20. Bad Words

1.2K 233 12
                                    

Sehari sebelum undangan makan malam, Jennie pulang dengan perasaan tidak nyaman. Jeon masih belum memberitahunya tentang undangan makan malam Lisa, karena dia belum menemukan waktu yang tepat, dan pria itu sedikit ragu untuk bertanya padanya.

Begitu Jennie tiba di kamarnya, ia langsung menjatuhkan diri di tempat tidur, ingin melepaskan diri dari rasa ngilu di perutnya. Wanita itu mengerang lemah ketika ketukan terdengar di pintunya, mencegahnya untuk segera terlelap.

Membawa dirinya ke posisi duduk, Jennie berdehem. "Silahkah masuk, pintunya terbuka." teriaknya, dan pintu terbuka, memperlihatkan seorang Jeon Alinsky.

"Bisakah aku berbicara denganmu?" tanyanya, melangkah masuk.

"Ya, duduklah." Jennie menepuk ruang kosong di tempat tidur.

Jeon samar-samar tersenyum dan duduk di sampingnya di tempat tidur. Membersihkan tenggorokannya sebelum berbicara. "Aku ingin tahu apakah kau bisa menjadi teman kencanku untuk pesta makan malam, besok."

Butuh beberapa saat bagi Jennie untuk menyadari apa yang pria itu katakan. Dia hanya ingin tidur sekarang.

"Besok?" tanyanya, kaget karena Jeon bertanya secara mendadak. "Tidak bisakah kau memberitahuku lebih awal agar aku bisa mempersiapkan diri?" Jennie bertanya dengan bingung.

"Maaf, itu meleset dari pikiranku." Jeon membenarkan dengan lemah. "Jadi, jawabanmu ya?"

"Tidak."

"Tidak, untuk pertanyaan terakhir atau tidak untuk pesta?" tanya Jeon, menginginkan klarifikasi.

"Aku belum tahu. Aku ingin memiliki waktu luang untuk diriku sendiri besok, mengingat besok aku tidak bekerja." ucap Jennie lesu, berusaha keras untuk tidak mengerang kala rasa ngilu di perutnya kembali.

"Kau baik baik saja?" tanya Jeon bingung karena melihat bulir keringat di kening Jennie.

"Ya, aku hanya lelah."

Jeon tidak yakin dengan perkataan wanita itu, ia masih belum menemukan cara untuk membuatnya berhenti dari pekerjaannya. Jika Jennie lelah maka bayinya juga akan lelah, tetapi Jennie sangat keras kepala sehingga ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Apa kau perlu ke dokter?" tanya Jeon.

"Tidak, aku baik-baik saja."

"Jane, apa kau sudah melakukan pemeriksaan sejak mengetahui bahwa kau hamil?" tanya Jeon, berharap kepada Tuhan agar wanita itu tidak akan mengkonfirmasi ketakutannya.

Jennie menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah. "Belum, aku tidak punya waktu." menatap kosong ke dinding di depannya.

Jeon menatap tak percaya untuk beberapa saat, mulutnya sedikit terbuka tak percaya.

"Apa kau tidak memperdulikan bayinya?" tanyanya dengan marah.

Kepala Jennie tersentak saat kata-kata itu keluar dari mulutnya. "Jangan berani bicara seperti itu padaku!" dia memperingatkan dengan tajam.

Jeon bangkit dari tempat tidur. "Lalu apa yang akan kau lakukan?" mengacungkan tangannya ke udara karena frustrasi, amarah perlahan menguasai dirinya. "Kau memperlakukan anak ini seperti dia tidak ada. Kau tidak mendengarkan ketika aku menasehatimu dan kau tampaknya tidak menaruh minat pada bayi ini. Akan menjadi Ibu seperti apa kau nanti?!" Jeon meludah dengan marah, tidak bisa mengendalikan kata-kata yang keluar dari bibirnya.

