28 - Seperti Mati Lampu Ya Sayang

8.2K 1.6K 3.4K
                                    


PLIS BANGET, vote sama komennya ramein. aku sedih kalian banyak yang cuma komen di random question, aku jadi ngerasa ceritaku jelek tau gak :( tolong kalo ceritaku seru, banyakin komen di setiap paragraf yang udah aku tulis. aku udah semangat update masa kalian gak kasih feedback yang bagus ke aku😔 nulis ini gak cukup cuma sejam dua jam loh🥺😔

*

"Hhhhh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hhhhh..."

⚫⚫⚫

Sejak dua minggu lebih berada di Kecipir, sebagai perempuan kota yang terbilang kaum kelas atas, para ciwi jelas sudah merindu fasilitas serta segala kemudahan yang bisa mereka akses ketika di Jakarta.

Seperti contohnya, Jennie yang rutin pergi mengunjungi spa setiap minggu. Meski spa yang dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sekali saja sudah cukup, Jennie tetap datang empat kali dalam sebulan karena pijatan penuh ketenangan di spa langganannya belum ada tandingan. Jennie juga suka datang ke many-pady. Dia gemar mengganti warna cat kuku pada jemari, apalagi kalau ada acara-acara yang mengharuskan dia pergi seperti launching model baju baru yang dikeluarkan Mami, Jennie selalu mau warna serta motif kuteknya matching dengan gaun yang akan dia kenakan.

Kalau Rose, dia si maniak facial yang hampir semua gerai facial yang berada di Jakarta sudah pernah ia jamah semua. Dari mulai facial ecek-ecek di tempat potong rambut pinggir jalan, sampai facial treatment milik influencer ternama yang bikin wajah glowing paripurna, Rose tak pernah absen mengunjunginya. Ketika Rose sedang ingin membeli sesuatu yang bisa memangkas uang bulanannya secara cuma-cuma, Rose biasanya lebih memilih facial di salon pinggir jalan karena harga yang jelas jauh lebih murah. Yah, meskipun tak jarang wajahnya dibuat breakout menyeramkan akibat facial kaleng-kaleng tersebut. Toh percuma, muka dirawat mahal-mahal padahal sudah cantik sejak orok, tapi si empunya muka malah jadi duta insecure yang suka menutupi wajah pakai masker duckbill.

Lain lagi dengan Lisa, walau garis besarnya tetap sama alias sama-sama perawatan, Lisa tuh ibaratnya tidak begitu mementingkan anggota tubuh lain selain rambutnya. Tentu saja di bagian poni yang menjadi sorotan utama. Dia rela merogoh kocek yang tidak sedikit hanya untuk ke salon dan membeli banyak rentetan hair treatment yang memenuhi kamar mandinya. Cukup sulit mencari salon yang bisa cocok dengan jenis rambutnya yang dulu nomu-nomu astagfirullah naujubillah, sudah megar, sulit panjangnya pula. Makanya dulu pas masih sekolah, Lisa acap kali memangkas rambut ala potongan laki. Sekarang, yang begitu-begitu Lisa sudah anti. Dia telah menemukan salon yang menjadi tambatan hati. Salon yang berlokasi di dekat rumah Bambang, sekaligus salah satu tempat yang menjadi perantara pendekatannya dulu. Saking bagusnya itu salon yang juga menjadi asal mula kecetaran poni anti badainya kini, Lisa bersumpah tidak akan memberi tahu siapapun teman kampusnya yang banyak sekali menanyakan salon langganannya. Di pikirannya, Lisa hanya mau yang punya poni badai itu hanya boleh dia seorang! Tidak boleh ada yang lainnya lagi karena poni sakralnya ini salah satu aset kebanggaannya sejak dulu.

KKN [ bp × boys ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang