur.

Jennie dengan lembut meletakkan tangannya di pipi Ara dan dengan lembut mengusapnya. "Tidak sama sekali. Seorang malaikat tidur disampingku membuatku tidur lebih nyenyak."

Eunha tersenyum manis. "Kau akan pergi?" tanyanya, masih menguap.

"Ya, aku akan bekerja." ucap Jennie, kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh Eunha.

"Baiklah," hanya itu yang bisa ia katakan sebelum nyawanya hampir terenggut dalam dunia mimpi.

Jennie tersenyum gemas. Jelas bahwa Eunha tidak ingin menyerah untuk membuka matanya, tapi bocah kecil itu tidak bisa berbuat banyak untuk melawan rasa kantuknya.

Jennie baru saja hendak keluar kamar ketika pintu kamarnya tiba-tiba terbuka kencang. Dia tersentak, menatap Jeon yang berdiri disana dengan mata melebar dan rasa takut menguasai wajahnya.

"Eunha tidak ada dikamarnya. A –aku tidak....." dia berhenti, menyisir rambutnya dengan frustasi. "Aku meninggalkannya disana tadi malam." Serunya histeris, mata pemuda Jeon itu bahkan sudah mulai memerah. Sangat jelas terlihat bahwa ia sangat menyayangi putri kecilnya.

Jennie memperhatikan satu fakta kecil itu dan tersenyum, menyadari bahwa Jeon Alinsky yang sangat tangguh memiliki titik lemah. Jadi, Jennie melangkah kesamping dan menunjuk tempat tidurnya, dimana ada seonggok daging yang tergeletak tak berdaya disana.

Jennie melirik Eunha dan mengarahkan pandangannya pada Jeon. Dia bisa melihat kelegaan menguasai pria itu, ketegangan di wajahnya perlahan menghilang. Jennie memperhatikan bagaimana jakun pria itu naik turun saat menelan ludah lega dan bagaimana mata bulat itu mengalirkan cinta pada putrinya yang sedang tidur.

Jeon berpaling dengan cepat pada Jennie, sehingga wanita itu tidak punya kesempatan untuk mengalihkan pandangan darinya. Jennie dengan cepat berdehem dan dengan canggung membuang muka.

"Sepertinya dia benar-benar menyukaimu. Aku bilang dia tidak bisa tidur disini tadi malam jadi anak itu pasti menyelinap keluar dari kamarnya untuk datang kesini." Ucap Jeon dengan cepat, tidak ingin membuat situasi semakin canggung dengan hanya diam.

Begitu kata-kata itu keluar dari bibirnya, Jennie ingin segera pergi, pikirannya kembali membawanya pada kejadian semalam. Jennie ingat bahwa ia menangis di pelukan Jeon! Dia bahkan ingat bagaimana cara pria itu menenangkannya, dengan lembut membelai bahu hingga punggungnya.

Jennie tahu ia sangat rentan semalam, karena ia tidak akan pernah rela jatuh ke pelukan Jeon dalam keadaan waras.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Jeon ketika ia tak mendapatkan respon dari Jennie.

"Y-ya aku baik-baik saja." kalimat itu keluar dari bibirnya dalam ketidakpastian. Ia sangat terganggu! Jennie sangat terganggu dengan aroma maskulin yang tiba-tiba memenuhi kamarnya, juga dengan dada yang sedikit mengintip pada bathrobe nya.

Jennie menelan ludah, terkejut dengan respon tubuhnya karena melihat pemandangan dihadapannya. Sepertinya tubuhnya merindukan perasaan itu, dan tadi malam hanya mengingatkannya tentang bagaimana rasanya berada di pelukannya.

Mungkin tubuhnya kembali mengingat saat-saat dimana jemari panjang itu menyentuhnya, ciuman panasnya. Walaupun malam itu Jennie tidak dalam kondisi terbaiknya, tapi ia masih mengingat keintiman yang terjadi diantara mereka dengan sangat jelas.

Jennie menelan ludah, tiba-tiba merasa panas pada ingatan itu, tapi sebuah suara dari dalam dirinya seakan mengingatkan bahwa apa yang terjadi malam itu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan besar dalam hidupnya. Ia berjanji itu tidak akan terjadi lagi dan sekarang ia merasa sangat bodoh karena mengingat hal itu. Tapi, bagaimana ia tidak mengingatnya disaat bukti nyata ada dihadapannya?

"Kenapa bangun pagi sekali?" tanya Jeon penasaran.

Jennie menghela napas berat. "Aku akan bekerja."

"Bekerja dimana?"

"Kim Enterprises." jawabnya, sekarang wanita itu bergerak menuju lemari kecil pada meja riasnya.

Jeon mendengus dan mengikuti dibelakang. "Kau tidak akan bekerja disana, Jane." Ucap Jeon dengan nada yang tidak masuk akal bagi Jennie.

"Itu bukan keputusan yang harus kau buat, bukan?" balasnya acuh.

"Kau pasti gila jika berpikir akan bekerja selama masa kehamilan."

"Panggil aku bodoh." balasnya datar.

Jeon menyisir rambutnya dengan frustasi. "Kenapa kau begitu keras kepala?"

"Kenapa kau begitu bertingkah layaknya bos?" balas Jennie tak kalah tajam.

Jeon menghela napas pelan. "Baiklah, tolong dengarkan aku. setidaknya kau harus istirahat. Jane, kau tidak seratus persen sehat, dank au tidak boleh mengambil resiko apapun." JEon beralasan, menurunkan nada suaranya.

"Aku baik-baik saja dan aku tidak akan diam dan duduk dan hanya bergantung padamu. Aku harus memiliki sesuatu untuk diriku dan anakku." Serunya dengan nada yang sama.

"Aku bisa memberikan kalian berdua segalah hal yang kau butuhkan. Tidak perlu bekerja. Kau bisa kembali bekerja saat anakku sudah balita."

Jennie tertawa sangat keras. "Apa kau tidak mendengar apa yang baru saja aku katakana?" tanyanya tak percaya.

Jeon mengabaikannya. "Apa yang bisa kulakukan untuk mengubah pikiranmuu?"

"Kembalikan aku ke apartemenku." Putusnya mutlak.





___tbc.

Kalo Nana mah disuruh diem aja malah seneng. Dasar kamu Jane!
😁

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang