"Gue emang humoris, apa-apa di becandain. Tapi kalo urusan kuliah, nggak bisa dimain-mainin. Jadi, lo mau diseriusin juga?"
-Jimmy
⚪⚪⚪
"Wahai bapak-bapak dan ibu-ibu semua, kalo kita punya usaha tuh, kita perlu kembangin baik-baik dan pinter-pinter cari referensi."
Suara bariton Jimmy yang diperkeras dengan bantuan mikrofon itu masih setia mendominasi tenda yang udah dibangun di depan rumah pak kades tersebut. Lelaki dengan balutan kemeja navy dan celana jeans putih itu belum bosan-bosannya memberikan materi kepada beberapa warga desa.
Sekiranya, ada dua puluh orang dan mereka semua terdiri dari beberapa petani, penjual di pasar, dan yang lain sebagainya. Jimmy udah ngasih materi selama lebih dari setengah jam tapi dia belum juga menyelesaikannya. Para warga menyimak dengan baik, apalagi yang dibicarakan Jimmy bahasanya mudah dimengerti dan dia dengan sabar menjelaskan satu persatu kepada siapapun yang bertanya.
Bahkan--papan tulis berukuran sedang yang ada di depan udah berkali-kali dia hapus tulis dikarenakan banyaknya tulisan dia untuk mempermudah penjelasan. Sesekali Jimmy melontarkan candaan ringan, dan seriously, kalo kalian liat dengan mata kepala sendiri, Jimmy yang lagi ngasih sosialisasi ini beda banget sama Jimmy yang biasanya sering dinistain Lisa.
Si begajulan FEB sekarang berubah layaknya si jenius yang disayang dosen. Kata-kata kasar ataupun dirty jokes sama sekali tidak terlontar, Jimmy benar-benar menjadi orang yang berbeda sekarang.
Di sisi kanan ruangan paling belakang, Rose dan Jeff ikut memperhatikan secara saksama. Jeff juga tidak lupa untuk dokumentasi, ngambil foto kegiatan mereka. Tadi pada sesi pertama, Jeff udah sosialisasi duluan, mengenai kartu tanda penduduk, pemerintahan, dan sejenisnya. Tinggal Rose yang belom, karena ini masih sangat pagi, dan sasaran sosialisasi dia itu anak-anak, jadi dia harus nunggu anak pulang sekolah pada siang nanti.
"Jimmy oke juga ya ngejelasinnya, nggak berbelit-belit, sampe para warga mukanya pada serius nyimak gitu." ujar Jeff pada Rose, dia mengambil botol minuman ringan yang tadi sempet dia beli, menyerahkan salah satunya pada Rose untuk gadis itu minum.
Rose mengangguk, dia mengulas senyum tipis, mengambil minuman dari Jeff tanpa mengalihkan pandangannya pada Jimmy. "Iya, bener."
Bukannya karena Jimmy ganteng hari ini, tapi Rose ngerasa dapet pencerahan sama materi yang Jimmy kasih sampe-sampe dia juga sempet nyatet beberapa poin penting di ponselnya.
Tangan Rose bergerak, mencoba untuk membuka tutup botol tapi belum berhasil juga. Dia terus meraba tanpa berniat menatap tutup botol--dia lagi serius memandang papan tulis tatkala Jimmy lagi menjawab pertanyaan seorang bapak yang perkiraan usianya hampir memasuki kepala lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN [ bp × boys ] ✓
Fiksi PenggemarKuliah-Kerja-Nyinlok Sepuluh orang yang dipaksa untuk tinggal satu atap di desa terpencil. Tanpa akses internet dengan bumbu-bumbu perdebatan masalah pribadi di dalamnya. Belum lagi urusan cinlok yang sudah tidak menjadi rahasia umum lagi saat KKN...