Jeon sudah muak dengan watak keras kepala yang dimiliki Jennie. Sudah waktunya ia menurunkan kaki dan memberi tahu siapa yang memakai celana dalam rumah ini, tapi....

Jeon segera menyesali kata-kata yang terlontar dari bibirnya. Dia tahu bahwa meskipun ia marah, dia tidak punya hak untuk mengatakan kata-kata seperti itu —kata-kata yang menyakitkan.

Jeon melihat bagaimana tubuh Jennie menjadi kaku dan bibirnya gemetar. Tapi wanita itu dengan sigap menggeretakkan giginya, menolak terlihat lemah di depan Jeon Alinsky.

Jeon menggumamkan kutukan rendah, mengusap tengkuknya sebelum berbicara. "Jennie, maafkan aku." serunya lembut. "Aku tidak bermaksud mengatakan apa yang aku katakan tadi padamu."

"Kau mengatakan apa yang harus kau katakan dan kerusakan sudah terjadi." suaranya terdengar berat akibat tangis menekan tenggorokannya.

Jeon menggaruk bagian belakang lehernya, mendekati Jennie dengan maksud untuk menenangkannya.

"Jangan! Jangan mendekatiku." dia memperingatkan dan nada kerasnya, mencegah Jeon mendekat.

"Maafkan aku." ucap Jeon sekali lagi, ingin menendang dirinya sendiri karena menjadi bajingan.

Jennie mengabaikannya dan bangun dari tempat tidur, bergerak menuju pintu. Jeon memperhatikan saat wanita itu membuka pintu dan berdiri dengan niat yang jelas.

"Keluar. Aku ingin istirahat sekarang." ucap Jennie dengan nada paling mematikan yang pernah didengar Jeon dari seorang wanita.

Dia berdiri, terpaku di area itu untuk sementara waktu, tatapan mereka terkunci dalam pertempuran sengit. Jennie tidak berkedip sekali pun sehingga Jeon tahu bahwa wanita itu serius.

Jeon menyerah dan bergerak melewatinya, berhenti di pintu untuk sekali lagi meminta maaf, tetapi sebelum ia bisa melakukannya, Jennie segera membanting pintu.

Jeon menghela nafas berat, meletakkan dahinya di permukaan pintu sebelum berbalik untuk pergi ke kamarnya, tapi langkah nya terhenti ketika melihat Eunha berdiri di hadapannya, dengan tangan terlipat dan wajah cemberut.

"Aku kecewa padamu, Daddy." ucapnya kesal.

Jeon mendesah frustasi — ada perempuan keras kepala lain yang harus ia hadapi.

"Daddy mengatakan beberapa hal yang menyakiti Jennie, bukan?" tanya Jeon, memprediksi Eunha tidak sengaja mendengar argumen mereka.

"Ya, dan Daddy menggunakan kata-kata terburuk. Daddy juga membuat Jennie menangis. I hate you, Daddy!" serunya kesal.

"Daddy tahu sayang, maafkan—"

"Mengatakan maaf tidak akan membuat sakitnya membaik, Daddy." mengibaskan rambutnya kesal dan Jeon menatapnya dengan tidak percaya.

"Dimana kau mempelajari semua ini, baby girl?" tanya Jeon, tersenyum.

Eunha menghela nafas, memutar matanya. "Daddy, aku lima tahun." balasnya membuat Jeon tertawa.

"Kau harus melakukan sesuatu yang baik untuk Jennie, Daddy. Dan jika tidak, aku juga tidak akan berbicara denganmu." dia memperingatkan, lalu melangkah ke kamarnya.

Jeon menghela napas sebelum ikut melangkah menuju kamar pribadinya. Tak lupa menggumamkan kutukan pelan, sebelum benar-benar mencapai pintu.

Dasar perempuan!




___tbc.

Vote dan Comment jangan lupa ya gengs!

Bound By A Child  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang